Fatwapedia.com – Shalat sunnah bagi seorang muslim berkedudukan sebagai amalan penambah pahala dan upaya mendekatkan diri kepada Allah yang paling baik. Ada beberapa jenis shalat sunnah dalam sehari semalam yang bisa dikerjakan seorang muslim. Seperti shalat tahajud, dhuha, witir, syuruq dan shalat sunnah rawatib.
Adapun shalat sunnah rawatib yang paling dianjurkan dalam sehari semalam adalah 12 rakaat, hal ini merujuk pada hadits riwayat Aisyah. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut; 2 rakaat sebelum subuh, 4 rakaat sebelum dzuhur, 2 rakaat setelah zhuhur, 2 rakaat setelah maghrib dan 2 rakaat setelah isya. Lalu bagaimana dengan shalat 2 rakaat sebelum maghrib, apakah juga disunnahkan?
Pertanyaan: Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuhu.. Afwan ustaz, adakah salat rawatib qobliyah magrib? Jazakumullahu khoiron (AN)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh. Bismillahirrahmanirrahim…
Keberadaan shalat Qabliyah maghrib, diperselisihkan para ulama sejak masa sahabat nabi. Sebagian mengatakan tidak ada, sebagian mengatakan ada, bahkan bagus, namun tidak termasuk sunnah mu’akkadah.
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan:
ولم يختلف العلماء في التطوع بين الأذان والإقامة إلا في المغرب
Para ulama tidak berselisih pendapat tentang shalat sunah di antara adzan dan iqamah, kecuali pada shalat maghrib. (Fathul Bari, 2/106)
Imam At Tirmdzi Rahimahullah menjelaskan:
وَقَدْ اخْتَلَفَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلَاةِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ فَلَمْ يَرَ بَعْضُهُمْ الصَّلَاةَ قَبْلَ الْمَغْرِبِ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ غَيْرِ وَاحِدٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ و قَالَ أَحْمَدُ وَإِسْحَقُ إِنْ صَلَّاهُمَا فَحَسَنٌ وَهَذَا عِنْدَهُمَا عَلَى الِاسْتِحْبَابِ
Para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berbeda pendapat tentang shalat sebelum maghrib. Sebagian mereka tidak menganggap adanya shalat sebelum maghrib. Telah diriwayatkan lebih dari satu sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa mereka melakukan shalat sebelum maghrib sebanyak dua rakaat di antara iqamat dan adzan. Berkata Imam Ahmad dan Imam Ishaq bin Rahawaih, jika melakukan dua rakaat itu adalah hal yang bagus, dan hal itu bagi mereka berdua adalah sunah (istihbab). (Sunan At Tirmidzi No. 185)
Namun pendapat yang kami ikuti adalah bahwa Qabliyah Maghrib itu sunnah, berdasarkan dalil-dalil umum dan khusus.
Dalil-Dalil Umum
Pertama. Dari Abdullah bin Mughaffal Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ ثَلَاثًا لِمَنْ شَاءَ
“Antara dua adzan itu ada shalat sunnah! Antara dua adzan ada shalat sunnah!.” Ketika beliau bersabda ketiga kalinya, maka sabdanya diteruskan dengan, “bagi siapa saja yang menghendakinya.” (HR. Bukhari No. 624, Muslim No. 838)
Maksud dari ‘di antara dua adzan’ adalah di antara adzan dan iqamah. Hadits ini menunjukkan bahwa di semua shalat wajib hendaknya ada shalat sunnah sebelumya yaitu antara azan dan iqamahnya.
Kedua. Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Zubeir bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ما من صلاة مفروضة إلا وبين يديها ركعتان
“Tiada satu shalat fardhu pun, melainkan pasti sebelumnya ada dua rakaat sunah.” (HR. Ath Thabarani dalam Musnad Asy Syamiyin No. 2265, Ibnu Hibban No. 2455, shahih)
Dalil-Dalil Khusus
Pertama. Dari Abdullah bin Mughaffal Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Sallam bersabda:
صَلُّوا قَبْلَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ كَرَاهِيَةَ أَنْ يَتَّخِذَهَا النَّاسُ سُنَّةً
“Kerjakanlah shalat sebelum shalat maghrib.” Lalu ketiga kalinya ia bersabda: “bagi yang mau.” Beliau berkata demikian karena ditakutkan bahwa shalat tersebut akan dianggap sunah oleh umat Islam. (HR. Bukhari No. 1183, 7368)
Hadits ini menunjukkan shalat Qabliyah maghrib itu sunnah, tapi bagi yang mau, kalimat ini menunjukkan tdk mu’akkadah.
