Fatwapedia.com – Imam Ibnu al-Imad al-Mishri asy-Syafi’i menuliskan mandzumah dalam 290 bait tentang najis ma’fu anhu. Beliau menyebutkan 66 najis yang masuk kategori najis ma’fu anhu. Bahkan sebagian ulama menyempurnakan menjadi 70. Namun dalam 66 atau 70 juga bercampur dengan pendapat dhaif dalam mazhab syafii, bahkan sebagian adalah pendapat mazhab lain. Syaikh Al-Faqih Mushtafa Abdunnabi menyebutkan, bahwa yang mu’tamad dari semua itu hanya 51.
Di bawah ini akan kami tuliskan satu persatu dengan matan sekaligus terjemahannya, agar bisa diketahui oleh khalayak ramai, baik pelajar agama maupun tidak, karena hal ini sudah semestinya diketahui oleh semua muslim:
هذه واحد وخمسون نجاسة معفو عنها عند الشافعية
Berikut ini 51 Najis yang terkategori ma’fu anhu (yang ditolerir) dalam mazhab Syafi’i:
1 – كلُّ دم يسيرٍ من آدميٍّ وغيرِه سوى الكلبِ والخِنزير.
Darah yang sedikit, baik darah manusia atau darah hewan lainnya selain darah anjing dan babi.
2 – دمُ وقيحُ الجروحِ ولو كان كثيرًا، شريطةَ أن يكونَ من الإنسان نفسِه، ولم تكن بفعله، ولم تُجاوز محِلَّها، فإن كانت بفعله أو تجاوَزَت محِلَّها فلا يُعفى عنها، بل عن القليل فقط.
Darah dan nanah luka, sekalipun banyak. Dengan syarat darah dan nanah itu memang berasal dari dirinya sendiri, bukan karena perbuatannya dan tidak melewati tempat luka tersebut. Maka kalau luka itu disebabkan oleh dirinya atau melewati batas luka maka tidak masuk kategori ma’fu anhu, tapi kalau hanya sedikit maka dikategorikan ma’fu anhu.
3 – ماءُ القروحِ والنفاطات والجدري.
Darah bisul atau cacar.
4 – القليلُ من دم القملِ والبراغيث والبَقِّ والبعوض، ولا يُعفى عن حمل جِلدها.
Sedikit darah kutu dan nyamuk. Tidak dengan kulitnya, maka tidak boleh membawanya.
5 – موضعُ الفصد والحجامة.
Tempat bekas bekam.
6 – رشاشُ البولِ الذي لا يُدركه الطرفُ المعتدلُ إذا أصاب الثوبَ أو البدن.
Percikan kencing yang tidak tampak oleh mata normal yang mengenai pakaian atau badan.
7 – وَنِيمُ الذُّباب والزنبورِ والنحل والنمل والفَرَاش والجراد وبولِ الخُفَّاش.
Kotoran lalat, tawon, lebah, semut, kupu-kupu, belalang dan kencing kelelawar.
8 – بيضُ القمل والصئْبان وبزر القَزِّ.
Telur kutu dan kepompong (sarang ulat sutera).
9 – بولُ الدوابِّ ورَوثها الذي يصيبُ الحبوبَ أثناء دوسها.
Kencing dan kotoran hewan yang mengenai biji-bijian pasca mengiriknya.
10 – روثُ الأنعامِ وبولُها الذي يصيب اللبنَ أثناء الحلْب ما لم يكثرْ فيتغير اللبنُ، ونجاسةُ ثدي المحلوبة إذا وقع في اللبن حال حَلْبه.
Kotoran dan kencing hewan ternak yang mengenai susu ketika memerahnya dengan syarat tidak banyak sehingga menjadikan susu berubah. Dan dimaafkan kelenjar susu yang bernajis dari hewan yang diperah susunya jika jatuh ke susu ketika diperah.
11 – رَوثُ السَّمكِ إلا إذا تغيَّر الماءُ.
Kotoran ikan. Kecuali kalau air berubah.
12 – ذَرْقُ الطيور في الأماكن التي تترددُ عليها كالحرم المكيِّ والمدني والمساجد الجامعة؛ لعموم البلوى وعسر الاحتراز عنه.
