Fatwapedia.com – Pawang hujan MotoGP dalam ajaran dan keyakinan Islam adalah musyrik, telah berbuat syirik Akbar yang paling dibenci oleh Allah dan juga oleh para Nabi dan Rasul-Nya.
Mempercayai dewa atau selain Allah yang mampu menurunkan hujan atau menahan hujan adalah syirik Akbar menurut ajaran Islam, karena yang meyakini hal tersebut telah mengadakan saingan atau tandingan bagi Allah, ini karena menurunkan hujan dan menahan hujan adalah hak khusus atau hak preogratif Allah semata!! Barangsiapa yang menempatkan hak khusus ini kepada selain Allah maka dia tidak mentauhidkan Allah atau tidak mengesakan Allah, dan telah berbuat syirik Akbar, jika dia Islam maka ia telah melanggar atau mengkhianati rukun Islam yang pertama, dan telah berbuat syirik Akbar!!
Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Qur’an surat Fathir: 2).
Bahkan Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam saja mengajarkan dan mencontohkan kepada kita khususnya umat Islam jika meminta hujan turun atau dihentikan adalah dengan cara berdoa langsung kepada Allah.
Dari Anas bin Malik, beliau menceritakan: Ada seorang laki-laki memasuki masjid pada hari Jum’at melalui arah Darul Qodho’. Kemudian ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dan berkhutbah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menghadap kiblat sambil berdiri. Kemudian laki-laki tadi pun berkata, “Wahai Rasulullah, ternak kami telah banyak yang mati dan kami pun sulit melakukan perjalanan (karena tidak ada pakan untuk unta, pen). Mohonlah pada Allah agar menurunkan hujan pada kami”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya, lalu beliau pun berdo’a,
اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا
“Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami.”
Anas mengatakan, “Demi Allah, ketika itu kami sama sekali belum melihat mendung dan gumpalan awan di langit. Dan di antara kami dan gunung Sal’i tidak ada satu pun rumah. Kemudian tiba-tiba muncullah kumpulan mendung dari balik gunung tersebut. Mendung tersebut kemudian memenuhi langit, menyebar dan turunlah hujan. Demi Allah, setelah itu, kami pun tidak melihat matahari selama enam hari. Kemudian ketika Jum’at berikutnya, ada seorang laki-laki masuk melalui pintu Darul Qodho’ dan ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berdiri dan berkhutbah. Kemudian laki-laki tersebut berdiri dan menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, sekarang ternak kami malah banyak yang mati dan kami pun sulit melakukan perjalanan. Mohonlah pada Allah agar menghentikan hujan tersebut pada kami.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya, lalu berdo’a,
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا ، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan”
Setelah itu, hujan pun berhenti. Kami pun berjalan di bawah terik matahari. Syarik mengatakan bahwa beliau bertanya pada Anas bin Malik, “Apakah laki-laki yang kedua yang bertanya sama dengan laki-laki yang pertama tadi?” Anas menjawab, “Aku tidak tahu.” (HR. Bukhari no. 1014 dan Muslim no. 897)
Sesungguhnya perkara yang wajib diyakini oleh setiap muslim bahwasaya tidak ada yang bisa memberikan manfaat dan mudharat kecuali Allah saja. Keyakinan ini yang ditanamkan oleh agama kita. Dan bahwasanya memberikan manfaat dan mudharat itu hanya milik Allah semata.
Siapa pun orangnya, setinggi apa pun derajatnya, dia tidak akan bisa memberikan mudharat. Apakah itu para malaikat, para nabi, orang-orang shalih, semuanya tidak ada yang bisa memberikan manfaat dan mudharat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”.” (Al-Qur’an surat Al-Araf [7]: 188)
Di dalam ayat ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan bahwa beliau tidak bisa mendatangkan manfaat dan tidak dapat menolak mudharat kecuali apa yang telah dikehendaki oleh Allah. Padahal kita ketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan manusia yang paling tinggi derajatnya, yang paling mulia di sisi Allah. Namun, beliau diperintahkan untuk mengatakan hal tersebut.
Hal itu karena, memberikan manfaat dan menolak mudharat hanya Allah saja yang bisa melakukannya. Tidak ada seorang makhluk pun yang bisa melakukannya. Dan semua itu terjadi atas kehendak dari Allah.
