2 Cara Pengumpulan Al-Qur'an di Masa Nabi

2 Cara Pengumpulan Al-Qur'an di Masa Nabi


Fikroh.com – Pengumpulan Al-Qur’anul Karim terbagi dalam dua periode: Pertama Periode Nabi saw. Kedua, Periode Khulafaur Rasyidin. Masing-masing periode tersebut mempunyai beberapa ciri khas dan keistimewaan. 

Istilah pengumpulan kadang-kadang dimaksudkan dengan penghafalan dalam hati, dan kadang-kadang pula dimaksudkan dengan penulisan dan pencatatan dalam lembaran-lembaran (shuhuf) 

Pengumpulan Al-Qur’an Periode Nabi

Pengumpulan Al-Quran di masa Nabi ada dua kategori: 

  1. Pengumpulan dalam dada berupa penghafalan dan penghayatan atau pengexpresian.
  2. Pengumpulan dalam dokumen atau catatan berupa penulisan pada kitab maupun berupa ukiran. 

Kami akan menjelaskan keduanya secara terurai dan mendetail agar nampak bagi kita suatu perhatian yang mendalam terhadap Al-Qur’an dan penulisannya serta pembukuannya. Langkah-langkah semacam ini tidak terjadi pada kitab-kitab samawy lainnya sebagaimana halnya perhatian terhadap Al-Qur’an, sebagai kitab yang maha agung dan mu’jizat nabi Muhammad yang abadi. 

1. Pengumpulan Al-Qur’an dalam dada. 

Al-Qur’anul Karim turun kepada Nabi yang ummi (tidak bisa baca-tulis). Karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al-Qur’an persis sebagaimana halnya Al-Qur’an saat diturunkan. Setelah itu ia membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar merekapun dapat menghafal dan memantakannya. Yang jelas adalah bahwa Nabi seorang yang ummi dan diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummi pula Allah berfirman dalam surat Al-Jumu’ah ayat 2;

Biasanya orang-orang yang ummi itu hanya mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatannya, karena mereka tidak bisa membaca dan menulis. Memang bangsa Arab pada masa turunnya Al-Qur’an, mereka berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya cepat serta daya fikirnya begitu terbuka. Orang-orang Arab banyak yang hafal beratus-ratus ribu syair dan mengetahui silsilah serta nasab keturunannya. Mereka dapat mengungkapkannya di luar kepala, dan mengetahui sejarahnya. Jarang sekali diantara mereka yang tidak bisa mengungkapkan silsilah dan nasab tersebut atau tidak hafal “Almuallaqatul Asyar” yang begitu banyak syairnya lagi pula sulit dalam menghafalnya. 

Begitu Al-Qur’an datang kepada mereka dengan jelas, tegas ketentuannya dan kekuasaannya yang luhur, mereka merasa kagum, akal fikiran mereka tertimpa dengan Al-Qur’an, sehingga perhatiannya dicurahkan kepada Al-Qur’an. Mereka menghafalnya ayat demi ayat dan surat demi surat. Mereka tinggalkan syair-syair karena merasa memperoleh ruh/jiwa dari Al-Qur’an. 

Nabi saw. karena keinginannya yang melambung tinggi untuk menguasai Al-Qur’an, beliau menghiasi malam dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an melalui shalat, sebagai pengabdian dan penghayatan serta pendalaman terhadap maknanya sampai kedua telapak kakinya menjadi bengkak karena lamanya berdiri sebagai realisasi dalam melaksanakan perintah Allah Yang Maha Luhur lagi Maha Agung. Firman Allah swt.: Al-Muzammil: 1-4

Karenanya maka tidaklah mengherankan kalau Rasul menjadi seorang yang paling menguasai Al-Qur’an. Ia bisa mengabdikan (menghimpun) Al-Qur’an dalam hatinya yang mulia. Ia menjadi titik tumpuan orang-orang Islam dalam masalah yang mereka perlukan sehubungan dengan masalah Al-Qur’an.) 