Kedua. Abu Tamim Al Jaisyani pernah shalat dua rakaat sebelum maghrib, ketika ia ditanya oleh ‘Uqbah bin Amir Al Juhani tentang shalat apa itu, ia menjawab:
هَذِهِ صَلَاةٌ كُنَّا نُصَلِّيهَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Ini adalah shalat yang kami lakukan pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. An Nasa’i No. 582, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 374, shahih)
Ketiga. Imam Ibnu Abi Syaibah juga menyebutkan:
حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ ، عَنْ شُعْبَةَ ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ ، عَنْ أَبِي فَزَارَةَ ، قَالَ : سَأَلْتُ أَنَسًا ، عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ ، فَقَالَ : كُنَّا نَبْتَدِرُهُمَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم.
Berkata kepada kami Ghundar, dari Syu’bah, dari Ya’la bin ‘Atha, dari Abu Fazarah, katanya: Aku bertanya kepada Anas tentang dua rakaat sebelum maghrib, dia menjawab: “Kami dahulu menyegerakan dua rakaat itu pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Al Mushannaf No. 8458)
Al Hakam menceritakan bahwa Ibnu Abi Laila melakukan dua rakaat sebelum maghrib. (Ibid, No. 8459)
Keempat. Masih dari Imam Ibnu Abi Syaibah:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ إبْرَاهِيمَ ، قَالَ : قَالَ تَمِيمُ بْنُ سَلاَّمٍ ، أَوْ سَلاَّمُ بْنُ تَمِيمٍ لِلْحَسَنِ : مَا تَقُولُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ ، فَقَالَ : حَسَنَتَانِ جَمِيلَتَانِ لِمَنْ أَرَاْدَ اللَّهُ بِهِمَا.
Berkata kepada kami Waki’, dari Yazid bin Ibrahim, katanya: berkata Tamim bin Sallam, atau Sallam bin Tamim, kepada Al Hasan: “Apa pendapatmu tentang dua rakaat sebelum maghrib? Dia berkata: “Dua rakaat yang bagus dan indah, bagi siapa yang Allah kehendaki terhadap keduanya.” (Ibid, No. 8463)
Kelima. Imam Ibnu Hibban menceritakan, bahwa Ibnu Buraidah melakukan shalat dua rakaat sebelum maghrib. (Shahih Ibnu Hibban No. 1559)
Keenam. Imam Ibnu Hibban ada Bab khusus tentang ini berjudul:
ذكر البيان بأن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم كانوا يصلون الركعتين قبل المغرب والمصطفى صلى الله عليه وسلم حاضر فلم ينكر عليهم ذلك
Penjelasan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dua rakaat sebelum maghrib, dan Al Mushthafa (Nabi) Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada, dan dia tidak mengingkari mereka atas hal itu. (Shahih Ibnu Hibban, 4/458)
Ketujuh. Dari Mukhtar bin Fulful: Aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang shalat dua rakaat setelah ashar, Dia menjawab:
كَانَ عُمَرُ يَضْرِبُ الْأَيْدِي عَلَى صَلَاةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ وَكُنَّا نُصَلِّي عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ قَبْلَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ فَقُلْتُ لَهُ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّاهُمَا قَالَ كَانَ يَرَانَا نُصَلِّيهِمَا فَلَمْ يَأْمُرْنَا وَلَمْ يَنْهَنَا
Umar memukul tanganku lantaran shalat setelah ashar, dan kami pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dua rakaat setelah terbenamnya matahari sebelum shalat maghrib. Aku (Mukhtar) bertanya kepadanya: “Apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan shalat dua rakaat itu?” Beliau menjawab: “Dia melihat kami shalat, tidak memerintahkan dan tidak pula mencegah kami.” (HR. Muslim No. 836)
Dari sekian banyak hadits, dan perilaku para salaf, berkatalah Imam Ash Shan’ani Rahimahullah:
وَهُوَ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهَا تُنْدَبُ الصَّلَاةُ قَبْلَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ إذْ هُوَ الْمُرَادُ مِنْ قَوْلِهِ ” قَبْلَ الْمَغْرِبِ ” لَا أَنَّ الْمُرَادَ قَبْلَ الْوَقْتِ لِمَا عُلِمَ مِنْ أَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْ الصَّلَاةِ فِيهِ “وفي رواية لابن حبان” أي من حديث عبد الله المذكور “أن النبي صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم صلى قبل المغرب ركعتين” فثبت شرعيتهما بالقول والفعل.
“Itu adalah dalil bahwa dianjurkan (sunah) shalat sebelum shalat maghrib, jika yang dimaksud adalah shalat qabla maghrib, bukannya shalat sebelum waktu maghrib yang telah diketahui bahwa itu memang termasuk waktu dilarang shalat. Dalam riwayat Ibnu Hibban, yaitu hadits dari Abdullah yang telah disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat sebelum maghrib sebanyak dua rakaat. Maka, telah pasti syariat shalat dua rakaat itu secara qaul (ucapan) dan fi’il (perkataan) nabi.” (Imam Ash Shan’ani, Subulus Salam, 2/52. Lihat juga ‘Aunul Ma’bud, 4/113). Demikian. Wallahu A’lam.
Oleh : Farid Nu’man Hasan