Fatwapedia.com – Risywah/suap dan hadiah sama-sama bermakna pemberian dari seseorang untuk pihak lain. Para ulama sepakat akan keharaman suap sebagaimana mereka sepakat akan kebolehan menerima hadiah.
Lalu kapan pemberian kepada pihak lain terhitung risywah dan kapan ia terhitung hadiah?
Di antara pembedanya adalah dilihat dari tujuan pemberian.
RISYWAH
Risywah adalah pemberian berupa harta atau jasa/manfaat dengan maksud mencapai tujuan yang tidak halal/layak baik tujuan tersebut terkait orang lain atau terkait pihak pemberi suap.
Model-model risywah:
1. Saya memberikan harta atau melakukan pelayanan (memberikan manfaat) untuk orang lain dengan tujuan agar ia memberikan sesuatu yang bukan menjadi hak saya: jabatan yang itu bukan hak saya, nilai ujian A sementara realita saya mendapat nilai B, nilai perhitungan waris lebih tinggi, lulus penerimaan PNS sementara nilai saya tidak mencukupi, atau hal-hal lain yang pada dasarnya saya tidak berhak dan layak mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Saya memberikan harta atau jasa kepada orang lain agar ia menggugurkan hak individu/sekelompok orang di mana mereka berhak mendapatkannya, dan saya melakukan ini atas dasar hasad, tipu daya, makar dan hal lain yang semakna. Contoh, saya membayar bendahara sebuah instansi agar ia memotong atau bahkan tidak memberi gaji seorang pegawai di mana ia berhak mendapat utuh gajinya.
3. Saya memberikan harta atau jasa/pelayanan agar saya mendapat pekerjaan di mana saya tidak layak mendapatkan pekerjaan yang dimaksud.
Dari hal ini, risywah/suap bertujuan:
(1) menjatuhkan, menggugurkan, mengurangi hak orang lain atau
(2) mengupayakan sebuah maslahat, keuntungan pribadi baik tanpa atau dengan menjatuhkan, menggugurkan, mengurangi hak orang lain padahal si pemberi risywah tidak layak/berhak mendapatkan keuntungan/maslahat yang diinginkan.
Ada yang Mirip Suap Namun Bukan Suap
Adalah seseorang ingin menggapai haknya namun terhalangi pihak tertentu sehingga ia tidak bisa mendapatkan haknya kecuali setelah membayar nominal tertentu atau memberikan pelayanan. Pemberian harta atau pelayanan kepada pihak yang menghalangi terwujudnya hak saya bukanlah suap terlarang. Boleh bagi saya melakukan hal tersebut namun dosa kedzaliman ditanggung oleh pihak yang menghalangi hak saya.
Atau kasus lain, seseorang yang terdzalimi berupa adanya hukuman penjara 4 tahun yang semestinya hanya 2 tahun. Pihak tertentu akan mengembalikan haknya sehingga hanya dipenjara 2 tahun dengan syarat membayar sekian ratus juta, pembayaran ini bukanlah suap terlarang. Ia boleh melakukan hal tsb sementara kedzaliman dan dosa tertuju pada pihak yang mendzalimi haknya sekaligus menerima harta tersebut.
Al-Khatthabiy dalam Ma’alim as-Sunan berkata:
إذا أَعطى ليتوصل به إلى حقه ، أو يدفع عن نفسه ظلماً ، فإنه غير داخل في هذا الوعيد
“Jika dia memberikan -risywah- untuk mendapatkan haknya atau menghilangkan kedzaliman pada dirinya maka demikian itu tidak termasuk dalam ancaman -dosa riswah-.”
Ketentuan Boleh Melakukan “Suap”
Para ulama menyebutkan ketentuan boleh “memberikan suap”:
1. Itu adalah benar hak kita atau untuk menghilangkan kedzaliman pada diri kita.
2. Suap ini adalah satu-satunya jalan meraih hak kita tersebut.
3. Berupaya melakukan langkah lain sebelum melakukan suap.
HADIAH
Hadiah adalah pemberian atas dasar cinta, saling merekatkan hubungan, atau balasan atas sikap baik orang lain. Ini bukan atas dasar kedzaliman, bukan terkait menggapai hak pribadi yang tidak layak, bukan tentang menghilangkan hak orang lain, bukan tentang maksud lainnya. Memberikan hadiah adalah sesuatu yang disyariatkan sementara suap dan menerima suap adalah dosa besar karena adanya unsur kedzaliman dan meraih sesuatu yang tidak halal baginya.
Terkait penamaan, risywah tetaplah risywah walaupun dinamai uang rokok, uang makan, cindera mata, dan lain-lain atau jika dibahasakan dan dinamakan hadiah sekalipun.
Penyusun: Yani Fahriansyah
Sumber bacaan:
1. Kitab at-Tuhfah al-Mardhiyyah fiy ahkam al-Hibah wal-Hadiyyah.
2. Artikel al-Farq bain ar-Risywah wal-Hadiyyah.
3. Catatan kami di FB Januari 2023.