Kotoran burung di tempat-tempat yang mana burung mondar-mandir di sana, seperti Masjidil haram Makkah, Madinah dan masjid-masjid jami’ lainnya. Karena “umum bala” dan sulit menghindarinya.
13 – ما يصيب ثوبَ الجزَّار من دمٍ ما لم يكثر.
Darah yang mengenai pakaian tukang potong hewan dengan syarat tidak banyak.
14 – الدمُ الذي على اللحم.
Darah yang ada pada daging.
15 – الميتةُ التي لا نفسَ لها سائلة إذا وقعت في مائع؛ كالذُّباب والبعوض والنمل والعقرب والوَزَغ، شريطة أن تقعَ بنفسها، ولم تؤدِّ إلى تغيُّر المائع.
Bangkai dari hewan yang tidak berdarah apabila jatuh kedalam benda cair. Seperti lalat, nyamuk, semut, kalajengking dan cicak. Dengan dua syarat: pertama : dia jatuh sendiri (tidak dengan perbuatan manusia), kedua : tidak menyebabkan benda cair itu berubah.
16 – الميتةُ التي كان منشؤُها الماء وماتت فيه، فلا ينجُس بها.
Bangkai dari hewan yang tempat muncul asalnya adalah di air lalu mati di air, maka air tidak ternajisi.
17 – اليسيرُ عُرفًا من شَعر نجس من غير نحو كلبٍ وخنزير، ويعفى عن كثير من مركوب.
Bulu najis yang sedikit menurut ‘urf (kebiasaan) selain anjing dan babi. Dan juga terkategori najis ma’fu anhu adalah bulu hewan yang ditunggangi sekalipun banyak.
18 – قليلُ دخان نجس، وغبار سرجين، ونحوه مما تحمله الريحُ كالذَّر.
Sedikit uap/asap najis, debu pupuk (pupuk dari kotoran hewan) dan sejenisnya yang diterbangkan oleh angin.
19 – الحيوانُ المتنجس المنفذ إذا وقع في المائع للمشقةِ في صونه، لا آدمي مستجمر.
Hewan yang mana lubang tempat kotorannya bernajis seandainya masuk ke dalam cairan, karena sulit menghindarinya, lain halnya dengan mustajmir (orang yang beristinjak dengan menggunakan batu dan sejenisnya selain air) maka tidak terkategori najis ma’fu anhu (seandainya masuk ke dalam cairan atau air, maka cairan tersebut hukumnya najis).
20 – فم الحيوانِ الطاهر كالهِرَّة لو تنجس ثم غاب وأمكن ورودُه على ماء كثيرٍ ثم ولغ في طاهرٍ لم ينجسه.
Mulut hewan yang suci seperti kucing yang apabila mulutnya bernajis, kemudian dia menghilang dan pasca masa menghilangnya ada kemungkinan dia telah mendatangi air yang banyak. Kemudian dia menjilati sesuatu yang suci maka jilatannya itu tidak menajisi sesuatu yang suci tersebut.
21 – وكمسألة الهِرَّة: المجنون إذا أكل نجاسةً ثم غاب بحيث يمكنُ ورودُه على ماء كثير.
Serupa dengan kasus kucing di atas yaitu orang gila. Apabila dia memakan najis lalu menghilang dan pasca masa menghilangnya ada kemungkinan dia telah mendatangi air yang banyak.
22 – النجاسةُ في يد الإنسانِ إذا غاب ثم أتى واحتمل غسله في ماء كثير.
Najis yang ada di tangan seseorang. Dengan catatan dia menghilang lalu kembali. Dan pasca masa menghilangnya ada kemungkinan telah dia basuh pada air banyak.
23 – لبن الشاةِ إذا أكلت نجاسةً، لكنه مكروهٌ حال تغيُّره، وبَيضُ الدَّجاجة التي أكلت النجاسةَ، وكذلك مُجاج النَّحلة التي تغذَّتْ على عسلٍ نجس.
Susu dari kambing yang memakan najis. Tetapi hukumnya makruh seandainya bentuk susunya berubah. Dan telur dari ayam yang memakan najis. Begitu juga madu dari lebah yang mana suplai makanannya dari sesuatu yang najis.
24 – فمُ الطفل المتنجس بالقيء إذا أخذ ثديَ أمِّه.
