Fatwapedia.com – Kematian Ratu Inggris pada beberapa hari yang lalu, membuka kembali perdebatan terkait kevalidan ratu Elizabeth II sebagai keturunan dari ahli bait yang bersambung nasabnya sampai kepada Nabi kita yang mulia ﷺ.
DR. Ali Jum’ah -mufti Mesir sebelumnya- pernah membuat statemen bahwa ratu Elizabeth II adalah keturunan ahli bait yang nasabnya bersambung kepada bani Hasyim. Kemudian ketika ada yang bertanya, mengapa sang ratu tidak beragama Islam, sehingga menjadi ratunya kaum Muslimin, maka DR. Ali Jum’ah menjawab bahwa dulu ada kakek dari sang ratu yang pindah kepada agama nasrani, karena ketika itu kerajaan Islam di eropa kalah, yang kemudian penduduk Muslim di sana dipaksa untuk pindah agama, sehingga kemudian anak keturunannya pun beragama Nasrani bukan sebagai seorang Muslim-Muslimah.
Kalau kita mengikuti alur cerita DR. Ali Jum’ah, maka mungkin beliau mendapatkan kisah ini dari seorang sejarahwan barat yang katanya bernama John Burke yang menulis kitab “Thabaqah an-Nubalaa”, yang salah satu isi bukunya adalah menjelaskan silsilah nasab ratu Inggris tersebut sampai kepada Nabi kita ﷺ (sebagaimana terlampir).
Cerita perpindahan agama ini bermula ketika Zaidah anak perempuannya Abul Qasim al-Mu’tamid ‘alaallah bin ‘Abbad al-Lakhmi, yang dikenal dengan nama ‘Abbad III, sebagai Sultan terakhir bani ‘Abbad di Andalusia. Setelah kekuasaannya berakhir, maka Zaidah anaknya tersebut melarikan diri dengan membawa anak-anaknya ke negeri Qasytalah, lalu ia pun diterima dengan baik oleh rajanya pada waktu itu yang bernama Alfonso VI, yang dijuluki dengan king of Leon. Zaidah ini kemudian berganti nama menjadi Isabela setelah dinikahi oleh Alfonso VI dan darinya lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Sancho yang dari sinilah diturunkan silsilah raja-raja Inggris sampai kepada ratu Elizabeth II.
Terkait masalah nasab yang bersambung kepada ahlu bait, karena Jon Burke mengklaim bahwa al-Mu’tamid ‘alaallah yang nota bene adalah bapaknya Zaidah alias Isabela, merupakan keturunan dari Na’im al-Lakhmi. Na’im ini sendiri konon adalah anak dari Zahra bin Husain bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, sehingga pada titik inilah ketersambungannya dengan nasabnya ahlu bait Nabi ﷺ.
Akan tetapi kalau kita cermati, sulit sekali mendapatkan referensi siapa yang dimaksud dengan Zahra binti Husain bin Hasan bin Ali. Kalau kita lihat biografi al-Imam Husain bin Hasan rahimahullah, maka beliau hanya meninggal anak perempuan yang bernama Fatimah. Mungkin ada yang mengatakan bisa jadi Zahra ini nama julukan saja, sebagaimana anak Nabi yang mulia ﷺ, Fatimah juga sering dikenal dengan nama Fatimah az-Zahra.
Namun masih tersisa lagi misteri, jika memang yang dimaksud adalah Fatimah binti Husain tadi, maka sosok Fatimah ini, dari referensi yang saya dapatkan yakni di kitab “Nasab Quraisy”, karya Mush’ab az-Zubairiy rahimahullah (w. 236 H), memiliki 3 orang anak yang bernama : Ismail, Abdullah dan Ummu Farwah. Tidak disebutkan sosok Na’im al-Lakhmi yang menjadi tokoh penting yang menyambung nasabnya bapaknya Zaidah alias Isabela.
Dalam tarikh Ibnu Khaldun, saya hanya mendapatkan info bahwa athaf bin Na’im al-Lakhmi adalah orang yang pertama kali masuk ke negeri Andalusia yang akhirnya bercokolah keturunannya menjadi penguasa di sana. Kabilah lakhmi sendiri adalah anak keturunan dari Nu’man bin Mundzir raja Hirah, yang berasal dari Yaman yang jika dirunut nasabnya lagi sampai kepada Arab Qathan.
Kesimpulannya, fatwapedia.com mencatat: nasab ratu Elizabeth II yang diklaim bersambung kepada Rasulullah ﷺ, masih belum bisa dipastikan secara ilmiah, karena ada kegelapan, terutama pada sosok ayahnya Na’im al-Lakhmi yang diklaim merupakan suami dari Zahra binti Husain bin Hasan dan juga Zahranya sendiri siapa beliau sebenarnya, apakah memang Fatimah bin Husain bin Hasan atau sosok yang lain dan benarkah ia menjadi ibu bagi Na’im al-Lakhmi. Seandainya kita tetapkan bahwa titik mula kisah Ziadah alias Isabel, maka paling banternya kita hanya bisa mengklaim bahwa ratu Elizabeth II adalah keturunan dari Sultan Islam yang dulunya pernah berkuasa di dataran Eropa.
Beberapa masyaikh Mesir yang saya baca Komentarnya, seperti DR. Ro’fat Ghunaimiy dan Doktor Abdul Maksud Basya, keduanya adalah guru besar sejarah, meragukan validitas nasab yang kita bahas ini sampai kepada Ahlu Bait. Wallahu A’lam.
Penulis: Abu Sa’id Neno Triyono