Fatwapedia.com – Halalkah daging hyena? Bagaimana pendapat para ulama akan hal ini? Secara garis besar, para ulama telah berselisih pendapat dalam dua perkataan ketika membahas hukum daging hyena (adh-dhabu’) :
1. Pendapat yang Mengharamkannya
Ini adalah madzhab dari Abu Hanifah, Malik, Sa’id bin Al-Musayyib, Ats-Tsauriy, dan Ibnul-Mubaarak rahimahumullah [Lihat Durrul Mukhtaar dengan hasyiyyah Ibni ‘Aabidiin 5/194, Sunan Abi Dawud ma’a Ma’aalimis Sunan 4/103, dan Tuhfatul Ahwadzi 5/499-500]
Dalil mereka yang utama adalah :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Abu Idris Al Khaulani dari Abu Tsa’labah radhiallahu ‘anhu,
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang makan daging binatang buas yang bertaring.” [Shahih Bukhari no. 5530]
و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ يَعْنِي ابْنَ مَهْدِيٍّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي حَكِيمٍ عَنْ عَبِيدَةَ بْنِ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Abdurrahman -yaitu Ibnu Mahdi- dari Malik dari Isma’il bin Abu Hakim dari ‘Abidah bin Sufyan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Setiap binatang buas (as-sibaa’) yang mempunyai taring, diharamkan untuk memakannya.” [Shahih Muslim no. 1933]
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Mu’adz Al ‘Anbari telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al Hakam dari Maimun bin Mihran dari Ibnu Abbas dia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” [Shahih Muslim no. 1934]
Baca juga: Hukum daging buaya
Menurut mereka, hyena (adh-dhabu’) termasuk binatang buas[1] yang mempunyai taring.
2. Pendapat yang Menghalalkannya
Ini adalah madzhab Sa’d bin Abi Waqqaash, Ibnu ‘Abbas, Atha’, Asy-Syaafi’iy, Ahmad, Ishaq (bin Rahawaih), dan Abu Tsaur rahimahumullah. [Lihat Mughnil Muhtaj 4/299, Al-Muqni’ dengan hasyiyyahnya 3/52, Sunan Abi Dawud ma’a Ma’aalimis Sunan 4/103, Sunan At Tirmidzi 2/198 no. 851, dan Tuhfatul-Ahwadzi 5/499-500]
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Ibnul ‘Arabiy, Al Khaththaabiy, Ibnu Hajar, Ibnul-Qayyim, Asy-Syaukaniy, dan yang lainnya.
Dalil mereka yang utama adalah :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ ابْنِ أَبِي عَمَّارٍ قَالَ
قُلْتُ لِجَابِرٍ الضَّبُعُ أَصَيْدٌ هِيَ قَالَ نَعَمْ قَالَ قُلْتُ آكُلُهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ قُلْتُ أَقَالَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْمَدِينِيِّ قَالَ يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَرَوَى جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ عَنْ جَابِرٍ عَنْ عُمَرَ وَحَدِيثُ ابْنِ جُرَيْجٍ أَصَحُّ وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَقَ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي الْمُحْرِمِ إِذَا أَصَابَ ضَبُعًا أَنَّ عَلَيْهِ الْجَزَاءَ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’ telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij dari Abdullah bin ‘Ubaid bin ‘Umair dari Ibnu Abu ‘Ammaar ia berkata : Aku bertanya kepada Jaabir :
“Apakah hyena (adh-dhabu’) termasuk hewan buruan ?”. Ia menjawab: “Ya”. Aku bertanya: “Bolehkah untuk memakannya?”. Ia menjawab: “Ya”. Aku kembali bertanya kepadanya: “Apakah (pembolehan) itu dikatakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam?”. Ia menjawab: “Ya”.
