Fatwapedia.com – Menurut madzhab Syafi’i, membaca al Fatihah hukumnya wajib, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah, shalat sendiri maupun berjamaah, baik imamnya membaca jahr (keras) atau siir (pelan).
Dalil wajibnya al-fatihah bisa kita lihat dari sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang berbunyi:
لا صلاةَ لمن لم يقرأْ بفاتحةِ الكتابِ
“tidak ada shalat (tidak sah) bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab (surat al-fatihah)” (HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)
Selain itu diperkuat dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
كلُّ صلاةٍ لا يُقرَأُ فيها بأمِّ الكتابِ ، فَهيَ خِداجٌ ، فَهيَ خِداجٌ
“setiap shalat yang di dalamnya tidak dibacakan al-fatihah, maka ia cacat, maka ia cacat” (HR. Ibnu Majah 693, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Mengingat kedudukannya yang wajib maka perlu diperhatikan agar bacaan surat al-fatihah benar sehingga sholatnya sah.
Ada 12 Syarat yang harus diperhatikan dalam membaca Al Fatihah ketika shalat menurut kitab at Taqrîrât as-Sadîdah hal 215 dst.
- Tartib (maknanya sesuai urutan ayat), jika ayatnya terbalik namun tidak merubah makna, maka shalatnya tidak batal, namun dia harus mengulang bacaan al fatihahnya, sedangkan jika terbalik dan merubah makna, maka batal shalatnya.
- Muwâlâh (terus menerus, tidak lama berhenti dari ayat satu sampai ayat tujuh), batal shalatnya jika berhenti lebih lama dari sekira mengambil nafas.
- Menjaga semua huruf-hurufnya. Mengurangi huruf atau mengganti suatu huruf dengan huruf lain bisa membatalkan shalat, namun ada ikhtlaf terkait huruf dhod dengan dzo’, qof dengan kaf[1].
- Menjaga semua huruf yang bertasydid. Mengurangi tasydid tidak membatalkan shalat, namun harus mengulangi bacaan ayat tsb, adapun menambahi tasydid jika merubah makna dan dia tahu dan sengaja maka batal shalatnya, jika tdk tahu mk tidak batal.
- Tidak berhenti (jeda) baik lama atau tidak dengan maksud mengakhiri bacaan.
- Membaca seluruh ayat-ayatnya, termasuk basmalah.
- Tidak lahn yang dapat merusak makna. Jika mengganti an’amta menjadi an’amtu atau an’amti maka batal shalatnya.
- Dibaca pada waktu berdiri, bagi orang yang sholat berdiri. Jika sebagian ayatnya dibaca saat antara bangkit dari sujud ke arah berdiri, atau saat mau ruku, maka tidak sah bacaannya.
- Dibaca seluruh ayatnya sekira didengar diri sendiri (jika dia tidak tuli).
- Tidak diselingi dzikir lain (yang bukan untuk kemaslahatan shalat), jika dia bersin, lalu mengucap “alhamdulillah” maka wajib baginya mengulangi bacaan al fatihahnya dari awal, jika sekedar bersin, namun tidak mengucap alhamdulillah, maka tinggal melanjutkan bacaan al fatihahnya.
- Tidak berpaling. Jika dia memaksudkan membacanya bukan untuk membaca al fatihah (misalnya dia keraskan ayatnya saat melihat kucing mau makan ikannya semata-mata dg maksud mengusir kucing) maka tidak sah.
- Membacanya dengan bahasa arab, tidak sah kalau membaca terjemahnya saja. Allaahu A’lam.
[1] Mengganti huruf ض dengan ظ membatalkan shalat dalam qoul ashohh, yang muqobilul asohh tidak batal karena sulitnya membedakan pengucapan dua huruf tsb, begitu juga dlm tafsir fakhrur razi, ini adalah keringanan bagi org umum, dan seharusnya hal ini tetap dilatih agar bisa tepat pengucapannya. Adapun pengucapan Qof dengan mirip Kaf, yakni jadi seperti huruf G, syaikh Zakariyya al Anshori, Ibnu Rif’ah dan ulama-ulama Hadhromaut membolehkannya, sementara imam ar Ramli dan Khatib as Syarbini memakruhkannya, sedangkan ibnu hajar dan at Thabary melarangnya.