Fatwapedia.com – Bagi orang Indonesia laron salah satu binatang yang tidak asing, ia dapat ditemui dengan mudah pada musim penghujan. Laron memiliki ciri-ciri fisik yang mirip dengan semut namun bersayap. Bertubuh lunak dan bagian pada bagian belakang ukurannya lebih besar. Saat masih berada dalam tanah, laron biasa disebut dengan rayap yang merupakan pemakan kayu dan memilih menetap di bagian dalam kayu.
Hewan ini memiliki kebiasaan mengerubungi tempat-tempat yang terang, terutama di lampu-lampu. Pada saat masa munculnya hewan laron, saking banyaknya jumlah laron yang berkeliaran, sebagian orang memanfaatkannya untuk dikonsumsi dengan cara digoreng, tanpa mengerti terlebih dahulu tentang halal-haramnya mengonsumsi hewan laron ini.
Pertanyaannya, bolehkah kita mengkonsumsi laron? Dan apakah laron termasuk hewan yang halal atau haram? Laron atau rayap dalam istilah Arab dikenal dengan kata ardlah. Hukum mengonsumsi hewan ini adalah haram karena tergolong hewan yang menjijikkan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Hayawan al-Kubra:
الآرضة- دويبة صغيرة كنصف العدسة ، تأكل الخشب ، وهي التي يقال لها السرفة ، بالسين والراء المهملة والفاء . وهي دابة الأرض التي ذكرها الله تعالى في كتابه – ولما كان فعلها في الأرض أضيفت إليها . قال القزويني في الأشكال : إذا أتى على الأرضة سنة ، تنبت لها جناحان طويلان ، تطير بهما – ومن شأنها أنها تبني لنفسها بيتا حسنأ ، من عيدان تجمعها مثل غزل العنكبوت ، متخرطا من أسفله إلى أعلاه الحكم : يحرم أكلها لاستقذارها
“Ardlah (rayap/laron) adalah hewan kecil seukuran separuh dari biji ‘adas (sejenis kacang), pemakan kayu dikenal juga dengan nama sarfah, hewan ini adalah hewan merayap di bumi yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an. Hewan ini disebut dengan ardlah karena tingkah khasnya di tanah, maka namanya disandarkan pada tanah (ardl). Imam al-Qazwiny berkata dalam kitab al-Isykal, ‘Ketika ardlah memasuki umur 1 tahun, maka tumbuh dua sayap panjang yang ia gunakan untuk terbang. Sebagian karakternya, ia mampu membangun untuk dirinya sarang yang bagus dari potongan-potongan kayu yang ia kumpulkan, sebagaimana pintalan sarang laba-laba yang terkatung dari bawah ke atas. Hukum mengonsumsi hewan ardlah adalah haram karena hewan ini dianggap menjijikkan (menurut orang Arab).” (Syekh Kamaluddin ad-Damiri, Hayat al-Hayawan al-Kubra, juz I, hal. 35)
Sebagian kalangan beranggapan bahwa laron adalah hewan yang halal dimakan karena dianggap sebagai salah satu jenis belalang, sehingga bangkainya pun boleh untuk dimakan. Hal ini berdasarkan hadits:
أحلت لكم ميتتان ودمان ، فأما الميتتان : الجراد والحوت ، وأما الدمان : فالطحال والكبد
“Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah, dua bangkai yaitu bangkai belalang dan ikan, sedangkan dua darah yaitu limpa dan hati” (HR. Baihaqi) Jika ditelisik lebih dalam, anggapan tersebut sama sekali tidak berdasar dan tidak sesuai dengan pengertian belalang yang dijelaskan dalam berbagai kitab-kitab mazhab Syafi’iyyah.
Misalnya seperti yang terdapat dalam kitab Hasyiyah I’anah at-Thalibin:
قوله ويحل أكل ميتة الجراد أي للحديث المار والجراد مشتق من الجرد وهو بري وبحري وبعضه أصفر وبعضه أبيض وبعضه أحمر وله ديدان في صدره وقائمتان في وسطه ورجلان في مؤخره
“Halal mengonsumsi bangkai belalang berdasarkan hadis yang telah dijelaskan. Belalang adalah hewan darat dan laut, sebagian tubuhnya berwarna kuning, putih dan merah. Ia memiliki dua penyangga pada dadanya yang menegakkan bagian tubuh yang tengah dan memiliki dua kaki pada bagian belakang tubuhnya.” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha’, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz II, hal. 353)
Berdasarkan referensi tersebut maka sangat jelas sekali bahwa laron bukanlah bagian dari jenis hewan belalang karena perbedaan ciri-ciri yang terdapat pada kedua hewan tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi hewan laron adalah haram karena dianggap sebagai hewan yang menjijikkan menurut pandangan orang Arab. Wallahu a’lam.