Fatwapedia.com – Pada artikel ini akan dijelaskan secara spesifik hukum Air yang mengalami perubahan (mutaghayyir) kaitannya dalam hal thaharah. Yakni bolehkah bersuci menggunakan air mutaghayyir? Untuk memperjelas kita simak urainnya secara terperinci berikut ini:
Pertama-tama Pembagian Air Mutaghayyir:
Air yang berubah (mutaghayyir) diklasifikasi ke dalam dua bentuk:
a) Air yang berubah secara hissy (kasat mata)
Penjelasan:
Adapun air mutaghayyir secara hissy (kasat mata) adalah air yang mengalami
perubahan salah satu sifatnya disebabkan tercampur dengan barang suci lain
dengan perubahan yang menghilangkan status kemutlakan nama air tersebut.
Sebagai contoh air sumur yang masih asli disebut air mutlak. Ketika air ini
dicampur dengan teh sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka air
tersebut disebut sebagai teh.
b) Air yang berubah secara taqdiry (perkiraan)
Penjelasan
Air berubah secara taqdiry (perkiraan) adalah air yang bercampur dengan
benda yang mempunyai kesamaan sifat dengannya, baik dari segi rasa, warna,
ataupun bau; seperti benda berupa air mawar dan juga seperti sari delima
(berubah rasa), sari anggur (berubah warna), sari daun pandan (berubah aroma)
yang kesemuanya sudah hilang ciri khususnya sehingga tampak seperti air biasa.
Air demikian jika bercampur dengan air mutlak dan diperkirakan volumenya
(dengan intensitas normal/wasath) bisa merubah kemutlakan air, maka
hukumnya menjadi air mutaghayyir.
Sama halnya dengan air mustakmal. Apabila air mustakmal bercampur dengan air mutlak lalu diperkirakan air mustakmal itu dengan intensitas normal (wasath) bisa merubah kemutlakan air, maka hukumnya menjadi air mutaghayyir (berubah) secara taqdiry (perkiraan). Misal volume air mustakmal 1 liter lalu bercampur dengan air mutlak (biasa) 1 liter, maka air tersebut menjadi air mutaghayyir (berubah) sehingga suci tidak menyucikan, mengingat jika air
mustakmal dikonversikan seperti air teh dengan intensitas normal (bukan teh
pekat), pastilah air itu sudah berubah bentuk. Hanya saja pengira-ngiraan air
mustakmal hanya berlaku di bawah volume 2 kulah. Sedang di atas dua kulah.
Pengiraan ini tidak berlaku lagi, sebab air mustakmal dengan volume 2 kulah
bahkan lebih dianggap suci menyucikan.
Pada prinsipnya air disebut berubah (mutaghayyir) jika merubah status
kemutlakan air. Artinya jika air berubah sedikit namun tidak merubah status
kemutlakan air maka masih dianggap menyucikan. Begitupun air yang berubah sebab didiamkan dalam waktu lama, berubah karena lumpur, lumut dan
perubahan sebab benda yang berada di tempat menggenang atau melintasnya
air, seperti belerang, tetap dianggap menyucikan walaupun berubah karena
masih berstatus air mutlak. Contoh demikian adalah perubahan sebab benda
mukhâlith (benda yang larut). Sementara perubahan yang disebabkan oleh benda
mujâwir (benda yang bersanding) seperti kayu dan minyak yang berbau juga masih dianggap menyucikan karena masih berstatus mutlak.
Demikian juga tanah yang sengaja dimasukkan ke dalam air sehingga berubah, menurut kaul adzhar hukumnya tetap menyucikan, karena tidak dianggap merusak status kemutlakan air.
Jenis sesuatu yang merubah pada air dikelompokkan menjadi dua, yaitu
mujâwir dan mukhâlith. Mukhâlith adalah benda yang tidak dapat dipisahkan dari
air (larut dengan air). Sedangkan mujâwir adalah kebalikannya (bersanding atau
tidak larut dengan air). Kendati demikian, ada benda yang selamanya mujâwir,
seperti batu. Ada yang berupa mukhâlith kemudian menjadi mujâwir seperti;
debu. Selain itu ada pula yang mujâwir kemudian menjadi mukhâlith semisal
daun.
Kesimpulan benda yang merubah air adalah sebagai berikut; air yang berubah adakalanya mukhâlith (larut dengan air) dan mujâwir (bersanding dengan air). Mukhâlith terbagi dua adakalanya berubah dengan benda yang tidak bisa dilepaskan oleh air seperti lumut dan ganggang, maka air tersebut masih tergolong air mutlak. Adakalanya berubah dengan benda yang bisa dilepaskan oleh air. Dalam hal ini, apabila berubahnya sedikit masih dikategorikan air mutlak. Apabila berubahnya banyak, maka sifat kemutlakan air menjadi hilang sehingga tidak bisa menyucikan seperti kopi dan susu. Kategori mukhâlith ini mengecualikan kasus perubahan air dengan daun yang lebur, garam dan tanah meskipun dimasukkan ke dalam air dengan sengaja.
Perubahan dengan benda mujâwir terbagi menjadi dua. Adakalanya benda mujâwir yang dapat melebur kemudian menjadi larut seperti buah anggur dan aprikot, maka hukumnya seperti mukhâlith yang apabila berubah banyak dapat menghilangkan kemutlakan air. Adakalanya benda mujâwir yang tidak dapat melebur seperti batang pohon dan minyak. Perubahan benda demikian tidak menghilangkan kemutlakan air.
Ringkasnya terdapat enam syarat perubahan air dapat berpengaruh terhadap hilangnya kemutlakan air:
1. Tidak berubah dengan sendirinya.
2. Berubah dengan benda mukhâlith.
3. Benda tersebut bisa dilepaskan dari air (mustaghna anhu).
4. Air bisa menghindari benda-benda tersebut.
5. Perubahannya banyak.
6. Benda yang campur bukan garam atau tanah.