Oleh: Sholihin MS
Fatwapedia.com – Pembangunan Patung Soekarno di Gelora Saparua Bandung ditentang oleh Umat Islam Jawa Barat. Jawa Barat sebagai basis umat Islam dengan tegas menyatakan bahwa pembangunan patung itu bertentangan dengan Akidah Islam.
Seharusnya Ridwan Kamil tidak menyakiti hati umat Islam. Apalagi Ridwan Kamil sudah mau lengser, seharusnya membangun kesan yang baik di Jawa Barat (husnul khatimah).
Pembangunan patung tidak bisa terlepas dari nilai-nilai ritual ibadah zaman Jahiliyyah (bodoh dalam hal agama) dan tidak percaya Akhirat.
Jangan ikuti Megawati yang pernah menyatakan tidak percaya akhirat. Bukankah Ridwan Kamil orang yang cukup paham agama, buktinya membangun masjid Al-Jabbar dan yang lain. Itu sebuah amal saleh yang luar biasa. Jangan sampai kebaikan yang sudah ditanam hancur lebur karena setitik amalan kemusyrikan. Satu titik hitam kemusyrikan akan menghanguskan amal saleh sebanyak apa pun.
Patung itu namanya ashnaam (berhala). Fungsi patung bukan sekedar untuk mengenang jasa-jasa, tapi ada unsur kultus individu (pemujaan) dan bisa mengarah ke acara ritual ibadah. Itu juga yang dilakukan oleh kaum Nuh sebelum Nuh menjadi Nabi. Ada 5 orang saleh yaitu: Wadd, Shuwa, Yaghut, Ya’uq, dan Nasr. Sebagai penghormatan kepada 5 orang itu, maka dibuatlah patung.
Awalnya cuma penghormatan biasa, tapi lama-lama berubah mengkultuskan, akhirnya melakukan penyembahan.
Motivasi membangun patung tidak terlepas dari rasa ujub, sum’ah, ria, almanni, wal-adzaa. Semua amalan itu datangnya iblis dan bisa menghapus pahala. Ah, tapi itu narasi bagi orang yang beriman. Karena orang beriman tidak mungkin membangun berhala.
Patung adalah simbol kebodohan (jahiliyyah). Bukan bodoh tidak cerdas, tapi bodoh secara agama, karena hukum dan aturan disandarkan kepada hawa nafsu dan bisikan syetan.
Dari zaman dulu, para pembuat dan penyembah patung adalah orang-orang yang tersesat dari jalan yang benar. Setelah Rasulullah saw diutus, semua penyembahan, pemujaan dan pengkultusan kepada makhluk diharamkan. Bahkan mengkultuskan Rasulullah saw juga dilarang, karena itu hanya hak Allah semata. Jika mengkultuskan Nabi juga dilarang, apalagi mengkultuskan seorang Soekarno.(Pemerhati Sosial dan Politik)
Hukum Membangun Kuburan dengan Mewah Dengan
Ada banyak hadits Nabi yang menjelaskan tentang ancaman dan dosa orang yang membangun patung. Segala bentuk bangunan yang mengarah kepada pengkultusan individu adalah dilarang.
عن عائشة -رضي الله عنها-، قالت: لما نُزِلَ برسول الله -صلى الله عليه وسلم-، طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً له على وجهه، فإذا اغْتَمَّ بها كشفها فقال -وهو كذلك-: “لَعْنَةُ الله على اليهود والنصارى، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد -يُحَذِّرُ ما صنعوا”. ولولا ذلك أُبْرِزَ قَبْرُهُ، غير أنه خَشِيَ أن يُتَّخَذَ مسجدا. [صحيح] [متفق عليه]
Aisyah -raḍiyallāhu ‘anhā- meriwayatkan, “Ketika ajal datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, beliau mulai meletakkan kain wol di wajah beliau, ketika susah bernafas maka beliau membukanya, ketika dalam keadaan demikian beliau bersabda, ‘Laknat Allah kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid.’ Beliau memperingatkan apa yang telah mereka lakukan, dan seandainya bukan karena hal tersebut, maka kuburan beliau akan ditampakkan, akan tetapi beliau khawatir bila kuburannya akan dijadikan sebagai masjid.” [Hadis sahih] [Muttafaq ‘alaih]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللّٰهِ – صَلَّى اللّٰه عَلَيْهِ وَسَلَّم – أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَ أَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam melarang dari memberi semen pada kubur, duduk diatas kubur, dan memberi bangunan diatas kubur.” (H.R Muslim no. 970)
“الْوَيْلُ لَكُمْ أَيُّهَا الْفُقَهَاءُ وَالْفَرِّيسِيُّونَ الْمُنَافِقُونَ! فَإِنَّكُمْ مِثْلُ الْقُبُورِ الْمُبَيَّضَةِ، تَبْدُو جَمِيلَةً مِنَ الْخَارِجِ، وَهِيَ مِنَ الدَّاخِلِ مَمْلُوءَةٌ مِنْ عِظَامِ الْمَوْتَى وَكُلِّ نَجَاسَةٍ.
