11. Jika seorang wanita suci dari haidh pada waktu Ashar atau Isya, apakah dia juga harus shalat Zuhur (bersama shalat Ashar) dan shalat Maghrib (bersama shalat Isya), dengan dasar bahwa masing-masing shalat tersebut dapat dijama’?
Jawab: Jika seorang wanita suci dari haidh atau nifas pada waktu Ashar maka dia wajib melakukan shalat Zuhur dan Ashar sekalian menurut pendapat yang paling shahih dari dua pendapat ulama, karena waktu kedua shalat tersebut pada saat ada halangan adalah satu seperti bagi musafir atau orang sakit dan si wanita tersebut ma’zur (berhalangan) karena belum datangnya masa suci, demikian juga jika dia suci pada waktu Isya maka wajib baginya shalat maghrib dan Isya dengan jama’ sebagaimana yang terdahulu, dan untuk hal ini sejumlah sahabat telah memfatwakannya.
12. Apa hukumnya shalat di masjid jika didalamnya terdapat kuburan atau di halamannya atau di kiblatnya?
Jawab: Jika didalam masjid terdapat kuburan, maka shalat didalamnya tidak sah, sama saja apakah kuburannya berada dibelakang orang yang shalat atau didepannya atau disebelah kanannya atau kirinya, berdasarkan hadits nabi:
“Allah melaknat orang Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan kuburan para Nabinya sebagai masjid” (Muttafaq ‘alaih).
Juga berdasarkan hadits Rasulullah :
“Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kamu telah menjadikan kuburan para nabinya dan orang-orang shaleh sebagai masjid, ketahuilah, janganlah kalian menjadikan masjid sebagai kuburan, sesungguhnya aku melarang yang demikian itu” (Riwayat Muslim dalam Ash-Shahih).
Dan karena shalat di masjid yang terdapat kuburannya akan menjadi sarana kesyirikan dan ghuluw (pemujaan yang berlebih-lebihan terhadap seseorang -pent) maka wajib mencegah hal seperti itu berdasarkan kedua hadits yang telah disebutkan dan riwayat yang lainnya yang senada serta sadduzzari’ah (menutup celah terjadinya kemunkaran/ syirik).
13. Banyak pekerja yang mengakhirkan shalat Zuhur dan Ashar hingga malam hari dengan alasan mereka sibuk dengan pekerjaannya atau baju mereka najis atau tidak bersih, bagaimana pendapat Syaikh?
Jawab: Tidak boleh bagi setiap muslim dan muslimah mengabaikan shalat fardhu dari waktunya, justru wajib bagi mereka melaksanakannya sesuai dengan waktunya berdasarkan kemampuannya.
Dan pekerjaan bukanlah halangan untuk meninggalkan shalat, begitu juga baju yang najis atau kotor juga bukan halangan.
Waktu-waktu (pelaksanaan) shalat hendaklah disisihkan dari pekerjaan, bagi seorang pekerja pada waktu tersebut dapat mencuci bajunya yang kena najis atau menggantinya dengan baju yang suci. Adapun pakaian yang kotor tidak mengapa dipakai untuk shalat jika kotornya itu bukan terdiri dari najis atau terdapat bau yang tidak sedap sehingga mengganggu orang lain yang sedang shalat. Jika kotorannya itu mengganggu orang yang shalat baik karena dirinya atau karena baunya, maka wajib baginya untuk mencucinya sebelum shalat atau menggantinya dengan baju yang bersih sehingga dia dapat melakukan shalat berjamaah.
Boleh bagi orang yang berhalangan secara syar’i -seperti orang sakit atau musafir- untuk menggabung (jama’) shalat Zuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya disalah satu waktu keduanya. Sebagaimana terdapat riwayat yang shahih mengenai hal tersebut dari Rasulullah, demikian juga boleh menjama’ pada saat hujan dan berlumpur yang memberatkan manusia.
14. Jika seseorang mendapatkan najis pada bajunya setelah mengucapkan salam dari shalatnya, apakah dia harus mengulanginya?
