Fatwapedia.com – Foto dibawah ini diambil dari salah satu masjid di kota Kairo dimana pada kotak tersebut tertulis: “dipersilahkan untuk disimpan disini : ayat-ayat qur’an dari mushaf-mushaf usang, kertas-kertas [usang] yang ada di dalam nya nama Allah dan nama Rasulullah”
Sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk menghormati dan menjaga mushaf Al-Qur’an dengan baik. Imam Nawawi berkata,
“Ulama madzhab syafi’I berpendapat, juga ulama yang lain : Seandainya seorang muslim melempar mushaf ke dalam tempat kotor -wal ‘iyadzubillah- jadilah si pelempar tersebut kafir.” (At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Bab 09, Pasal Wajibnya Menjaga Al-Qur’an dan Memuliakan nya, Hal. 211)
Imam Nawawi melanjutkan,
وروينا في ((مسند الدارمي)) بإسناد صحيح عن ابن أبي مليكة : أن عكرمة ابن أبي جهل رضي اللّٰه عنه كان يضع المصحف على وجهه، ويقول : كتاب ربي، كتاب ربي..
“Dan kami meriwayatkan hadits di dalam Musnad Ad-Darimi dengan sanad yang shahih, dari Ibn Abi Mulaikah, bahwasanya ‘Ikrimah Ibn Abi Jahl radhiyallahu ‘anhu dahulu jika membawa mushaf, ia letakkan di wajahnya, kemudian berkata, “Ini Kitab Rabbku… Ini Kitab Rabbku.” (At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Hal. 212)
Itulah sikap sahabat terhadap mushaf Al-Qur’an.
Namun bagaimana jika, kondisi Al-Qur’an telah usang, robek dan tak dapat dibaca dengan baik kembali?
Pertama, jika Al-Qur’an tersebut masih bisa dibaca dan mungkin untuk tetap dimanfaatkan [untuk menghafal misalnya], meski sudah robek dan banyak halaman yang hilang, maka hal itu lebih baik. Jadi tetap dimanfaatkan sebisa mungkin.
Kedua, jika tidak memungkinkan untuk dibaca dan dimanfaatkan kembali, maka boleh ditempuh salah satu dari 4 solusi berikut:
1. Di Hancurkan Menggunakan Mesin Penghancur/pencacah Kertas
Alat ini bisa digunakan untuk menghancurkan kertas mushaf yang sudah usang dan tidak dapat digunakan kembali. Cara ini lebih aman dan lebih praktis. Kertas mushaf dihancurkan sampai halus.
Hasil dari penghancuran itu bisa dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk kemudian dibuang ke tempat daur ulang sampah.
2. Di Bakar Sampai Menjadi Abu
Jika tidak ada mesin penghancur kertas, bisa juga dilakukan dengan cara membakar mushaf tersebut.
Akan tetapi ini dilakukan dengan catatan tidak sampai mengundang kesalah pahaman dan buruk sangka dari orang-orang sekitar.
Al-Imam Ibn Baththal mengatakan:
وفي أمر عثمان بتحريق الصحف والمصاحف حين جمع القرآن جواز تحريق الكتب التي فيها أسماء الله تعالى وأن ذلك إكرام لها، وصيانة من الوطء بالأقدام وطرحها في ضياع من الأرض
“Dan dalam perintah Utsman bin Affan untuk membakar lembaran dan mushaf-mushaf [yang tidak terstandar] pada saat penyatuan Al-Qur’an menunjukkan kebolehan membakar buku-buku yang di dalamnya terdapat nama-nama Allah dan hal itu merupakan bentuk pemuliaan atasnya. Serta bentuk penjagaan dari terinjak oleh kaki-kaki manusia dan penjagaan dari terlemparnya buku-buku ini ke tempat barang-barang tak berguna di jalan.” (Syarh Shahih Al-Bukhari, 10/226)
3. Di Kubur
صَرَّحَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ بِأَنَّ الْمُصْحَفَ إِذَا صَارَ بِحَالٍ لاَ يُقْرَأُ فِيهِ ، يُدْفَنُ كَالْمُسْلِمِ ، فَيُجْعَل فِي خِرْقَةٍ طَاهِرَةٍ ، وَيُدْفَنُ فِي مَحَلٍّ غَيْرِ مُمْتَهَنٍ لاَ يُوطَأُ
Hanafiyah dan Hanabilah menjelaskan bahwa mushaf jika keadaannya sudah tidak dapat dibaca hendaknya dikubur seperti mayit seorang muslim, dibungkus dengan kain yang suci, lalu dikuburkan di tempat yang tidak menghinakan dan merendahkan. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyyah, 21/21)
Hal ini juga pernah dilakukan oleh para salaf, diantaranya:
ذَكَرَ أَحْمَدُ أَنَّ أَبَا الْجَوْزَاءِ بَلِيَ لَهُ مُصْحَفٌ ، فَحَفَرَ لَهُ فِي مَسْجِدِهِ ، فَدَفَنَهُ . وَلِمَا رُوِيَ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَفَنَ الْمَصَاحِفَ بَيْنَ الْقَبْرِ وَالْمِنْبَرِ . أَمَّا غَيْرُهُ مِنَ الْكُتُبِ فَالأَْحْسَنُ كَذَلِكَ أَنْ تُدْفَنَ
Imam Ahmad menceritakan bahwa Abul Jauza’ memiliki mushaf yang sudah usang lalu dia membuat lubang di masjidnya dan menguburkannya di sana. Diriwayatkan bahwa Utsman Ibn ‘Affan mengubur mushaf-mushaf di antara kubur dan mimbar. Ada pun selain mushaf, seperti buku-buku sebaiknya juga dikubur. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 21/21).
4. Dibasahi Dengan Air Sampai Hancur
Al-Imam Ibn Abidin mengatakan,
ولا بأس بأن تلقى في ماء جار كما هي أو تدفن وهو أحسن
“Dan tidak mengapa untuk melempar ke air yang mengalir [seperti sungai] sebagaimana adanya [kertas atau buku yang tak terpakai yang terdapat lafadz Allah atau ayat Qur’an], atau menguburnya maka itu lebih baik.” (Radd Al-Muhtar ‘ala Ad-Durr Al-Mukhtar, 1/177)
Di dalam Mathalib Ulin Nuha [salah satu kitab fiqh madzhab hanbali] disebutkan :
(وكان طاوس لا يرى بأسا أن تحرق الكتب صيانة) لها عن الإمتهان، (وقال : إنَّ الماء والنار خلق من خلق الله تعالى ويتجه: المراد) بغسل المصحف والكتاب بالماء وحرقهما بالنار (إذا كانا) –أي: الماء والنار– (طاهرين)
“Dahulu Thawus tidak memandang masalah agar buku-buku [bekas] dibakar sebagai bentuk penjagaan atasnya dari penghinaan [baik sengaja maupun tidak disengaja]. Dan ia berkata : sesungguhnya air dan api adalah makhluk diantara makhluk ciptaan Allah dan ia mengarahkan : maksudnya kepada pembasahan mushaf dan buku dengan air serta pembakarannya dengan api, jika keduanya –yakni air dan api tersebut– dalam keadaan suci.” (Ar-Rahibaniy, Mathalib Ulin Nuha, 1/159)
Sumber: Pesantren Nashirus Sunnah Mesir