Celakalah kamu, hai para ahli Kitab Suci Taurat dan orang-orang dari mazhab Farisi, hai orang-orang yang munafik! Kamu sama seperti makam yang dikapur putih, luarnya tampak indah, tetapi bagian dalamnya penuh dengan tulang-belulang orang mati dan semua yang najis.
Matius 23:27
“الْوَيْلُ لَكُمْ أَيُّهَا الْفُقَهَاءُ وَالْفَرِّيسِيُّونَ الْمُنَافِقُونَ! فَإِنَّكُمْ تَبْنُونَ مَقَابِرَ الأَنْبِيَاءِ، وَتُزَيِّنُونَ مَدَافِنَ الصِّدِّيقِينَ.
Celakalah kamu, hai para ahli Kitab Suci Taurat dan orang-orang dari mazhab Farisi, hai orang-orang yang munafik! Kamu membangun makam para nabi dan menghiasi nisan-nisan orang saleh,
Matius 23:29
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُ ۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ
“Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar 39: Ayat 3)
عن عطاء بن يسار وأبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً: “اللهم لا تجعل قبري وثنا يُعبد، اشتد غضب الله على قوم اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد”. [صحيحان] [حديث عطاء بن يسار: رواه مالك. حديث أبي هريرة رضي الله عنه: رواه أحمد]
Aṭa` bin Yasār dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan secara marfū’: “Ya Allah! Janganlah Engkau jadikan kuburanku berhala yang disembah! Allah sangat murka kepada kaum yang menjadikan kuburan-kuburan para nabinya masjid.” [Hadis sahih] [Diriwayatkan oleh Ahmad]
لِذَلِكَ يَا أَحِبَّائِي، اِبْتَعِدُوا عَنْ عِبَادَةِ الأَصْنَامِ.
Sebab itu, hai Saudara-saudara yang kukasihi, jauhkanlah dirimu dari penyembahan berhala. (1 Korintus 10:14)
لا تصنعوا لكم اوثانا ولا تقيموا لكم تمثالا منحوتا او نصبا ولا تجعلوا في ارضكم حجرا مصوّرا لتسجدوا له. لاني انا الرب الهكم.
Artinya: Jangan buat berhala-berhala bagimu. Jangan dirikan patung ukiran atau tiang berhala bagimu. Jangan tempatkan batu berukir di negerimu untuk sujud menyembahnya karena Akulah Allah, Tuhanmu. (Imamat 26:1)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
أَيُشۡرِكُونَ مَا لَا يَخۡلُقُ شَيۡئًا وَهُمۡ يُخۡلَقُونَ
“Mengapa mereka mempersekutukan (Allah dengan) sesuatu (berhala) yang tidak dapat menciptakan sesuatu apa pun? Padahal (berhala) itu sendiri diciptakan.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 191)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَا يَسۡتَطِيعُونَ لَهُمۡ نَصۡرًا وَلَآ أَنفُسَهُمۡ يَنصُرُونَ
“Dan (berhala) itu tidak dapat memberikan pertolongan kepada penyembahnya, dan kepada dirinya sendiri pun mereka tidak dapat memberi pertolongan.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 192)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَإِن تَدۡعُوهُمۡ إِلَى ٱلۡهُدَىٰ لَا يَتَّبِعُوكُمۡ ۚ سَوَآءٌ عَلَيۡكُمۡ أَدَعَوۡتُمُوهُمۡ أَمۡ أَنتُمۡ صَٰمِتُونَ
Artinya: “Dan jika kamu (wahai orang-orang musyrik) menyerunya (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk kepadamu, tidaklah berhala-berhala itu dapat memperkenankan seruanmu; sama saja (hasilnya) buat kamu menyeru mereka atau berdiam diri.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 193)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ عِبَادٌ أَمۡثَالُكُمۡ ۖ فَٱدۡعُوهُمۡ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لَكُمۡ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ
Artinya: “Sesungguhnya mereka (berhala-berhala) yang kamu seru selain Allah adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka, serulah mereka lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaanmu, jika kamu orang yang benar.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 194)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
أَلَهُمۡ أَرۡجُلٞ يَمۡشُونَ بِهَآ ۖ أَمۡ لَهُمۡ أَيۡدٍ يَبۡطِشُونَ بِهَآ ۖ أَمۡ لَهُمۡ أَعۡيُنٞ يُبۡصِرُونَ بِهَآ ۖ أَمۡ لَهُمۡ ءَاذَانٞ يَسۡمَعُونَ بِهَا ۗ قُلِ ٱدۡعُواْ شُرَكَآءَكُمۡ ثُمَّ كِيدُونِ فَلَا تُنظِرُونِ
“Apakah mereka (berhala-berhala) mempunyai kaki untuk berjalan, atau mempunyai tangan untuk memegang dengan keras, atau mempunyai mata untuk melihat, atau mempunyai telinga untuk mendengar? Katakanlah (Muhammad), “Panggillah (berhala-berhalamu) yang kamu anggap sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan)ku, dan jangan kamu tunda lagi.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 195)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ لَا يَسۡتَطِيعُونَ نَصۡرَكُمۡ وَلَآ أَنفُسَهُمۡ يَنصُرُونَ
“Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 197)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَإِن تَدۡعُوهُمۡ إِلَى ٱلۡهُدَىٰ لَا يَسۡمَعُواْ ۖ وَتَرَىٰهُمۡ يَنظُرُونَ إِلَيۡكَ وَهُمۡ لَا يُبۡصِرُونَ
“Dan jika kamu menyeru mereka (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk, mereka tidak dapat mendengarnya. Dan kamu lihat mereka memandangmu padahal mereka tidak melihat.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 198)
Menyembah Kuburan Orang Yang Mereka Anggap Sholeh Dikalangan Mereka Kaum Sufi
MENCIUM & MENGUSAP KUBURAN adalah kebiasaan kaum YAHUDI & NASRANI
Imam Al-Ghazali Rahimahullah berkata: . “Sesungguhnya menyentuh dan mencium kuburan-kuburan merupakan kebiasaan kaum Nasrani (Kristian) dan kaum Yahudi. (Ihya’ Ulumuddin 1/271). Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata : “Asal penyembahan terhadap berhala adalah sikap berlebihan (dalam mengagungkan) kuburan dan penghuninya”. (Al-Bidayah wan Nihayah : X/703).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan mereka berkata,”Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. (QS. Nuh : 23).
