Fatwapedia.com – Untuk mengetahui dahsyatnya perang melawan nabi palsu Musailimah Al-Kadzdzab, berikut ini kami kutip uraian Ibnu Katsir dalam kitabnya, Bidayah wa An-Nihayah:
Sebelum kedatangan Khalid bin Al-Walid, Abu Bakar telah mengutus Ikrimah bin Abi Jahal dan Syurahbil bin Hasanah menuju Musailimah. Namun keduanya tidak mampu menghadapi Bani Hanifah disebabkan jumlah mereka yang amat banyak, yakni sekitar 40.000 orang. Ikrimah kembali sebelum kedatangan temannya, Syurahbil.
Tatkala mereka berpapasan di jalan, keduanya sepakat untuk berbalik. Adapun Musailimah, ketika mendengar kedatangan Khalid, dia menempatkan pasukannya di suatu tempat yang bernama Aqraba’ di penghujung bumi Yamamah. Sementara perkampungan tepat di arah punggung mereka.
Musailimah menggugah fanatisme kesukuan pasukannya sehingga bangkitlah fanatisme penduduk Yamamah memenuhi ajakannya. Dia tempatkan pada dua sayap pasukannya masing-masing Al-Muhkam bin Thufail dan Ar-Rajjal bin Anfawah bin Nahsyal. Ar-Rajjal adalah teman Musailimah yang pernah bersaksi bahwa dia pernah mendengar Rasulullah menyatakan bahwa Musailimah telah mendapatkan wahyu seperti nabi. Akibat kesaksian palsunya itu orang terlaknat ini memiliki andil besar dalam menyesatkan penduduk Yamamah. Hingga akhirnya penduduk Yamamah mengikuti Musailimah, semoga Allah melaknat keduanya. Bahkan Ar-Rajjal pernah datang menghadap Rasulullah dan sempat membaca surat Al-Baqarah.
Saif bin Umar meriwayatkan dari Thulaihah dari Ikrimah dari Abu furairah dia berkata; Suatu hari saya duduk di sisi Rasulullah bersama sekelompok orang, di tengah kami hadir Ar-Rajjal bin Anfawah. Nabi bersabda,
إِنَّ فِيكُمْ لَرَجُلاً ضَرْسُهُ فِي النَّارِ أَعْظَمُ مِنْ جبل أُحُدٍ”
“Sesungguhnya di antara kalian ada seseorang yang gigi gerahamnya di neraka lebih besar dari Gunung Uhud.”
Kemudian saya (Abu Hurairah) perhatikan bahwa seluruh yang dulu hadir telah wafat, dan yang tinggal hanya saya dan Ar-Rajjal. Saya sangat takut menjadi orang yang disebutkan oleh Nabi tersebut hingga akhirnya Ar-Rajjal keluar mengikuti Musailimah dan membenarkan kenabiannya. Sesungguhnya fitnah Ar-Rajjal lebih besar daripada fitnah yang ditimbulkan oleh Musailimah.
Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari gurunya, dari Abu Hurairah. Pasukan Khalid telah dekat, formasi pasukannya; di depan dipimpin Syurahbil bin Hasanah, sementara di sayap kiri dan kanan Zaid dan Abu Hudzaifah. Pasukan Islam yang terdepan (pimpinan Syurahbil) yang lebih dahulu menemui musuh yang berjumlah empat puluh prajurit -ada yang mengatakan enam puluh prajurit penunggang kudadi malam hari di bawah pimpinan Majja’ah bin Murarah. Kali ini dia berangkat untuk membalas dendam terhadap Bani Tamim dan Bani Amir. Kemudian ketika dia (Majja‘ah bin Murarah) kembali kepada kaumnya, dia dan teman-temannya ditangkap oleh kaum Muslimin dan dibawa kepada Khalid.
Seluruhnya minta pengampunan Khalid, namun Khalid tidak percaya bahkan memerintahkan seluruhnya dibunuh kecuali Majja’ah. Dia dibiarkan hidup dalam keadaan terikat di sisi Khalid, karena keahliannya dalam siasat berang-. Apalagi dia merupakan pemimpin yang dimuliakan dan dipatuhi Oleh kaumnya.
Versi lain mengatakan bahwa ketika mereka dihadapkan kepada Khalid, dia bertanya kepada mereka, “Bagaimana pendapat kalian wahai Banj Hanifah?” Mereka serentak menjawab, “Dari kami seorang nabi dan dari kalian seorang nabi pula.”
Khalid membunuh mereka semua kecuali seorang yang bernama Sariyah. Sariyah berkata kepada Khalid, “Wahai lelaki, jika Anda ingin berperang esok hari, bagaimanapun kondisi yang Anda temui ataupun sebaliknya, namun biarkanlah satu orang ini hidup!” -yaitu Majja‘ah bin Murarah Oleh karena itu, Khalid membiarkannya hidup dalam keadaan terikat.