Abu ‘Isa berkata; “Ini merupakan hadits hasan shahih.” Ali bin Al Madini berkata; Yahya bin Sa’id berkata; Jarir bin Hazim telah meriwayatkan hadits ini lalu dia berkata; dari Jabir dari Umar. Hadits Ibnu Juraij lebih shahih, demikianlah pendapat Ahmad dan Ishaq. Sebagian ulama mengamalkan hadits ini. Yaitu seorang yang muhrim, jika berburu sejenis anjing liar maka dia harus mendapatkan dam. [Jami’ At-Tirmidzi no. 851]
Dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,
“Ada seseorang yang mengabari Ibnu ‘Umar bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash memakan ‘hyena’.” Nafi’ berkata, “Ibnu ‘Umar tidaklah mengingkari perbuatan Sa’ad.” [Diriwayatkan oleh Abdur Razaq, 4/513]
Asy-Syafi’iy berkata :
ما زال الناس يأكلون الضبع، ويتبعونه بين الصفا والمروة.
“Orang-orang senantiasa memakan hyena (adh-dhabu’) dan memburunya antara Shafaa dan Marwah.” [Ma’rifatus-Sunan wal-Aatsaar oleh Al Baihaqiy, 14/87 – melalui Al Hayawaanaat oleh Sulaiman Al-Khurasyiy, hal. 60]
Pendapat yang mengharamkan menyanggah pendalilan pihak yang menghalalkannya dengan beberapa point sebagai berikut :
a. Hadits Jaabir bukanlah hadits yang masyhur, sedangkan beramal dengan yang masyhur (hadits pengharaman binatang buas bertaring) lebih diutamakan.
b. Mendahulukan dalil pelarangan daripada dalil pembolehan jika ada pertentangan (ta’aarudh) sebagai langkah hati-hati – sebagaimana telah dikenal dalam ilmu ushul.
c. Membawa dalil yang menunjukkan pembolehan datang sebelum adanya dalil pengharaman. Atau secara ringkas, dalil pembolehan tersebut adalah mansukh dengan dalil pengharaman.
d. Hadits Jaabir tidak secara sharih menunjukkan kehalalan memakan daging hyena. Ada kemungkinan bahwa penyandaran Jaabir kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanya dalam kaitan hyena termasuk hewan buruan. Kemudian ia berijtihad bahwa semua hewan buruan halal dagingnya untuk dimakan. Atas dasar kemungkinan ini, hadits Jaabir ini tidak sah digunakan sebagai dalil.
Sanggahan di atas dijawab oleh pendapat kedua yang membolehkan sebagai berikut :
a. Bagaimana bisa dikatakan bahwa hadits Jaabir bukan hadits yang masyhur, sementara itu ia dishahihkan oleh banyak ahli hadits dulu dan sekarang seperti: Al-Bukhari, At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Baihaqiy, Ibnu Hajar, dan yang lainnya? Apalagi hal itu diamalkan oleh beberapa ulama salaf sebagaimana telah disebutkan. Telah menjadi satu hal yang maklum bahwa yang dijadikan pendalilan bagi satu hukum itu terletak pada keshahihan dan dilalah (penunjukkan)-nya, bukan pada masyhur dan tidaknya.
b. Jalan tarjih ataupun klaim adanya naasikh hanya dilakukan jika metode penjamakan tidak dapat ditempuh. Di sini, penjamakan dalil-dalil yang (kelihatan) bertentangan adalah memungkinkan/mudah. Menggunakan dua dalil secara bersamaan lebih diutamakan daripada menggunakan hanya satu dalil dan meninggalkan yang lainnya (padahal dua-duanya adalah shahih).
Dalil yang menyatakan kehalalan daging hyena lebih khusus daripada dalil pengharamannya. Hyena adalah jenis yang dikecualikan dari hewan-hewan buas yang bertaring. [Lihat Ma’aalimus-Sunan 4/103, As-Sailul-Jaraar hal. 724, dan I’laamul-Muwaqqi’iin 2/135].
