Fatwapedia.com – Dalam Islam, perlombaan dilihat sebagai sesuatu yang bisa memiliki 2 aspek, aspek positif maupun negatif, tergantung pada tujuan dan jenis perlombaannya. Perlombaan yang mendukung ketaatan terhadap Allah, kebaikan, dan perkembangan diri dianjurkan. Namun, perlombaan yang melibatkan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, merugikan orang lain, menjurus pada maksiat atau menghasilkan sikap sombong maka tidak dianjurkan. Inti dari perlombaan dalam Islam adalah sejalan dengan tujuan syariat yaitu menjaga keseimbangan antara tujuan bersaing dan prinsip-prinsip etika serta moral.
Fiqh Perlombaan
Secara spesifik jenis lomba dalam islam digolongkan dalam 3 kategori yang berbeda termasuk jenis dan konsekuensi hukumnya. Berikut uraian selengkapnya.
1. Haram memperlombakan sesuatu yang diharamkan oleh Syara’ berhadiah ataupun tidak berhadiah seperti judi sabung ayam adu domba berjoget menyanyi menyerupai lawan jenis atau yang merendahkan harga diri seperti berhias dg tata rias yang mirip badut atau menyeramkan dan panjat pinang atau perlombaan yang melalaikan daripada kewajiban atau perlombaan yang membahayakan jiwa seperti Gladiator
2. Dalam Madzhab Syafi’i¹ lomba yang berhadiah itu hanya boleh pada lomba balap kuda unta dan memanah berdasakan nash hadits Nabi atau perlombaan yang bermanfaat untuk peperangan adapun perlombaan yang tidak ada hubungannya dengan peperangan maka perlombaan tersebut tidak boleh berhadiah.
3. Sebagian Ulama membolehkan Lomba berhadiah selain daripada yang tiga macam diatas jika perlombaan itu nyata menolong Agama dan meninggikan Kalimatullah² tapi jika perlombaan itu ternyata dijadikan usaha oleh peserta atau jadi proyek oleh oknum pejabat atau terjadinya kemungkaran di acara tersebut maka haram mengadakannya dan haram juga hadiahnya.
Macam-Macam Sumber Hadiah Perlombaan
Dalam Mu’nisul Jalis, Syeikh Mushtofa membagi sumber hadiah lomba itu menjadi empat macam:
1. Boleh dan Halal
Yaitu jika Hadiahnya didapatkan dari pihak luar selain peserta lomba. Misalnya dari sponsor tertentu, pejabat, donatur atau orang dermawan lainnya. Hadiah dengan jenis ini Hukumnya boleh alias halal.
2. Boleh dan Halal
Yaitu apabila Hadiahnya diambil dari salah satu peserta lomba saja.
Misalnya si A dan B lomba balap kuda. Kata si A, “jika kamu menang, maka saya akan berikan 1 juta, dan jika saya yang menang, kamu gak perlu bayar apa-apa”.
Hadiah yang diperoleh dengan cara seperti ini Hukumnya juga boleh.
Boleh saja sebenarnya mengambil iuran dari peserta lomba, tapi bukan untuk hadiah. Untuk peralatan atau teknisi yang lain.
3. Haram
Yaitu jika Hadiahnya bersumber dari iuran semua peserta yang ikut lomba. Maka ini haram, karena terdapat unsur judi. Ada skema untung rugi yang sangat nyata.
4. Halal dengan syarat
Yaitu apabila Hadiahnya diambil dari semua peserta akan tetapi dengan diikutkan seseorang yang berperan sebagai muhallil. Muhallil ini ikut lomba dan berhak dapat hadiah jika nanti menang, tapi dia tidak ikut membayar iuran. Maka ini halal.
Syarat Muhallil adalah harus dari orang yang memiliki kompetensi dan mampu bersaing dalam lomba, artinya punya peluang untuk menang yang besar, bukan hanya sekedar ikut-ikutan lomba sebagai pelengkap. Alias bukan ikut bawang.
Contohnya seperti ini:
Masing-masing dari si A dan B sepakat mengeluarkan iuran hadiah bagi siapapun yang menang. Si A mengatakan ke B, “kita buat lomba balap kuda dengan syarat si C ikut juga, jika kamu menang maka saya akan berikan 1 juta, jika saya menang maka kamu memberikan saya 1 juta, dan jika si C menang maka ia mendapatkan iuran dari kita berdua, dia tidak ikut membayar jika salah satu dari kita yang menang”. Maka Si C ini disebut muhallil.
Siapa itu muhallil?
Muhallil adalah peserta lomba yang diikutkan dengan daftar gratis tanpa bayar iuran dan dia sepadan dengan peserta lainnya, jika dia menang juga akan mendapatkan hadiah, maka itulah fungsi dari muhallil yang menjadikan sahnya lomba dengan adanya iuran yang alokasi iurannya juga diarahkan untuk hadiah lombanya.
Di bulan Agustus ini biasanya marak digelar berbagai macam perlombaan. Panitia lomba harus mengerti hal ini agar tidak masuk ke dalam judi yang terlarang. Wallahu a’lam.
Referensi:
1. Al-Majmu’ juz 16 Raudhatuttholibin Mughnil Muhtaj, Al-Bajuri juz 2, Kifayatul Akhyar
2. Al-Hawi Al-Kabir juz 15, Tabyinul Haqaiq juz 6, Al-Bahrur Raiq juz 8, Hasyiah Raddul Mukhtar juz 6, Al-Farusiyah.
3. Muanis jalis 2/422