Fatwapedia.com – Tujuan dan manfaat faraid Memberikan harta kepada yang berhak, tak bisa disangkal, adalah salah satu tujuan dan manfaat dari ilmu faraid (hukum waris). Bukankah sudah tak aneh bila urusan harta warisan kerapkali menjadi perkara yang menimbulkan perselisihan dan perpecahan antar keluarga?
Banyak kezaliman dan ketidakadilan berasal dari ketidaktahuan ilmu ini. Karenanya, pengetahuan soal ilmu ini diharapkan dapat meredam hal-hal negatif tersebut. Itulah yang dikatakan Rasulullah dalam hadits berikut: “Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (mati) sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, hingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, (dimana mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup meleraikan mereka.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim)
Bila Nabi saja berpesan dan wewanti-wanti demikian, tak pelak, urgensi mempelajari ilmu ini sungguh sangatlah penting. Lebih dari itu, Allah swt pun mengancam hamba-Nya yang menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan, baik dengan cara menambahkan, mengurangi, atau pun mengharamkan ahli waris yang benar-benar berhak mewarisi dan memberikan bagian kepada ahli waris yang tidak berhak mewarisinya dengan ancaman siksa neraka yang pedih.
Siapa saja 25 Ahli Waris?
Kini kita pada bab yang Menguraikan siapa saja yang disebut ahli Waris itu. Bila mengacu Qur’an dan Hadits Yang kemudian menjadi ijma’ para ulama fikih, maka ahli waris itu disepakati ada 25 orang, yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.
A. Ahli Waris Laki-laki
1. Anak laki-laki.
2. Cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki. Mencakup pula cicit laki-laki dari keturunan cucu laki-laki, dimana cucu laki-laki tersebut berasal dari keturunan anak lakilaki. Begitu pula keturunan laki-laki yang seterusnya ke bawah, yang penting mereka
berasal dari pokok yang laki-laki yang tidak tercampuri unsur wanita.
3. Ayah.
4. Kakek (bapak dari ayah) dan laki-laki gen erasi di atasnya yang tidak tercampuri unsur wanita, Saudara laki-laki sekandung. Saudara laki-laki seayah.
7. Saudara laki-laki seibu.
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
10. Paman sekandung (saudara laki-laki sekandung ayah, baik adik maupun kakak ayah).
11. Paman seayah (saudara laki-laki seayah ayah, baik adik maupun kakak ayah).
12. Anak laki-laki dari paman sekandung.
13. Anak laki-laki dari paman seayah.
14. Suami.
15. Laki-laki yang memerdekakan budak, baik budak laki-laki maupun budak perempuan.
B. Ahli Waris Perempuan
1. Anak perempuan.
2. Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Mencakup pula cicit perempuan dari keturunan cucu laki-laki, dimana cucu laki-laki tersebut berasal dari keturunan ana laki-laki. Begitu pula keturunan perempuan yang seterusnya ke bawah, yang penting mereka berasal dari pokok yang laki-lak, yang tidak tercampuri unsur wanita.
3. Ibu.
4. Nenek (ibu dari ayah).
5. Nenek (ibu dari ibu). Nenek, baik ibu dari ayah maupun ibu dari ibu, semuanya bersekutu dalam satu bagian yang telah ditetapkan untuk mereka (dibagi sama rata), itupun apabila mereka mendapatkan hak waris, yakni tidak ada penghalang bagi hak waris mereka.