Oleh karena itu, tidak ada pertentangan di antara kedua dalil itu.
c. Alasan bahwa hadits Jaabir tidak sah digunakan sebagai dalil karena tidak sharih penunjukkan penghalalan daging hyena terhapus dengan riwayat lain. Dari hadits Jaabir bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang secara tegas menghalalkan daging hyena:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْخُزَاعِيُّ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي عَمَّارٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الضَّبُعِ فَقَالَ هُوَ صَيْدٌ وَيُجْعَلُ فِيهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah Al Khuza’i telah menceritakan kepada kami Jarir bin Hazim dari Abdullah bin ‘Ubaid dari Abdurrahman bin Abu ‘Ammar dari Jabir bin Abdullah ia berkata,
“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai Hyena, beliau lalu menjawab:
“Hyena itu termasuk hewan buruan. Maka makanlah ia ! Dan denda seekor kambing gemuk (untuk disembelih) apabila seorang yang ihram membunuhnya.” [Sunan Abu Daud no. 3801, Darimi no. 1984 dan Al-Baihaqiy 5/183; lihat Shahiihul-Jaami’ no. 3899-3900]
Hadits di atas sekaligus menjelaskan kepada kita bahwa ditetapkan hewan buruan oleh syari’at sebagai penunjukkan kehalalan untuk memakan dagingnya. ‘Illat dengan adanya huruf fa’ tasbib menunjukkan daging hyena itu halal dengan sebab termasuk hewan buruan.
Sebagaimana yang kita lihat, pendapat kedua yang menghalalkan daging hyena lebih kuat. Berikut akan kami tuliskan fatwa singkat dari Al-Lajnah Ad-Daaimah :
س : نرجو إفادتنا عن أكل الضبع والثعلب والضب ، حلال ، أو حرام ، أو مشتبه فيه ؟ جزاكم الله خير الجزاء .
ج : الضبع والضب حلال ، وأما الثعلب فحرام .
وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم .
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو … عضو … نائب الرئيس … الرئيس
عبد الله بن قعود … عبد الله بن غديان … عبد الرزاق عفيفي … عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Pertanyaan : Kami mengharapkan satu faedah dari penjelasan Anda tentang hukum memakan hyena (adh-dhabu’), musang (ats-tsa’lab), dan kadal padang pasir (dhabb). Apakah ia halal, haram, atau termasuk perkara syubhat ? Jazaakumullahu khairal-jazaa’.
Jawab : Hyena dan kadal padang pasir adalah halal. Adapun musang adalah haram. Wabillaahi-taufiiq. Wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammadin wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Al-Lajnah Ad-Daaimah li-Buhuuts Al-‘Ilmiyyah wal-Iftaa’. ‘Abdurrahman bin Qu’uud (anggota), ‘Abdulah bin Ghudayyan (anggota), ‘Abdurrazzaq ‘Afiifiy (wakil ketua), dan ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin Baaz (ketua). [Fataawaa no. 5976]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
فإن كثيراً من ذوي الخبرة يقولون: إن الضبع لا تفترس بنابها، وليست بسَبُع، ولا تفترس إلا عند لضرورة، أو عند العدوان عليها، يعني إذا جاعت جداً ربما تفترس، وليس من طبيعتها العدوان، أو إذا اعتدى أحدٌ عليها فربما تفترسه، مثل أن يأخذ أولادها من بين يديها، وما أشبه ذلك، وإلا فليست كذلك.
“Banyak ahli yang berpengalaman mengatakan, ‘Hyena tidak memangsa dengan taringnya, dan hyena bukan termasuk binatang buas. Hyena tidaklah menangkap mangsanya kecuali dalam keadaan darurat, atau ketika ada yang ingin ia mangsa—yakni di saat lapar mungkin saja dia akan mencari mangsa, namun bukan tabiatnya menganiaya yang lain—atau di saat ada sesuatu yang mengancamnya, mungkin saja dia akan memangsanya, seperti merampas anak-anaknya di hadapannya, dan yang semisalnya.” [Asy-Syarhul Mumti’, 15/17-18]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
إنما حرم ما اشتمل على الوصفين : أن يكون له ناب ، وأن يكون من السباع العادية بطبعها : كالأسد والذئب والنمر والفهد ، وأما الضبع فإنما فيها أحد الوصفين ، وهو كونها ذات ناب ، وليست من السباع العادية .
“Sesungguhnya hewan yang haram memiliki dua sifat : yaitu hewan yang memiliki taring dan hewan yang buas yang secara tabiat menerkam, seperti singa, serigala, macan tutul, dan macan kumbang. Adapun Adh-dhabu’ (Hyena) memiliki satu diantaran dua sifat di atas, yaitu memiliki taring, tetapi bukanlah dari jenis hewan buas yang menerkam secara tabiatnya.”
