Oleh: Nur Fajri Romadhon
Fatwapedia.com – Asy-Syaikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi (w. 1194 H) menyebutkan bahwa para ulama Syafi’iyyah belakangan menjadikan dua ulama: Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dan Al-Imam Syamsuddin Ar-Ramli sebagai rujukan dalam menentukan pendapat resmi Mazhab Syafi’i dalam isu-isu yang belum ditarjih oleh Al-Imam Ar-Rafi’i (w. 623 H) dan Al-Imam An-Nawawi (w. 676 H). Meski para ulama Syafi’iyyah Mesir awalnya lebih mengunggulkan tarjihnya Al-Imam Syamsuddin Ar-Ramli dan awalnya pun para ulama Syafi’iyyah non-Mesir (termasuk Indonesia) lebih mengunggulkan tarjihnya Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, namun pada akhirnya pendapat manapun dari keduanya dapat dijadikan fatwa resmi Mazhab Syafi’i.
Asy-Syaikh Al-Kurdi lalu berkata: “Menurut saya tidak boleh memberikan fatwa atas nama Mazhab Syafi’i dengan pendapat yang menyelisihi kedua ulama ini, terutama dalam kitab Tuhfatul Muhtaaj dan Nihaayatul Muhtaaj. Ia hanya bisa keluar dari pendapat mereka berdua jika keduanya sama sekali tidak menyinggung isu tertentu. Dalam pada itu, maka hendaklah berfatwa dengan merujuk pendapat Syaikhul Islaam, kemudian pendapat Al-Khathiib, kemudian Haasyiyah Az-Ziyaadi, kemudian Haasyiyah Ibnul Qaasim (Al-’Abbaadi), kemudian Haasyiyah ‘Amiirah, kemudian Haasyiyah Asy-Syabramalliisi, kemudian Haasyiyah Al-Halabi, kemudian Haasyiyah Asy-Syaubari, kemudian Haasyiyah Al-‘Inaani.”
1. Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) & Al-Imam Syamsuddin Ar-Ramli (w. 1004 H)
Untuk Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, maka utamanya di Tuhfatul Muhtaaj. Sedangkan untuk Al-Imam Syamsuddin Ar-Ramli, maka utamanya di Nihayatul Muhtaaj. Kedua kitab ini sangat populer.
2. Syaikhul Islam Zakariyyaa Al-Anshaari (w. 926 H)
Misalnya dalam Fathul Wahhaab, Asnal Mathaalib, Tuhfatuth Thullaab, dan Al-Ghurrah Al-Bahiyyah. Kitab-kitab ini sangat populer.
3. Al-Khathiib Asy-Syirbiini (w. 977 H)
Misalnya dalam Mughnil Muhtaaj dan Al-Iqnaa’. Kedua kitab ini sangat populer.
4. Asy-Syaikh Az-Ziyaadi (w. 925 H)
Dalam Haasyiyah ‘ala Fathul Wahhaab. Kitab ini masih berupa manuskrip.
5. Asy-Syaikh Ibnu Qaasim Al-‘Abbaadi (w. 994 H)
Dalam Haasyiyah ‘alaa Tuhfatul Muhtaaj. Kitab ini populer. Ia dicetak bersama Haasyiyah Asy-Syarawaani (w. 1301 H).
6. Asy-Syaikh ‘Amiirah (w. 957 H)
Misalnya dalam Haasyiyah ‘alaa Kanzir Raaghibin. Beliau juga punya Haasyiyah ‘ala Tuhfatul Muhtaaj. Buku terakhir ini setahu saya sudah pernah dicetak lama sekali oleh Al-Maktabah Al-Azhariyyah. Tetapi saya belum menemukannya lagi sekarang.
7. Asy-Syaikh Asy-Syabramalliisi (w. 1087 H)
Dalam Haasyiyah ‘alaa Nihaayatul Muhtaaj. Kitab ini populer. Dicetak bersama Haasyiyah Ar-Rasyiidi (w. 1096 H).
8. Asy-Syaikh Al-Halabi (w. 1004 H)
Dalam Haasyiyah ‘alaa Fathul Wahhaab. Kitab ini setahu saya masih berupa manuskrip.
9. Asy-Syaikh Asy-Syaubari (w. 1069 H)
Dalam Haasyiyah ‘alaa Fathul Wahhaab. Kitab ini setahu saya masih berupa manuskrip.
10. Asy-Syaikh Al-‘Inaani (w. 1044 H)
Dalam Haasyiyah ‘ala ‘Umdatur Raabih. ‘Umdatur Raabih sendiri merupakan syarahan Al-Imam Syamsuddin Ar-Ramli atas matan Hidaayatun Naashih yang ditulis Syihabuddin Ahmad Az-Zahid (w. 819 H). Kitab ini setahu saya juga masih berupa manuskrip.
Asy-Syaikh Al-Kurdi kembali melanjutkan: “Aku katakan bahwa kesemua ulama tadi adalah imam-imam Mazhab yang saling mengambil ilmu satu sama lain. Boleh saja seseorang mengambil pendapat siapapun dari mereka untuk diamalkan, untuk difatwakan, dan untuk dijadikan landasan peradilan selama tidak sangat lemah.”
As-Sayyid ‘Umar Al-Bashri (masih hidup di tahun 1137 H) juga berkata: “Pendapat yang membolehkan seorang mufti untuk memilih pendapat-pendapat mereka memang sudah menjadi keharusan bagi kita di zaman ini sebab kita tidak memiliki kemampuan untuk menarjih.… Sebagian masyayikh kami jika membahas perbedaan pendapat antar ulama Syafi’iyyah belakangan kadang mengatakan: Barangsiapa ingin membaca dengan riwayat Qalun, silakan, dan barangsiapa ingin membaca dengan riwayat Warsy pun silakan (yakni perbedaaan mereka ibarat perbedaan riwayat yang kita bebas memilih -pent).”
