1 Ritl Berapa Gram?

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R. Rozikin*
Fatwapedia.com – Dalam pembahasan fikih, terutama saat membahas zakat seringkali kita mendengar istilah Riṭl (الرِطْلُ).
Apa itu Riṭl?
Sesungguhnya Riṭl itu adalah satuan ukuran berat seperti kilogram, gram, ons dan semisalnya. Bukan ukuran volume seperti liter, kubik, gantang dan semisalnya. Riṭl adalah ukuran berat yang dipakai di Bagdad di masa lalu.
Ketika dakwah islam sampai di Bagdad, beberapa hal teknis yang dipakai di Madinah di zaman Rasulullah ﷺ terkait besaran dan satuan berusaha dikonversi dengan alat ukur di negeri tersebut.
Di antaranya adalah ukuran Ṣā’ (الصاع). Di zaman Nabi ﷺ istilah Ṣā‘ ni mengacu pada ukuran volume. Jadi seperti istilah liter-lah kira-kira. 
Yang dibahas adalah pertanyaan, “Satu Ṣā‘ itu sebenarnya setara dengan berapa Riṭl?” Di negeri kita, Indonesia, pertanyaan ini mirip seperti pembahasan “Satu Ṣā‘ itu sebenarnya setara dengan berapa kilogram?”
Nah, Imam Abū Ḥanīfah berpendapat satu Ṣā‘ itu setara dengan 8 Riṭl. Tentu saja pendapat ini diikuti murid Abu Hanifah yang terkenal, yakni Abu Yusuf. Namun, Abu Yusuf mengubah pendapatnya setelah berkunjung ke Madinah.
Ceritanya begini.
Abu Yusuf mengunjungi Madinah saat berhaji bersama khalifah Harun Ar-Rasyid. Abu Yusuf bertemu dengan Imam Malik kemudian berbincang-bincang.
Lazimnya para ulama, jika bertemu dan berbincang mereka akan membicarakan ilmu. Lalu pembicaraan mereka sampai pada ukuran Ṣā’. Abu Yusuf menyatakan bahwa  satu Ṣā‘setara dengan 8 Riṭl. Akan tetapi Malik membantah. Kata beliau yang benar adalah 5 Riṭl lebih 1/3 Riṭl.
Lalu Mālik memanggil sejumlah orang yang  punya takaran Ṣā‘ dari rumah mereka. Orang-orang  yang  dipanggil itu menyatakan bahwa takaran itu adalah yang  dipakai ayah dan kakek-kakek mereka untuk membayar zakat fitri di zaman Rasulullah ﷺ.
Setelah diukur, ternyata betul 1 ṣā’ setara dengan 5 1/3 Riṭl. sejak saat itu Abū Yūsuf mengubah pendapatnya. Al-Fayyūmī menulis, 
«حُكِيَ أَنَّ أَبَا يُوسُفَ لَمَّا حَجَّ مَعَ الرَّشِيدِ فَاجْتَمَعَ بِمَالِكٍ فِي الْمَدِينَةِ وَتَكَلَّمَا فِي الصَّاعِ فَقَالَ أَبُو يُوسُفَ الصَّاعُ ثَمَانِيَةُ أَرْطَالٍ فَقَالَ مَالِكٌ صَاعُ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – خَمْسَةُ أَرْطَالٍ وَثُلُثٌ ثُمَّ أَحْضَرَ مَالِكٌ جَمَاعَةً مَعَهُمْ عِدَّةُ أَصْوَاعٍ فَأَخْبَرُوا عَنْ آبَائِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يُخْرِجُونَ بِهَا الْفِطْرَةَ وَيَدْفَعُونَهَا إلَى رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَعَايَرُوهَا جَمِيعًا فَكَانَتْ خَمْسَةَ أَرْطَالٍ وَثُلُثًا فَرَجَعَ أَبُو يُوسُفَ عَنْ قَوْلِهِ إلَى مَا أَخْبَرَهُ بِهِ أَهْلُ الْمَدِينَةِ». «المصباح المنير في غريب الشرح الكبير» (1/ 351)
Artinya,
“Dikisahkan, ketika Abū Yūsuf berhaji bersama al-Rasyīd, beliau bertemu dengan Mālik di Madinah. Mereka  mendiskusikan masalah Ṣā‘. Abū Yūsuf berkata, “Satu Ṣā’ itu setara dengan 8 Riṭl. Mālik berkata, ‘Ṣā‘ Rasulullah ﷺ itu setara dengan 5 lebih 1/3 Riṭl”. Kemudian Mālik memanggil sejumlah orang yang memiliki takaran Ṣā’. Mereka menginformasikan dari leluhur bahwa ayah-ayah dan kakek-kakek mereka memakai ukuran ṣā’ tersebut untuk membayar zakat fitri dan menyerahkannya kepada Rasulullah ﷺ. Mereka semua mengukur dan ternyata benar 5 lebih 1/3 Riṭl.  Akhirnya Abū Yūsuf mengoreksi pendapatnya berdasarkan informasi penduduk Madinah itu” (Al-Miṣbāḥ al-Munīr, juz 1 hlm 351) 
Mengapa Abu Hanifah berpendapat 1 Ṣā’ setara dengan 8 Riṭl? Apa dasar ukuran yang lebih besar itu?
Ternyata itu akibat pengaruh kebijakan politik.
Saat, al-Ḥajjāj menjadi gubernur Irak, ukuran Ṣā’ di zaman Nabi ﷺ dibesarkan untuk mengatasi masalah inflasi melalui mekanisme penetapan harga (tas‘īr). Itulah asal mula mengapa ukuran Ṣā‘ yang seharusnya setara dengan 5 1/3 Riṭl baik menjadi 8 Riṭl. 
CATATAN
Mazhab al-Syāfi‘ī juga menegaskan bahwa 1 Ṣā’ itu setara dengan 5 lebih 1/3 Riṭl atau 16/3 Riṭl. Ukuran ini di zaman sekarang setara dengan 2,172 kilogram atau 2,748 liter.
Oleh karena Rasulullah ﷺ memerintahkan membayar zakat fitri sebesar 1 Ṣā‘, maka ukuran minimal membayar zakat fitri adalah 2,172 kilogram.
*Penulis adalah Dosen di Universitas Brawijaya.

Leave a Comment