Selain itu, di kalangan ulama kontemporer yang menghalalkannya antara lain Asy-Syaikh Muhammad bin Ibraahiim (Fataawaa wa Rasaail 1/3394 tanggal 29/10/1388), Asy-Syaikh Ibnu Baaz (mis. Majmu’ Fataawaa 23/34-35 no.18), Asy-Syaikh Al-Albani (mis. Silsilatul-Hudaa wan-Nuur no. 325 menit 30:58), dan Asy-Syaikh Al-Fauzaan (mis. Al-Mulakhash Al-Fiqhiy 2/581).
Apa Saja Kandungan Vitamin dari Daging Hyena?
Crocuta, atau lebih dikenal dengan sebutan hyena, adalah hewan pemakan daging yang memiliki daging yang cukup populer di beberapa tempat di dunia, terutama di Afrika. Berikut ini adalah kandungan daging hyena:
- Protein: Daging hyena mengandung protein tinggi yang diperlukan oleh tubuh untuk membangun dan memperbaiki jaringan-jaringan dalam tubuh.
- Lemak: Daging hyena memiliki kandungan lemak yang relatif tinggi, namun sebagian besar adalah lemak sehat yang diperlukan oleh tubuh.
- Zat besi: Daging hyena juga mengandung zat besi yang cukup tinggi, yang diperlukan untuk membantu pembentukan sel darah merah dalam tubuh.
- Vitamin dan mineral lainnya: Selain zat besi, daging hyena juga mengandung vitamin dan mineral lainnya seperti vitamin B kompleks, vitamin E, seng, dan fosfor.
Namun, penting untuk diingat bahwa konsumsi daging hyena tidak selalu dianjurkan karena risiko penyakit dan infeksi yang mungkin terkait dengan hewan ini. Selalu pastikan untuk memasak daging dengan benar dan mematuhi aturan keamanan pangan yang berlaku.
Wallaahu ta’ala a’lam. Semoga artikel ringkas ini ada manfaatnya.
Bahan bacaan :
1. Ahkaamul-Qur’an oleh Abu Bakr bin Al-‘Arabiy, takhrij & ta’liq : Muhammad bin ‘Abdil-Qaadir ‘Athaa’; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 3/1424, Beirut.
2. Al-Hayawaanaat Maa Yajuuz Akalahu wa Maa Laa Yajuuz oleh Sulaiman bin Shaalih Al-Khurasyiy; Daarul-Qaasim, Cet. 1/1420, Riyaadh.
3. Al-Mulakhash Al-Fiqhiy oleh Shaalih Al-Fauzaan; Daarul-‘Aashimah, Cet. 1/1423, Riyadh.
4. As-Sailul-Jaraar oleh Asy-Syaukaniy; Daar Ibni Hazm, Cet. 1, Beirut.
5. I’laamul-Muwaqqi’iin oleh Ibnul-Qayyim, tahqiq : Thaha ‘Abdur-Rauf Sa’d; Maktabah Al-Kulliyyaatil-Azhariyyah, Cet. Thn. 1388, Kairo.
6. Sunan Abi Dawud ma’a Ma’aalimus-Sunan oleh Al-Khaththaabiy; Daar Ibni Hazm, Cet. 1/1418, Beirut.
7. Tuhfatul-Ahwadziy bi-Syarh Jaami’ At-Tirmidziy oleh Al-Mubaarakfuriy, tahshhih : ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Abdil-Lathiif; Daarul-Fikr, Beirut.
* * *
Catatan kaki :
[1] Mengenai definisi hewan buas (as-sibaa’), Al-Imam Ahmad berkata: “Setiap hewan yang menggigit dengan taringnya, maka ia termasuk binatang buas.” [Syarh Az-Zarkasyiy ‘alaa Mukhtashar Al-Khiraqiy, 6/675 – melalui perantaraan Al-Hayawaanaat oleh Sulaiman Al-Khurasyiy, hal. 21]
Adapun Ibnul-Atsiir berkata: “Hewan apa saja yang menerkam hewan lainnya dan memakannya secara paksa seperti singa, macan, serigala, dan sebangsanya.”
[An-Nihaayah – materi kata سبع]
Link sumber disini