Ketika kedua pasukan bertemu, Musailamah berkata kepada kaumnya, “Hari ini adalah hari penentuan! Hari ini jika kalian kalah maka istri-isti kalian akan dinikahi orang lain dan ditawan, atau mereka akan dinikahi dengan paksa. Oleh karena itu, berperanglah kalian untuk mempertahankan harga diri dan kaum wanita kalian.”
Adapun kaum muslimin, mereka telah maju dan membuat pertahanan di perbatasan Yamamanh. Di sana Khalid telah mendirikan tenda-tenda. Panji kaum Muhajirin dipegang oleh Salim Maula Abi Hudzaifah dan panji Anshar dipegang oleh Tsabit bin Qais bin Syammas. Orang-orang Arab juga membawa panji mereka, sementara Majja‘ah terikat di dalam tenda.
Pertempuran antara kaum Muslimin dan orang-orang kafir mulai berkobar, namun tiba-tiba terjadi serangan balik oleh pasukan Musailimah. Kaum Muslimin mulai terdesak hingga Bani Hanifah berhasil memasuki tenda Khalid bin Al-Walid dan hampir membunuh Ummu Tamim, kalau tidak dilindungi oleh Majja’ah dan berkata, “Sesungguhnya wanita merdeka ini sangat mulia.”
Pada waktu terjadinya serangan balik inilah Ar-Rajjal bin Anfawah tewas terbunuh -semoga Allah melaknatnya-. Dia dibunuh oleh Zaid bin Al-Khathab. Situasi semakin menggenting, sesama sahabat mulai saling memberi semangat, Tsabit bin Qais bin Syammas berkata, “Alangkah jelek perbuatan kalian terhadap rekan-rekan kalian!” Dia mulai menyeru ke setiap penjuru, “Bantulah kami, wahai Khalid!” Sebagian kaum Muhajirin dan Anshaf datang membantu.
Disebutkan bahwa Al-Bara’ bin Ma’rur jika melihat peperangan bergejolak semangatnya berkobar, maka dirinya akan bergetar hebat seolah diserang al-anva (tertimpa demam dan menggigil hebat). Dia segera duduk di atas punggung kendaraannya hingga terkencing-kencing dalam celana. Setelah itu, dia menjerit laksana singa Mengaum dan maju Menyerang Bani tianifah dengan penuh keberanian yang tidak ada tandingannya. Para sahabat saling berwasiat satu sama lainnya dan saling berkata, “Wahai penghafal surat Al-Baqarah, hari ini sihir akan hancur!” Sementara Tsabit bin Qais telah menggali dua lubang dan membenamkan kedua kakinya ke dalamnya hingga sampai betisnya, dia mengenakan kain kafan lengkap dengan wangi-wangian sambil membawa panji Anshar, dia tetap tegar di tempat itu hingga akhirnya terbunuh.
Orang-orang Muhajirin berkata kepada Salim Maula Abi Hudzaifah, “Tidakkah engkau takut jika musuh berhasil menjebol pertahananmu?” Dia berkata, “Kalau itu terjadi alangkah buruk diriku sebagai penghafal Al-Quran.”
Zaid bin Al-Khathab berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, gigit erat dengan geraham kalian dan bunuhlah musuh-musuh, majulah dan seranglah!” Dia juga berkata, “Demi Allah, aku bersumpah tidak akan berbicara hingga Allah mengalahkan mereka atau aku bertemu dengan-Nya dan akan sampai hujahku!” Akhirnya dia terbunuh sebagai syahid.
Abu Hudzaifah berkata, “Wahai Ahli Al-Quran, hiasilah Al-Quran dengan perbuatan kalian.” Kemudia dia masuk menyerbu ke arah musuh hingga terbunuh.
Khalid bin Al-Walid masuk menyerbu ke tempat musuh hingga melewati mereka, dia terus berjalan sambil mencari Musailimah, kemudian dia kembali dan berdiri di antara dua pasukan sambil menyeru untuk perang tanding. Dia berteriak, “Aku adalah putra Al-Walid Al-Aud! Aku anak Ibnu Amir dan Zaid!” Kemudian dia memanggil dengan syiar kaum Muslimin, yang ketika itu adalah “Ya Muhammadah” Setiap kali ada yang maju melayaninya pasti akan terbunuh olehnya. Tidak ada yang mendekat kecuali pasti akan dihabisinya.
Waktu itu Khalid telah memisahkan antara kaum Muhajirin, Anshar, Orang-orang Arab dan tiap-tiap kabilah masing-masing membawa panji dan berperang di bawahnya. Dengan cara itu kelak akan diketahui dari Mana musuh bisa memasuki pertahanan kaum muslimin.
