Fatwapedia.com – Dulu sempat diskusi di komen ada yang ngotot katanya jimak disiang ramadhan gapapa asalkan dibatalin dulu, misal dengan makan. Dengan tendensi dzahir ibarot Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah dengan kekehnya ia menyatakan demikian.
Dalam madzhab Syafi’i sendiri adanya kafaroh udzma ngebatalin puasa ramadhan hanyalah sebab satu perkara, Jimak. Mereka tidak mengqiyaskannya pada semisal sengaja makan minum atau lainnya seperti madzhab yang lain.
“Owh jadi bener ‘boleh’ dong dan ga dapet Kafaroh?”
Jawabannya : “salah besar pemahaman demikian”
Makan disitu merupakan helah (siasat) supaya seseorang bisa ngakalin hukum syariat berupa wajibnya kafaroh ketika Jimak disiang ramadhan. Dalam kaidahnya telah jelas dikatakan :
كل حيلة يتوصل بها إلى إحقاق باطل أو إبطال حق فهي حرام
“Setiap helah (siasat) yang digunakan untuk merealisasikan sebuah kebatilan atau membatalkan suatu perkara yang hak, maka hukumnya haram”
Jadi, “makan” yang di jadikan sebagai sarana untuk mensiasati agar tidak terkena Kafaroh ketika Jimak di siang ramadhan….hukumnya haram. Haramnya dobel malah. Kenapa? Pertama, dia makan siang ramadhan sudah haram yang dosanya ga main², kedua, dia jadikan makan itu sebagai helah.
Dalam madzhab Syafi’i sendiri orang yang habis batalin puasa tanpa udzur wajib untuk imsak, nahan diri dari perkara yg batalin lainnya, termasuk Jimak. Lha kok ini malah habis makan terus jimak?
Selain itu, yang perlu di perhatikan banget, dalam hadits-hadits disebutkan bahwa orang yang sengaja batalin puasa satu hari aja tanpa ada alasan yang di perbolehkan syariat, maka “lam yaqdhihi shiyamud-dahr, wa in shoomah”, ga akan bisa gantiin satu hari tersebut walaupun dia melakukan Qodzo’ terus menerus sepanjang hidupnya. Dia juga terkena dosa besar sebagaimana keterangan dalam az-Zawaajir karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami dan ad-Diinul Kholis karya Syaikh Mahmud Khattab as-Subki.
Hadits itu dan hadits-hadits yang senada menunjukkan betapa besarnya dosa sengaja batalin puasa tanpa udzur syar’i. Sampai gunain bahasa “ga bisa di gantiin sepanjang hidup”.
Tapi bagaimanapun dia juga tetep wajib meng-qodzo’nya. Terus gimana coba? Maka sangat perlu taubat sungguh-sungguh jika batalin puasa Ramadhan tanpa udzur yang diperbolehkan syariat.
Untuk masalah Qodzo’nya, dalam madzhab Syafi’i jika batalin satu hari maka Qodzo’ juga satu hari. Ini masalah Qodzo’nya, bukan masalah dosanya, dosanya sangat-sangat butuh buat di taubati. Kalau dalam pendapat ulama lain ada yg harus qodzo’ 12 hari, bahkan ada yang mengharuskan qodzo’ sebulan.
Dan untuk kafaroh udzma bagi yang jimak (hubungan badan) di saat puasa ramadhan maka wajib memerdekakan budak wanita, ketika tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, ketika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin.
Masa sekarang bisanya dengan puasa dua bulan. Untuk puasa ini harus berturut-turut, kalau ada satu hari saja tidak puasa tanpa udzur, atau udzur bepergian, sakit, lupa niat dan yg lainnya maka wajib memulai lagi dari awal, walaupun sudah di hari ke 59 semisal.
Yang tidak memutuskan urutan ada 4, yaitu haid, nifas, gila, dan pingsan seharian penuh (dari subuh sampai maghrib). 4 ini tidak memutuskan hitungan 2 bulan puasa kafaroh.
Dan untuk kafaroh udzma bagi yg makan dulu baru jimak, saya lebih condong dia wajib kafaroh.
Semoga Allah menjaga kita di bulan ini..