Allah Azza wa Jalla memberitakan dengan tegas dan jelas bahwa berdoa kepada selain-Nya (misalnya kepada makhluk ghaib, orang yang telah mati, berhala/patung ) dan tidak langsung ditujukan kepada-Nya merupakan kesyirikan Akbar, dan menghukumi pelakunya sebagai orang musyrik dan kafir.
Allah Azza wa Jalla berfirman.
إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ ۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
“Jika kamu menyeru mereka (siapa saja selain Alloh-pen), mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu.Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. [ Al-Qur’an surat Fathir (35) ayat ke:14]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
Dan barangsiapa berdoa kepada ilah yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Robbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. [Al-Qur’an surat al-Mukminun(23): 117]
Dan Allah Ta’ala berfirman:
لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ ۖ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ إِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ ۚ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (Al-Qur’an surat ar Ra’d: 14)
إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ أَوْثٰنًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا۟ عِندَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا۟ لَهُۥٓ ۖ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan. [Al-Qur’an surat Al ‘Ankabut:17]
Dan Allah Ta’ala berfirman:
لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ ۖ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ إِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ ۚ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (Al-Qur’an surat ar Ra’d: 14)
إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ أَوْثٰنًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا۟ عِندَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا۟ لَهُۥٓ ۖ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan. [Al-Qur’an surat Al ‘Ankabut:17]
Siapa yang menetapkan butuhnya perantara dalam do’a, maka ia kafir. Karena pada saat itu, ia telah menjadikan antara dirinya dan Allah perantara ( misalnya makhluk ghaib, orang yang telah mati, berhala/patung yang dikeramatkan dan diagungkan)sehingga dipalingkanlah atau diberikan ibadah yang seharusnya merupakan hak Allah saja kepada pada selain Allah untuk tujuan taqorrub (mendekatkan diri) padanya, Agar permintaannya segera dikabulkan oleh Allah Hal ini serupa dengan perkataan orang musyrik, dan doa adalah ibadah
Allah Ta’ala berfirman
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هٰٓؤُلَآءِ شُفَعٰٓؤُنَا عِندَ اللَّهِ ۚ قُلْ أَتُنَبِّـُٔونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِى السَّمٰوٰتِ وَلَا فِى الْأَرْضِ ۚ سُبْحٰنَهُۥ وَتَعٰلَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka beribadah kepada selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).(Al-Qur’an surat Yunus: 18).
Di sini menjadikan selain Allah perantara sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dalam meminta syafa’at kepada Allah dinamakan telah beribadah kepada selain Allah, dan mereka divonis oleh Allah sebagai orang musyrik karena tidak mentauhidkan Allah atau tidak mengesakan Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ. وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (Al-Qur’an surat al Ahqaf: 5-6)
Ini adalah diantara dalil syar’i untuk definisi syar’i syirik Akbar, dan ini bersumber dari Allah, dan Allah yang memvonis pelaku Kesyirikan Akbar sebagai kafir, jadi ini semua adalah Allah yang mengajarkan
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا مَسَّ الْإِنسٰنَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُۥ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُۥ نِعْمَةً مِّنْهُ نَسِىَ مَا كَانَ يَدْعُوٓا۟ إِلَيْهِ مِن قَبْلُ وَجَعَلَ لِلّٰـهِ أَندَادًا لِّيُضِلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلًا ۖ إِنَّكَ مِنْ أَصْحٰبِ النَّارِ
Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, “Dan dia menjadikan bagi Allah tandingan-tandingan supaya dia menyesatkan dari jalan-Nya. Katakanlah: Nikmatilah kekafiranmu sebentar sesungguhnya kamu tergolong penghuni neraka.” (QS. Az Zumar [39]: 8)
وَجَعَلُوا۟ لِلّٰـهِ أَندَادًا لِّيُضِلُّوا۟ عَن سَبِيلِهِۦ ۗ قُلْ تَمَتَّعُوا۟ فَإِنَّ مَصِيرَكُمْ إِلَى النَّارِ
“Dan mereka menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah supaya mereka menyesatkan dari jalanNya. Katakanlah: Nikmatilah (kekafiran kalian) karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah neraka.” (Al-Qur’an surat Ibrahim [14]: 30)
firman Allah Ta’ala
{وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ}
Dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. (Al-Qur’an surat Az-Zumar: 8)
Al-imam Al-hafizh Ibnu Katsir Asy-Syafi’i Rahimahullah menjelaskan dalam Kitab tafsirnya:
Yaitu dalam keadaan sejahtera dia mempersekutukan Allah menjadikan bagi-Nya tandingan-tandingan.
{قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلا إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ}
Katakanlah; “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.” (Al-Qur’an surat Az-Zumar: 8)
Allah Ta’ala berfirman
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (lihat dan pelajari Al-Qur’an surat Al-Ikhlas)
Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَن تَتَّخِذُواْ الْمَلاَئِكَةَ وَالنِّبِيِّيْنَ أَرْبَاباً أَيَأْمُرُكُم بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنتُم مُّسْلِمُونَ
” dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?” ( Al-Qur’an surat Ali ‘Imran: 80).
فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا
“Maka janganlah kalian menjadikan bagi Allah tandingan-tandingan” (Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 22)
firman-Nya Ta’ala:
وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ
dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah” (Al-Qur’an surat Ali‘Imran: 64).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,’Aku tidaklah butuh adanya tandingan-tandingan. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal dalam keadaan menyekutukan Aku dengan selain Aku, maka Aku akan meninggalkan dia dan perbuatan syiriknya itu.’” (HR. Muslim no. 7666)
مسند أحمد ٤١٧٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَةً وَأَنَا أَقُولُ أُخْرَى مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَجْعَلُ لِلَّهِ نِدًّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ
و قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَأَنَا أَقُولُ مَنْ مَاتَ وَهُوَ لَا يَجْعَلُ لِلَّهِ نِدًّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ
Musnad Ahmad 4174: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Sulaiman dari Abu Wa`il dari Abdullah ia berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan satu kalimat dan aku menambahi satu kalimat lagi:
“Barangsiapa mati sedangkan ia menjadikan tandingan bagi Allah, niscaya Allah akan memasukkannya ke neraka.”
Dan Abdullah berkata: “Dan aku menambahi, ‘Barangsiapa mati sedangkan ia tidak menjadikan tandingan bagi Allah, niscaya Allah akan memasukkannya ke surga’.”
(HR Imam Ahmad. Kitab; Musnad Sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Bab; Musnad Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth)
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن مات لا يشركُ باللهِ شيئًا دخل الجنةَ ، ومَن مات يشركُ باللهِ شيئًا دخل النارَ
“Barangsiapa yang mati, tanpa berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, ia masuk surga. Barangsiapa yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik, maka ia masuk neraka” (HR. Muslim no. 93).
Allah Ta’ala berfirman
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (lihat dan pelajari Al-Qur’an surat Al-Ikhlas)
Apa itu syirik? (yaitu) kamu menjadikan bagi Allah tandingan-tandingan(misalnya makhluk ghaib, orang yang telah mati, berhala/patung yang dikeramatkan dan diagungkan) sedangkan Dia yang menciptakanmu. Kamu menyerunya (tandingan-tandingan bagi Allah yang kamu adakan,atau yakini misalnya makhluk ghaib, orang yang telah mati, berhala/patung yang dikeramatkan dan diagungkan) kamu menyembelih untuknya, kamu bernazar (untuknya), kamu berikan untuknya satu dari jenis-jenis ibadah. Maka Inilah kesyirikan Akbar itu, Kesyirikan Akbar adalah memberikan salah satu dari ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’aala. Menyamakan, menyetarakan selain Allah dengan Allah pada salah satu dari hak-hak khusus/preogratif Allah Subhanahu wa Ta’aala, Dan ibadah merupakan hak Allah atas hamba-hamba-Nya.