Mulut bayi yang terkena najis dengan sebab muntah, apabila dia menghisap puting susu ibunya (maka ma’fu anhu).
25 – لعابُ النائمِ الخارج من المعدةِ في حقِّ المبتلى به.
Air liur orang yang tidur (ngiler) yang bersumber dari dalam perut, khusus bagi orang yang sering mengalaminya. (karena pada dasarnya air liur yang berasal dari perut hukumnya najis).
26 – أثر محِلِّ الاستجمارِ في حقِّ الشخص نفسِه لا غيره.
Bekas tempat istijmar (istinjak menggunakan benda padat selain air, seperti batu dll), yaitu kepala zakar dan lingkaran lubang pantat, itu ma’fu anhu bagi orang itu sendiri, bukan untuk orang lain.
27 – ماءُ الميزابِ الذي تُظنُّ نجاستُه.
Saluran atau talang air yang diduga najis.
28 – القليلُ من طين الشوارعِ النجِس؛ لصعوبةِ الاحترازِ.
Sedikit lumpur jalanan yang najis (najis dengan yakin) karena sulit dihindari.
29 – السَّخْلَة إذا رضعت من كلبةٍ أو خنزيرة.
Anak kambing yang menyusu kepada anjing atau babi.
30 – ما في بطنِ مأكولِ اللحم أو منفذه من رَوثٍ إذا ذاب واختلط بالماء ولم يُغَيِّرْ.
Kotoran yang ada di dalam perut hewan yang halal dimakan (seperti sapi) atau pada saluran keluarnya kotorannya, apabila melebur dan bercampur dengan air namun tidak mengubah air tersebut.
31 – المائعُ الذي سقطت فيه ميتةُ آدميٍّ لا ينجُس؛ لتكريم الله تعالى بني آدم.
Cairan yang dimasuki oleh bangkai manusia, maka cairan itu tidak najis. Sebagai bentuk Allah memuliakan Bani adam.
32 – البطيخُ الذي سُقي بالبولِ والنَّجاسة.
Semangka yang disirami dengan air seni dan najis.
33 – الجبنُ المعمولُ بالإِنْفَحَّةِ المتنجسة.
Keju yang dibuat dengan abomasum yang terkena najis. (karena sulit berhati-hati darinya dan masuk ke dalam kaidah sesuatu yang umum bala; ma yaummu bihi al-balwa).
34 – الزيتونُ التي نُقعت في ماء نجس، فيكفي غسلُ ظاهرِها.
Buah zaitun yang dicelupkan atau direndam pada air najis, maka cukup mencuci bagian luarnya saja.
35 – البيضة إذا طُبخت في مائعٍ نجِس.
Telur yang dimasak dengan menggunakan cairan najis.
36 – جبرُ العَظْم بنجِس عند فقد طاهرٍ للضرورة.
Menambal tulang yang patah dengan benda najis ketika tidak ada penambal yang suci, karena darurat.
37 – علاجُ الجُرح بدواء نجِس أو خيطٍ نجِس للضرورة.
Mengobati luka dengan obat atau benang najis, karena darurat.
38 – الوشمُ في الجسم إن فُعِل به وهو صغيرٌ، أو كان مُكرهًا، أو جاهلًا التحريمَ، فلا تلزمُه إزالتُه، إلا إن كان باختياره ولم يخشَ ضررًا فيجبُ إزالتُه، فإن خشي ضررًا فلا.
Tato di tubuh jika dilakukan ketika dia masih kecil, atau dia dipaksa, atau tidak tahu tentang larangannya, maka dia tidak harus menghapusnya, kecuali dia bertato atas kehendaknya sendiri (ketika mukallaf) dan dia tidak takut akan bahaya seandainya dihilangkan, maka wajib dihilangkan. Namun jika dia takut akan memberi mudarat, maka tidak ada kewajiban untuk menghilangkannya.
39 – السكينُ لو سُقيت بعد إحمائها بالنجِس، فيكفي غسلُها.
Pisau yang disiram dengan najis setelah dihangatkan dengan api, maka untuk mensucikannya cukup dicuci.
40 – اللحمُ المغلي بالماء النجِس يكفي غسلُه.
Daging yang direbus dengan air najis, maka untuk mensucikannya cukup dengan dibasuh.
Mari belajar fiqih Syafi’iyah❤️🤲