6. Saudara perempuan sekandung.
7. Saudara perempuan seayah.
8. Saudara perempuan seibu.
9. Istri.
10. Perempuan yang memerdekakan budak, baik budak laki-laki maupun budak perempuan.
Para ahli waris tersebut, baik laki-laki maupun perempuan, lalu dikelompokkan menjadi empat bagian. Yaitu:
A. Kelompok Ashabul Furudh
Yakni ahli waris yang hanya mewarisi secara fardh (yang menerima bagian tetap). Inilah ahli waris yang pertama kali diberi bagian harta warisan. Mereka adalah orang-orang yang telah ditentukan bagiannya dalam Qur’an, Hadits , dan ijma’ ulama secara tetap. Mereka berjumlah tujuh orang plus ketentuan bagiannya, yaitu:
1. Ibu: mendapat bagian 1/6 atau 1/3 secara utuh, atau 1/3 secara sisa.
2. Saudara laki-laki seibu: mendapat 1/6 bila ia seorang diri, dan 1/3 bila ia bersama-sama dengan yang lainnya.
3. Saudara perempuan seibu: mendapat bagian 1/6 bila ia seorang diri, dan 1/3 bila ia bersama-sama dengan yang lain.
4. Nenek dari ayah: mendapat 1/6, baik ia sendiri maupun bersama-sama dengan ahli waris lainnya.
5. Nenek dari ibu: mendapat 1/6, baik ia sendiri maupun bersama-sama dengan ahli waris lainya.
6. Suami: mendapat bagian 1/2 bila ia tidak bersama dengan keturunan si mayit dan 1/4 bila ia bersama dengan keturunan si mayit.
7. Istri: mendapat 1/4 bila tidak bersama keturunan si mayit dan 1/8 bila bersama keturunan si mayit.
B. Kelompok Ashabah
Yaitu kelompok ahli waris yang menerima sisa harta warisan lashabah setelah dibagikan kepada ashhabul furudh. Karenanya, jika ternyata tidak ada ashabwl furudh serta ahli waris lainnya, ia berhak mengambil seluruh harta peninggalan yang ada. Begitu juga, jika harta waris yang ada sudah habis dibagikan kepada ashabul furudh, maka mereka pun tidak mendapat bagian.
Mereka yang tergolong dalam kelompok ini berjumlah dua belas, yaitu sepuluh dari kerabat yang merupakan kerabat pewaris berdasarkan silsilah keluarga dari garis laki-laki (nasab) dan dua lagi dari luar kerabat, yaitu karena ia telah memerdekakan pewaris jika status pewaris sebelumnya adalah sebagai budak dia.
Sepuluh ashabah yang merupakan kerabat laki-laki tersebut adalah:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki seayah
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
7. Paman sekandung
8. Paman seayah
9. Anak laki-laki dari paman sekandung
10. Anak laki-laki dari paman seayah
Sedangkan dua orang di luar kerabat adalah:
1. Laki-laki yang memerdekakan budak
2. Perempuan yang memerdekakan budak
C. Kelompok Ashhabul Furudh Atau Ashabah
Yaitu kelompok ahli waris yang pada kondisi tertentu bisa menjadi ashhabul furudh atau bisa juga menjadi ashabah, hal itu tergantung dengan kondisi yang menjadi syarat utamanya. Mereka adalah:
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dan seterusnya kebawah
3. Saudara perempuan sekandung
4. Saudara perempuan seayah
Mereka digolongkan ke dalam kelompok ashhabul ferudh selama tidak ada saudara laki-laki mereka. Namun jika ada saudara laki-laki mereka, walaupun hanya berjumlah satu orang, maka mereka digolongkan ke dalam kelompok ashabah.
D. Kelompok Ashhabul Furudh Dan Ashabah
Yaitu kelompok ahli waris yang pada kondisi tertentu bisa menjadi ashhabul furudh, bisa juga menjadi ashabah, dan bisa juga sebagai gabungan dari keduanya, yaitu sebagai ahli waris yang tergolong ashhabul furudh dan ashabah secara sekaligus dalam satu waktu, hal itu tergantung dengan kondisi yang menjadi syarat utamanya. Mereka adalah:
1. Ayah
2. Kakek (bapak dari ayah)
Hal ini terjadi karena semua ahli waris dari kelompok ashhabul furudh yang ada sudah menerima bagiannya, namun masih ada harta waris yang tersisa, sedangkan di sana tidak ada ashabah untuk lainnya, maka sisanya diberikan kepada kelompok ini.