Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Negara
Fatwapedia.com – Para ulama berdalil dengan Hadits: وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ (Kecelakaan berupa api neraka bagi tumit-tumit), bahwa kaki wajib dibasuh (غسل) dalam wudhu, dan tidak cukup hanya dengan diusap (مسح) saja. Hal ini dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
1. Hadits ini memiliki sababul wurud (sebab diucapkannya Hadits), yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat sekelompok orang berwudhu sedangkan tumit mereka tidak terkena basuhan air. Lalu Nabi menyampaikan kecamannya sebagaimana dalam Hadits. Kecaman ini menunjukkan bahwa tumit (yang merupakan bagian dari kaki) wajib dibasuh saat wudhu.
2. Dalam sebagian jalur periwayatannya, ada tambahan redaksi: أَسْبِغُوا الْوُضُوْءَ (Sempurnakanlah oleh kalian wudhu) di awalnya, dan redaksi أسبغوا tidak dikatakan untuk sesuatu yang diusap, tapi untuk sesuatu yang dibasuh.
3. Imam Al-Baihaqi menyatakan, ada Hadits shahih dari ‘Amr bin ‘Anbasah radhiyallahu ‘anhu yang menyebutkan secara sharih (jelas) bahwa Allah ta’ala memerintahkan membasuh kaki saat wudhu. Redaksinya: ثُمَّ يَغْسِلُ رِجْلَيْهِ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ (Kemudian dia membasuh kedua kakinya sebagaimana Allah memerintahkannya).
4. Hadits shahih dari ‘Utsman dan beberapa shahabat lain radhiyallahu ‘anhum yang mengajarkan tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menunjukkan bahwa beliau membasuh kaki saat wudhu.
Dari beberapa hal di atas, tampak jelas bahwa kaki wajib dibasuh dalam wudhu, dan tidak cukup diusap saja. Dan hal ini merupakan kesepakatan ulama, sedangkan pendapat yang menyelisihinya dianggap sebagai pendapat yang batil. Di antara pendapat yang batil itu adalah pendapat syiah yang menyatakan wajibnya mengusap kaki, pendapat sebagian ulama zhahiriyyah yang mewajibkan menggabungkan membasuh dan mengusap pada kaki, serta pendapat Al-Jubbai dari mu’tazilah yang menyatakan boleh memilih antara membasuh atau mengusap kaki.
Lalu bagaimana dengan beberapa qiraat mutawatirah (qiraah Ibn Katsir, Hamzah dan Abi ‘Amr) yang membaca وَأَرْجُلِكُمْ pada ayat wudhu dengan mengkasrahkannya, yang zhahirnya menunjukkan ia ‘athaf pada mengusap kepala, yang berkonsekuensi perintah untuk kaki adalah diusap seperti pada kepala, bukan dibasuh?
Hal ini pun menjadi argumentasi pihak yang menyatakan kaki itu wajib diusap, bahwa mereka berdalil dengan ayat Al-Qur’an (berdasarkan qiraah di atas), sedangkan yang menyatakan kaki wajib dibasuh berdalil dengan Hadits ahad, dan menurut mereka tidak sah menasakh ayat Al-Qur’an dengan Hadits ahad.
Namun argumentasi mereka ini dijawab dengan:
1. Argumentasi mereka bisa diterima, seandainya nash Al-Qur’an dengan qiraah di atas tidak bisa dita’wil. Namun faktanya ia bisa dita’wil sehingga argumentasi mereka menjadi runtuh.
2. Ta’wil dari ayat ini dengan qiraah di atas adalah, perintah untuk mengusap kaki itu memiliki qayd (batasan) yaitu saat orang tersebut memakai khuf (sepatu), sedangkan saat dia tidak memakai khuf maka perintahnya adalah membasuh kaki, sebagaimana qiraah mutawatirah lainnya yang membacanya dengan fathah. Hal ini didukung oleh riwayat yang begitu banyak hingga mencapai mutawatir, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membasuh kaki beliau saat wudhu, dan beliau tidak pernah mengusapnya kecuali saat sedang memakai khuf. Wallahu a’lam.
Rujukan:
1. Al-‘Uddah Fi Syarh Al-‘Umdah Fi Ahadits Al-Ahkam, karya Imam Ibn Al-‘Aththar Asy-Syafi’i, Juz 1, Halaman 58-59, Penerbit Dar Al-Basyair Al-Islamiyyah, Beirut, Libanon.
2. Al-I’lam Bi Fawaid ‘Umdah Al-Ahkam, karya Imam Ibn Al-Mulaqqin Asy-Syafi’i, Juz 1, Halaman 237-239, Penerbit Dar Al-‘Ashimah, Riyadh, Saudi Arabia.