Jawab: Siapa yang shalat sementara di badannya atau bajunya terdapat najis sedangkan dia tidak mengetahuinya kecuali setelah shalat, maka shalatnya shahih menurut salah satu pendapat terkuat diantara dua pendapat para ulama, begitu juga jika dia telah mengetahuinya terlebih dahulu kemudian lupa saat pelaksanaan shalat dan baru ingat setelah selesai melaksanakan shalat, maka shalatnya sah, berdasarkan firman Allah ta’ala:
“Ya Tuhan kami janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah” (Al-Baqarah: 286).
Begitu juga terdapat riwayat yang shahih dari Rasulullah r, bahwa saat beliau shalat suatu hari terdapat pada terompahnya kotoran, kemudian malaikat Jibril memberitahunya akan hal tersebut, maka beliau melepas terompah tersebut lalu meneruskan shalatnya dan tidak mengulanginya dari awal. Dan hal ini termasuk kemudahan dan rahmat dari Allah ta’ala kepada hamba-Nya.
Adapun jika seseorang shalat sedangkan dia lupa bahwa dirinya memiliki hadats, maka dia harus mengulangi shalatnya berdasarkan kesepakatan para ulama. Sebagaimana hadits Rasulullah:
“Tidak diterima shalat seseorang tanpa bersuci dan sedekah yang berasal dari barang (hasil)tipuan” (Riwayat Muslim dalam Shahihnya)
Begitu juga berdasarkan hadits Rasulullah:
“Tidak diterima shalat salah seorang diantara kamu jika dia memiliki hadats sampai dia berwudhu” (Muttafaq alaih).
15. Banyak orang yang melalaikan shalat, bahkan sebagian dari mereka telah meninggalkan shalat secara total, apakah hukum terhadap mereka itu? Dan apakah kewajiban seorang muslim terhadap mereka, terutama kerabat, seperti; orang tua, anak, istri, dan yang semisalnya?
Jawab: Melalaikan shalat merupakan kemungkaran yang besar dan termasuk sifat orang-orang munafik, sebagaimana firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas, Mereka mermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah keculali sedikit sekali” (An-Nisaa’: 142).
Allah juga berfirman tatkala menerangkan sifat-sifat mereka:
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakam sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan” (At-Taubah: 54).
Rasulullah bersabda:
“Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat ‘Isya dan shalat Fajar (Shubuh), dan seandainya mereka mengetahui apa yang terkandung didalamnya niscaya mereka akan mendatanginya (untuk melakukan kedua shalat tersebut) walaupun dalam keadaan merangkak” (Muttafaq ‘alaih).
Maka merupakan kewajiban setiap muslim baik laki-laki ataupun perempuan untuk menjaga shalatnya yang lima waktu dan melakukannya dengan thuma’ninah (tenang), bersegera kepadanya dan khusyu’ saat melaksanakannya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman: (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (Al-Mu’minun: 1-2).
Begitu juga terdapat riwayat yang kuat dari Rasulullah r bahwa dia memerintahkan seseorang untuk mengulangi shalatnya, karena tidak thuma’ninah. Khusus bagi kaum laki-laki agar memelihara shalat berjamaah, bersama saudara-saudaranya di rumah-rumah Allah yaitu masjid, berdasarkan hadits Rasulullah:
“Siapa yang mendengar azan kemudian dia tidak datang (untuk shalat berjamaah) maka tidak ada shalat baginya kecuali jika ada halangan” (Riwayat Ibnu Majah, Daruquthni, Ibnu Hibban dan Hakim dengan sanad yang shahih).
Ibnu Abbas radiallahu’anhuma ditanya tentang halangan apa yang dimaksud, dia menjawab:” takut dan sakit”.
Dan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah, dari Rasulullah, bahwa datang kepadanya seorang laki-laki yang buta seraya berkata: “Wahai Rasulullah, tidak ada yang menuntunku ke masjid, apakah ada keringanan bagiku untuk shalat di rumahku? maka Rasulullah memberinya keringanan, tapi kemudian beliau memanggilnya dan bertanya: “Apakah engkau mendengarkan seruan untuk shalat (azan)? dia menjawab, “Ya”, beliau bersabda: ”Sambutlah (dengan pergi ke masjid untuk shalat berjamaah -pent).”
Dalam As-Shahihain dari Abu Hurairah, dari Rasulullah, beliau bersabda: “Aku sungguh sangat ingin sekali memerintahkan agar shalat dilaksanakan, kemudian ada seseorang yang menjadi imam, sementara aku bersama beberapa orang berangkat dengan membawa seikat kayu bakar dan mendatangi sekelompok kaum yang tidak menghadiri shalat (berjamaah) lalu aku membakar rumah-rumah mereka”.