Hari ini pun kita memiliki tambahan rujukan berupa: Haasyiyah Qalyuubi (w. 1069 H) atas Kanzur Raaghibiin, Haasyiyah Ar-Rasyiidi (w. 1096 H) atas Nihaayatul Muhtaaj, Haasyiyah ‘alaa Al-Iqnaa’ maupun Haasyiyah ‘alaa Fathul Wahhaab karya Asy-Syaikh Al-Bujairami (w. 1221 H) ditambah Haasyiyah ‘alaa Fathul Wahhaab karya Sulaiman Al-Jamal (w. 1204 H), Haasyiyah Asy-Syaikh Asy-Syarqawi (w. 1226 H) ‘alaa Tuhfatuth Thullaab, Haasyiyah Al-Baijuri (w. 1276 H) atas Fathul Qarib, dan Haasyiyah Asy-Syaikh ‘Abdurrahman Asy-Syirbiinii (w. 1326 H). Bahkan kita juga dianugerahi kitab I’aanatuth Thaalibiin karya As-Sayyid Bakri (w. 1310 H), kitab Bughyatul Mustarsyidin karya As-Sayyid ‘Abdurrahman Al-Masyhur (w. 1320 H), dan kitab Mawhibah Dzil Fadhl karya Asy-Syaikh Mahfudzh At-Turmusi (w. 1338 H) yang populer di Nusantara.
Bahkan kita bersyukur bahwa Peradilan Agama di Indonesia kita tercinta ini masih sering merujuk Mazhab Syafi’i, meski tidak terikat dengannya. Dalam Surat Edaran Kepala Biro Peradilan Agama No. B/I/735 Tanggal 18 Februari 1958 dituliskan: “B. Materi hukum yang dipergunakan dalam memutuskan perkara. Untuk mendapatkan kesatuan hukum dalam memeriksa dan memutuskan perkara, maka para Hakim Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah dianjurkan agar mempergunakan sebagai pedoman kitab-kitab tersebut dibawah ini:
1. Albadjuri.
2. Fatchulmu’in.
3. Sjarqowi ‘ala ‘tThahrir.
4. Quljubi/mahalli.
5. Fatchulwahhab dengan syarahnya.
6. Tuchfah.
7. Targhibul Musjtaq.
8. Qowanin ‘Ssjar’iyah li ‘Ssajid Uthman bin Jahja.
9. Qowanin ‘Ssjar’iyah li ‘Ssajid Sadaqah Dachlan.
10. Sjamsuri fi ‘lfaradil.
11. Baghjatul Mustarsjidin.
12. Mughnil Muchtadj.”
Dalam pada itu saya sendiri berusaha untuk komitmen merujuk dan membaca utuh kitab-kitab dengan urutan berikut ketika hendak mencari fatwa resmi Mazhab Syafi’i:
Fathul Qariib + Haasyiyah Al-Baijuuri
Al-Iqnaa’ + Haasyiyah Al-Bujairami
Kanzur Raaghibiin + Haasyiyah Qalyuubi + Haasyiyah ‘Amiirah
Tuhfatul Muhtaaj + Haasyiyah Asy-Syarawaani + Haasyiyah Ibnu Qaasim Al-‘Abbaadi
Nihaayatul Muhtaaj + Haasyiyah Asy-Syabraamalliisi + Haasyiyah Ar-Rasyiidi
Mughnil Muhtaaj
I’aanatuth Thaalibiin
Tuhfatuth Thullaab + Haasyiyah Asy-Syarqaawi
Fathul Wahhaab + Haasyiyah Al-Jamal + Haasyiyah Al-Bujairami
Al-Ghurar Al-Bahiyyah + Haasyiyah Ibnu Qaasim Al-‘Abbaadi + Haasyiyah ‘Abdurrahman Asy-Syirbiini
Asnal Mathaalib + Haasyiyah Asy-Syaubari
Bughyatul Mustarsyidiin.
Hampir kesemua ulama yang tertulis di atas adalah termasuk ulama di era kelima dari Mazhab Syafi’i, yakni era Hawaasyii (1004-1337 H). Era ini bercirikan Haitami-Ramli-sentris di mana poros tarjih Mazhab Syafi’i bertumpu pada Asy-Syaikhain Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dan Al-Imam Syamsuddin Ar-Ramli. Penulisan kitab fikih juga trennya berupa Hawaasyii/Haasyiyah-Haasyiyah, yaitu catatan kaki atas sebuah kitab syarah. Boleh diibaratkan Haasyiyah di era ini perannya sama dengan jurnal-jurnal ilmiah, tempat para ulama Syafi’iyyah mencurahkan gagasannya. Sekaligus juga ibarat diktat kuliah, membantu para ulama mengajar para murid mereka. Semoga Allah limpahkan rahmat bagi para ulama kita.
Rujukan:
- Mukhtashar Al-Fawaaid Al-Makkiyyah karya As-Sayyid ‘Alawi As-Saqqaaf (w. 1335 H) hlm. 74-85.
- Al-Madkhal ila Al-Madzhab Asy-Syafi’i karya Asy-Syaikh Dr. Al-Qawasimi hlm. 439-471.
- Posted bynf_rom3rd Nov 2021Posted inFiqhLeave a commenton Kitab-Kitab Rujukan Fatwa Mazhab Syafi’i di Abad XVI-XX Masehi