Syaikh Abdullah Ibnu Abdurrahman Aba Buthain rahimahullah berkata: “Dan orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah namun dia suka melakukan syirik akbar, seperti meminta kepada mayyit atau yang ghaib, memohon kepada mereka pemenuhan kebutuhan dan diselamatkan dari bencana, taqarrub kepada mereka dengan nadzar dan sembelihan, maka dia itu musyrik, mau tidak mau.” [risalah makna kalimat At Tauhid yang diterbitkan bersama dengan Al Kalimaat An Nafi’ah: 106]
Al Imam Su’ud Ibnu ‘Abdil Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Su’ud rahimahullah berkata: “Siapa yang memalingkan sebagian dari (ibadah-ibadah) itu kepada selain Allah, maka dia itu musyrik, sama saja dia itu ahli ibadah atau orang fasiq dan sama saja tujuannya itu baik ataupun buruk.” [Ad Durar As Saniyyah: 9/270]
al-Imam Abdur Rauf al-Munawi asy-Syafi’i (wafat tahun 1031 H) rahimahullah. Beliau berkata:
الشرك بالله) أي أن تجعل لله ندا وتعبد معه غيره من حجر أو شجر أو شمس أو قمر أو نبي أو شيخ أو جني أو نجم أو غير ذلك
“Berbuat syirik kepada Allah adalah kamu menjadikan tandingan bagi Allah, dan kamu beribadah bersama-Nya kepada selain-Nya baik berupa batu, atau pohon, atau matahari, bulan, nabi, syaikh, jin, bintang ataupun selainnya.” (Faidhul Qadir bi Syarh al-Jami’ish Shaghir: 5/78).
Imam Adz-Dzahabi Asy-syafi’i mengatakan dalam kitabnya Al-Kabair:
Syirik adalah Anda menjadikan suatu tandingan bagi Allah, padahal Dia-lah yang menciptakan Anda, dan Anda menyembah, mengibadahi selain-Nya berupa batu, pohon, bulan, nabi, syaikh, jin, bintang, malaikat, atau semacam itu.
Syaikh al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (wafat th. 1376 H) rahimahullah berkata,
“Bahwasanya Allah itu tunggal Dzat-Nya, Nama-Nama, Sifat-Sifat dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam Dzat-Nya, Nama-Nama, dan Sifat-Sifat-Nya. Tidak ada yang sama dengan-Nya, tidak ada yang sebanding, tidak ada yang setara dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada yang menciptakan dan mengatur alam semesta ini kecuali hanya Allah. Apabila demikian, maka Dia adalah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi dan Allah tidak boleh disekutukan dengan seorang pun dari makhluk-Nya.”
[Lihat Taisirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 60), cet. Mu-assasah ar-Risalah, 1417 H.]
Di dalam kitab Muqarrar Tauhid lish-Shaff ats-Tsalits al-‘Ali fil-Ma’ahid al-Islamiyah, juz 3, hlm. 10 disebutkan;
syirik (kemusyrikan) adalah menjadikan sekutu atau tandingan bagi Allah Ta’ala di dalam rububiyah (perbuatan-Nya), uluhiyah (hak-Nya untuk ditaati secara mutlak dengan penuh kecintaan dan pengagungan), dan asma’ wa sifat (nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang sempurna).
Syirik adalah Seseorang membuat tandingan bagi Allah dalam rububiyahnya, uluhiyahnya dan nama-nama sifat-sifatnya
( Taqrirat al-a’imati al-arba’ah wa al-a’imati madzahib liaqidah ahli Sunnah wal jamaah oleh Dr. Su’ud bin Salman bin Muhammad Al su’ud : 253 ) dan ma’arijul al-qabul : 1/268 ) dan Fatawa al-lajnah da’imah : 1/516 )
Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Mishbahudh dhalaam hal 37:
“Siapa yang beribadah kepada selain Allah, dan menjadikan tandingan bagi Tuhan-nya, serta menyamakan antara Dia dengan yang lainnya maka dia itu adalah musyrik yang sesat bukan muslim meskipun dia memakmurkan lembaga – lembaga pendidikan, mengangkat para qadli, membangun mesjid, dan adzan, karena dia tidak komitmen dengan (tauhid)nya, sedangkan mengeluarkan harta yang banyak serta berlomba – lomba dalam menampakkan syi’ar – syi’ar amalan, maka itu tidak meyebabkan dia memiliki predikat sebagai muslim bila dia meninggalkan hakikat Islam itu (tauhid)”