Beberapa hadits yang shahih tersebut menunjukkan bahwa shalat berjamaah bagi kaum laki-laki merupakan kewajiban yang paling besar dan bagi yang meninggalkannya layak untuk mendapatkan hukuman yang berat. Semoga Allah selalu memperbaiki keadaan kaum muslimin seluruhnya dan memberi mereka taufiq atas segala apa yang diridhai-Nya.
Adapun meninggalkannya sama sekali atau sebagian waktunya saja, maka menurut pendapat yang terkuat diantara dua pendapat ulama, hal tersebut merupakan kekufuran yang besar baik pria maupun wanita, walaupun pelakunya tidak mengingkari kewajibannya, berdasarkan hadits Rasulullah:
“Antara seseorang dan kekufuran serta kemusyrikan adalah meninggalkan shalat”. (Riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya).
“Janji antara kita dengan mereka (orang kafir) adalah shalat, siapa yang meninggalkannya maka dia telah kafir”. (Riwayat Imam Ahmad dan Ahlussunan yang empat dengan sanad yang shahih) dan masih banyak lagi hadits yang semakna dengannya.
Adapun orang yang mengingkari kewajibannya baik laki-laki maupun wanita, maka sesungguhnya dia telah kafir dengan kekufuran yang besar berdasarkan kesepakatan para ulama, walaupun dia melakukan shalat. Semoga Allah melindungi kita dan semua kaum muslimin dari hal tersebut, sesungguhnya Dia adalah sebaik-baik pelindung.
Merupakan kewajiban kaum muslimin seluruhnya untuk saling menasihati dan memberi wasiat dalam kebenaran dan saling tolong- menolong dalam kebaikan dan takwa, diantaranya adalah menasihati orang yang tidak shalat berjamaah atau menyepelekannya bahkan sewaktu-waktu meninggalkannya. Mengingatkan mereka akan kemurkaan dan hukuman-Nya. Dan kewajiban kedua orang tua, saudara-saudara dan kaum kerabatnya untuk menasihatinya secara terus menerus sehingga dia mendapatkan hidayah dari Allah I dan istiqamah di jalan-Nya. Demikian juga halnya bagi wanita yang menyepelekan shalat atau meninggalkannya, wajib untuk dinasihati secara terus menerus dan mengingatkannya akan kemurkaan Allah serta hukuman-Nya dan mengucilkannya jika dia tidak mengindahkannya padahal dia mampu melakukannya, dan menghukumnya dengan cara yang layak. Karena semua itu adalah termasuk tolong menolong dalam kebaikan dan takwa dan Amar ma’ruf nahi munkar yang Allah wajibkan bagi semua hamba-Nya, baik pria ataupun wanita, berdasarkan firman Allah:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberikan rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha Bijaksana. ” (At-Taubah: 71).
Juga berdasrkan hadits Rasulullah:
(( مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعٍ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِيْ المَضَاجِعِ ))
“Perintahkanlah anak kalian untuk shalat saat berusia tujuh tahun dan pukullah mereka (jika tidak melakukan shalat) pada usia sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.”
Jika anak-anak pada usia tujuh tahun sudah diperintahkan shalat, dan boleh dipukul jika tidak melaksanakannya pada usia sepuluh tahun, maka orang yang sudah baligh lebih utama untuk diperintahkan shalat dan dipukul jika tidak melaksanakannya setelah dinasihati secara terus menerus.
Adapun saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, adalah berdasarkan firman Allah:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam keadaan merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan yang saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan saling nasihat menasihati dalam kesabaran.” ( Al-‘Ashr: 1-3).
Dan siapa yang meninggalkan shalat setelah masa baligh serta tidak menerima nasihat, maka perkaranya dibawa ke pengadilan syar’i, agar diperintahkan untuk bertaubat, jika tidak bertaubat maka dihukum mati. Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin dan memberikan kepada mereka pemahaman terhadap agamanya dan menuntun mereka untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa serta amar ma’ruf nahi munkar dan saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, sesungguhnya Dia Maha Pemberi lagi Mulia.