Dalam perang ini tampak keuletan dan kesabaran para sahabat yang tidak ada tandingannya. Mereka terus menerus maju ke arah musuh Allah hingga Allah menaklukkan musuh dan orang kafir itu tunggang langgang. Kaum muslimin terus mengejar mereka sambil menebas leher-leher mereka, dan mengayunkan pedang ke arah mana saja yang mereka maui. Hingga akhirnya orang kafir terdesak sampai kepada kebun kematian, hadiqah al-maut.
Pemimpin Yamamah, Muhakkam bin Thufail -semoga Allah melaknatinya-, telah memberi isyarat agar mereka masuk ke dalam kebun. Akhirnya mereka masuk ke dalam kebun yang di dalamnya terdapat Musailimah Al-Kadzdzab. Abdurrahman bin Abi Bakar berhasil mengejar Muhakkam bin Thufail dan berhasil membunuhnya dengan anak panah yang menghunjam tepat di lehernya saat sedang berpidato di depan kaumnya. Setelah seluruhnya masuk, Bani Hanifah mengunci pintu kebun tersebut. Sementara di luar para sahabat telah mengepung mereka.
Al-Bara’ bin Malik kemudian berkata, “Wahai kaum Muslimin, lemparkan aku ke dalam kebun!” Mereka membawanya di atas tameng besi dan mereka lempar beramai-ramai hingga melewati pagar kebun tersebut. Lantas Al-Bara’ bin Malik terus bertempur hingga dia berhasil membuka pintunya.
Akhirnya, kaum muslimin berhasil masuk ke dalam kebun, baik dari pintunya maupun dari dindingnya, sambil membunuh orang-orang kafir penduduk Yamamah yang berada di dalamnya. Hingga mereka sampai ke tempat Musailimah yang terlaknat itu. Waktu itu dia sedang berdiri di salah satu pagar kebun yang bolong seolah-olah dia seekor kuda jantan yang gagah. Dia ingin bersandar dalam keadaan tidak tahu apa yang harus dilakukan karena kemarahannya yang memuncak. Biasanya, jika setannya datang maka dia akan mengeluarkan buih dari mulutnya. Wahsyi bin Harb Maula Jubair bin Muth’im -pembunuh Hamzahdatang mendekatinya dan dengan cepat dia melemparkan tombaknya ke arah Musailimah tepat mengenainya hingga tembus ke sisi belakang. Dengan cepat Abu Dujanah Simak bin Kharasvah menadatanginya dan menebasnya dengan pedang hingga terjatuh. Perempuan perempuan dalam istana menjerit, “Aduhai malangnya nasib pemimpin kita dia dibunuh oleh budak hitam.”
Jumlah yang terbunuh dari pihak musuh yang berada di dalam kebun maupun dalam pertempuran sebanyak sepuluh ribu orang dan ada juga yang mengatakan sebanyak 21.000 orang. Adapun jumlah kaum muslimin yang terbunuh sebanvak 600 orang, ada yang mengatakan 500 orang. Wallahu alam, Di antara yang terbunuh banyak terdapat sahabat Nabi yang senior.
Setelah itu, Khalid memerintahkan pasukannya untuk mengelilingi Yamamah sambil mengambil harta maupun tawanan yang berceceran. Khalid berkeinginan menyerbu benteng musuh. Benteng itu telah punah kecuali kaum Wanita dan anak-anak serta orang-orang yang sudah tua. Hanya saja, Khalid berhasil dikelabuhi oleh Majja’ah yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya benteng itu dipenuhi oleh para tentara! Lebih baik kita berdamai saja!”
Khalid menerima tawaran itu. Dia melihat pasukan kaum muslimin sudah letih dan bosan disebabkan peperangan yang terus-menerus.
Majja’ah berkata, “Biarkan aku masuk ke dalam benteng agar mereka menyetujui kesepakatan damai yang aku buat.” Khalid berujar, “Pergilah!”
Majja’ah segera masuk benteng dan memerintahkan kaum wanita untuk memakai baju perang dan menampakkan kepala mereka dari atas benteng. Ketika itu Khalid melihat ke atas benteng. Dia melihat seluruh benteng dipenuhi oleh kepala manusia yang sedang mengintip. Dia mengira mereka adalah Pasukan perang sebagaimana yang dikatakan oleh Majja’ah, karena itulah dia memilih untuk berdamai.
Setelah itu, Khalid mengajak mereka masuk Islam, dan ternyata seluruhnya menerima tawaran tersebut. Akhirnya mereka kembali kepada kebenaran. Bahkan Khalid mengembalikan kepada mereka sebagian dari harta rampasan dan tawanan perang. Selanjutnya sisanya dikirim kepada Abu Bakar.
Dalam peperangan ini Ali bin Abi Thalib telah mengambil salah seorang wanita mereka untuk diperistri, yaitu ibu dari anaknya yang bernama Muhammad yang terkenal dengan nama Muhammad bin Hanafiyah.
Sumber: Buku Nabi-nabi Palsu, DR Hartono Ahmad Jaiz