Lima hari menjelang wafatnya Rasulullah berwasiat :
“…Ketahuilah, orang-orang sebelum kamu telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah), maka janganlah kamu menjadikan kuburan sebagai masjid karena sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu.” (HR. Muslim). .
Rasulullah juga bersabda: “Jangan kamu duduk di atas KUBURAN dan jangan pula SHALAT MENGHADAP ke arahnya”. (HR. Muslim)
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita semua Taufik hidayahNya dan istiqomah di atas Sunnah. Credit : Aziza P. (Ummu Hanna)
Ancaman Para Pembuat Patung / Gambar Bernyawa
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat, di sisi Allah, adalah tukang gambar” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“barangsiapa yang di dunia pernah menggambar gambar (bernyawa), ia akan dituntut untuk meniupkan ruh pada gambar tersebut di hari kiamat, dan ia tidak akan bisa melakukannya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من صوَّرَ صورةً في الدُّنيا كلِّفَ يومَ القيامةِ أن ينفخَ فيها الرُّوحَ ، وليسَ بنافخٍ
“barangsiapa yang di dunia pernah menggambar gambar (bernyawa), ia akan dituntut untuk meniupkan ruh pada gambar tersebut di hari kiamat, dan ia tidak akan bisa melakukannya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم من سفر وقد سترت سهوة لي بقرام فيه تماثيل، فلما رآه رسول الله صلى الله عليه وسلم تلون وجهه، وقال: “يا عائشة، أشد الناس عذاباً عند الله يوم القيامة الذين يضاهئون بخلق الله”، فقطعناه فجعلنا منه وسادة أو وسادتين
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pulang dari safar. Ketika itu aku menutup jendela rumah dengan gorden yang bergambar (makhluk bernyawa). Ketika melihatnya, wajah Rasulullah berubah. Beliau bersabda: “wahai Aisyah orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat adalah yang menandingin ciptaan Allah“. Lalu aku memotong-motongnya dan menjadikannya satu atau dua bantal” (HR. Bukhari dan Muslim).
Larangan menggambar gambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar itu timbul maupun tidak, sempurna atau tidak, dan distilir maupun tidak. Seluruh gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, distilir (digayakan), maupun dalam bentuk karikatur adalah haram. (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2,)
Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata,
كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبَّاسٍ إِنِّى إِنْسَانٌ ، إِنَّمَا مَعِيشَتِى مِنْ صَنْعَةِ يَدِى ، وَإِنِّى أَصْنَعُ هَذِهِ التَّصَاوِيرَ . فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لاَ أُحَدِّثُكَ إِلاَّ مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ سَمِعْتُهُ يَقُولُ « مَنْ صَوَّرَ صُورَةً فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ ، حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا » . فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً شَدِيدَةً وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ . فَقَالَ وَيْحَكَ إِنْ أَبَيْتَ إِلاَّ أَنْ تَصْنَعَ ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ ، كُلِّ شَىْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ
“Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-. Ketika itu ada seseorang yang mendatangi beliau lantas ia berkata, “Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat gambar seperti ini.” Ibnu ‘Abbas kemudian berkata, “Tidaklah yang kusampaikan berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut selamanya.” Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi kuning. Kata Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh. (HR. Bukhari no. 2225.)
hukum menggambar makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah (boleh)
Adapun jika gambar tersebut dibeli,
maka ada kaedah yang bisa jadi pegangan,
يَثْبُتُ تَبَعًا مَا لَا يَثْبُتُ اسْتِقْلَالًا
“Sah jika berbarengan dengan yang lain, namun bermasalah jika bersendirian.”
Misalnya kita ingin membeli sabun cuci, namun di kemasannya terdapat gambar manusia, tetapi yang dituju ketika membeli adalah sabunnya (isinya), bukan kemasannya. Maka sah-sah saja membeli sabun cuci seperti itu berdasarkan kaedah fikih di atas.