Para shahabat r a. mereka saling berlomba dalam membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Segala kemampuannya mereka curahkan untuk menguasai dan menghafal Al-Qur’an. Mereka mengajarkan kepada keluarganya/istri serta kepada anak-anaknya di rumah masing-masing. Sehingga kalau ada orang yang melewati rumah mereka di waktu malam yang gelap gulita ia akan mendengar alunan Al-Qur’an bagaikan gema suara kumbang. Pada suatu ketika Nabi pernah lewat di samping rumah shahabat dari kaum Anshar, beliau berhenti dari satu rumah ke rumah yang lain pada malam gelap-gulita dimana beliau mendengar bacaan Al-Quran…. Bukhary meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Musa Al-Asy’ary bahwasanya Rasul saw. bersabda kepadanya: “Andaikan engkau melihat aku tadi malam ketika aku mendengar bacaanmu sungguh kau telah menghiasi pendengaranku dengan sebuah tiupan suara seruling pengikut Daud….. Imam Muslim menambahkan dalam riwayat yang lain: Aku mengatakan: “Demi Allah ya Rasul Allah, andaikan aku tahu bahwa engkau mendengarkan bacaanku niscaya akan aku tulis sebagai kenangan buatmu”. Dalam riwayat yang lain dari Rasulullah saw. bahwa ia bersabda: ”Saya mengetahui kelembutan alunan suara keturunan Asy’ary tentang bacaan Al-Qur’an adalah pada malam hari, dan saya mengetahui rumah tinggal mereka di waktu malam sewaktu mereka membaca Al-Qur’an padahal di siang hari saya belum mengetahui dimana rumah mereka”. Hadits riwayat Syaikhani (Bukhary-Muslim). 

Para Shahabat banyak terkenal hafal Al-Qur’an dan Rasulullah saw. telah membakar semangat mereka untuk menghidupkan semangat menghafal Al-Qur’an, Mereka yang ahli Al-Qur’an diutus ke seluruh pelosok kota dan kampung untuk mengajar dan membacakan kepada penduduknya, sebagaimana halnya kala sebelum hijrah. Ia mengutus Mus’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum ke Madinah supaya keduanya mengajarkan Islam dan mengajarkan Al-Qur’an dan mengutus Mu’adz bin Jabal ke Makkah sesudah Hijrah untuk menghafal dan mengajarkan Al-Qur’an. 

Ubadah bin Shamit mengatakan: “Apabila ada seorang yang hijrah (masuk Islam) Nabi menyerahkannya kepada salah seorang di antara kami untuk mengajarnya. Di masjid Nabawy sering terdengar kegaduhan dalam membaca Al-Qur’an sehingga Rasul memerintahkan kepada mereka agar merendahkan suara-suara mereka agar jangan saling mengganggu”.

Dari itu, penghafal-penghafal Al-Qur’an pada masa kehidupan Rasul saw. tidak terhitung. Kiranya cukup kita ketahui bahwa mereka yang gugur dalam pertempuran Yamamah jumlahnya Jebih dari 70 orang. Juga pada masa Nabi dalam pertempuran di sumur ”Ma’unah” jumlah mereka yang gugur kira-kira sejumlah dengan itu. Al-Qurthuby mengatakan: “Pada pertempuran Yamamah jumlah Qura’ yang gugur adalah 70 orang dan pada pertempuran di sumur Ma’unah sejamlah itu juga. Jadi mereka yang mati syahid berjumlah 140. 

Sudah menjadi ciri khas bagi umat Muhammad bahwa kitab suci Al-Qur’an bisa dihafal dalam hati. Dalam menukilnya berpedoman pada hati dan dada, tidak cukup hanya dengan berdasarkan tulisan, dalam bentuk lembaran dan catatan, berbeda halnya dengan ahlul kitab, mereka tak seorangpun yang hafal akan Taurat atau Injil. Dalam mengabadikannya mereka hanya berpedoman dengan bentuk tulisan, mereka tidak membacanya dengan penuh seksama kecuali hanya sekilas pandang tidak dengan penuh penghayatan, karena itu masuklah unsur-unsur perubahan dan pergantian pada keduanya. Berbeda halnya dengan Al-Our’an, ia telah dipelihara oleh Allah s w t. dengan berupa pertolongan Ilahi dengan mudah menghafalnya. (Firman Alloh: Al-Qamar: 17

Alloh menjaga Al-Qur’an dari perubahan dan penyelewengan melalui dua cara yaitu pengabadian dalam bentuk tulisan dan hafalan dalam hati, Allah berfirman: Al-Hijr: 9

Dengan tidak diragukan lagi hal tersebut adalah merupakan suatu pertolongan Allah khusus untuk Al-Qur’an serta merupakan prioritas dan keistimewaan yang luarbiasa kepada umat Muhammad, dimana Allah telah menjadikan Injil-injilnya dalam dada dan Ia menurunkan suatu kitab yang tak hancur terendam air. Seorang pujangga dalam sya’irnya menuliskan: 

Allahu Akbar!

Sungguh hebat agama Muhammad dan kitabnya yang bernilai tinggi 

Kitab-kitab yang lampau tak ada arti bila dibanding kitabnya yang suci bagaikan sinar pagi kan memadamkan pelita

2. Pengumpulan dalam bentuk tulisan.

Keistimewaan yang kedua dari Al-Qur’anul Karim ialah pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran. Rasulullah saw. mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur’an beliau memerintahkan kepada mereka menulisnya, untuk memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah “Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tesebut dapat melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan. Penulis-penulis tersebut adalah shahabat pilihan yang dipilih oleh Rasul dari kalangan orang yang terbaik dan indah tulisannya agar mereka dapat mengemban tugas yang mulia ini. Di antara mereka adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan Shahabat-shahabat lain. 

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas r a. bahwasanya ia berkata: ”Al-Qur’an dikumpulkan pada masa Rasul saw. oleh 4 Sahabat yang kesemuanya dari kaum Anshar, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid. Anas ditanya: “Siapa ayah Zaid?” Ia menjawab: ”Salah seorang pamanku”. 

Mereka itu adalah orang-orang yang paling terkenal sebagai kretaris wahyu, disamping itu masih banyak lagi shahabat yang menulis Al-Qur’an. Di kalangan mereka banyak yang memiliki mushaf pribadi yang ditulisnya sesuai dengan yang didengar atau hafalan yang diterima dari Nabi saw., seperti: mushaf Ibnu Mas’ud, mushaf Ali, mushaf ‘Aisyah dan lain-lain.

Cara-cara penulisan 

Adapun caranya mereka menulis Al-Qur’an yaitu mereka menulisnya pada pelepah-pelepah kurma, kepingan batu, kulit/daun tulang binatang dan sebagainya. Hal itu karena pabrik/perusahaan kertas di kalangan orang Arab belum ada, yang ada baru di negeri-negeri lain seperti Parsia dan Romawi tetapi masih sangat kurang dan tidak disebarkan. Orang-orang Arab menulisnya sesuai dengan perlengkapan yang dimiliki dan pantas dipergunakan untuk menulis. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit r.a. bahwa ia berkata: ”Kami menulis Al-Qur’an di hadapan Nabi pada: kulit ternak”. Maksudnya kami mengumpulkannya karena pengertian menyusun adalah suatu ungkapan yang menyatakan tertib ayat sesuai dengan petunjuk Nabi saw. dan menurut perintah dari Allah swt. Karena itu ulama telah sepakat bahwa pengumpulan Al-Qur’an adalah tauqify (menurut ketentuan) artinya susunannya sebagaimana yang kita lihat sekarang ini dalam mushaf-mushaf adalah sesuai dengan perintah dan wahyu dari Allah. Telah disebutkan bahwa Jibril a.s. bila membawakan sebuah atau beberapa ayat kepada Nabi ia mengatakan: “Hai Muhammad! Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu untuk menempatkannya pada urutan kesekian surat anu……” demikian pula halnya Rasul memerintahkan kepada para shahabat: ”Letakkanlah pada urutan ini”.

Itulah ulasan seputar metode pengumpulan Al-Qur’an di Masa Nabi. Dan untuk artikel berikutnya -insyaa Alloh- akan dibahas metode pengumpulan Al-Qur’an di Masa Sahabat.

Leave a Comment