Fatwapedia.com – Berikut ini fatwa tentang batasan-batasan suami menggauli istri antara yang dibolehkan seperti menghisap payudara dan tindakan yang haram seperti menjimak dari dubur. Simak penjelasannya selengkapnya dalam artikel dibawah ini.
هل يجوز مص صدر المرأة عند الجماع؟.
Pertanyaan: Apakah boleh menghisap payudara istri saat hubungan seksual?
الجواب الحمد لله. للزوج أن يستمتع بزوجته بما يشاء ، ولم يحرم عليه إلا الإيلاج في الدبر ، والجماع في الحيض والنفاس ، وما عدا ذلك فله أن يستمتع بزوجته بما يشاء كالتقبيل والمس والنظر وغير ذلك .
Jawaban: Bagi suami boleh bersenang senang dengan istrinya sesukanya, tidak ada yang dilarang kecuali menjimak dari dubur, saat haidh dan nifas, adapun selain dari itu suami boleh melakukan apa saja dengan istrinya, seperti mencium, menyentuh, melihat dan lain sebagainya.
وحتى لو رضع من ثديها ، فهو داخل في الاستمتاع المباح ، ولا يقال بتأثير اللبن عليه ؛ لأن رضاع الكبير غير مؤثر في التحريم ، وإنما الرضاع المؤثر هو ما كان في الحولين .
Bahkan seandainya menyusu dari payudaranya, itu termasuk bersenang senang yang dibolehkan, dan tidak ada masalah dengan bekas air susu yang tertelan, karena menyusunya orang dewasa tidak berdampak keharaman, karena menyusui yang berkonsekuensi mahram jika masih berumur 2 tahun.
قال علماء اللجنة الدائمة :
يجوز للزوج أن يستمتع من زوجته بجميع جسدها ، ما عدا الدبر والجماع في الحيض والنفاس والإحرام للحج والعمرة حتى يتحلل التحلل الكامل .
Berkata Ulama Lajnah Daiimah: Boleh bagi suami untuk bersenang-senang dengan istrinya dengan seluruh tubuhnya, selain dubur dan jimak saat haidh dan nifas serta saat ihram haji dan umrah sampai selesai tahalul. (Fatwa Syaikh Abdul Aziz Bin Baz)
وقال علماء اللجنة الدائمة :
يجوز للزوج أن يمص ثدي زوجته ، ولا يقع تحريم بوصول اللبن إلى المعدة .
الشيخ عبد العزيز بن باز ، الشيخ عبد الرزاق عفيفي ، الشيخ عبد الله الغديان ، الشيخ عبد الله بن قعود .
Berkata Ulama Lajnah Daiimah: Boleh bagi suami mengenyot/menghisap payudara istrinya dan tidak haram menelan air susunya hingga ke lambung.
Mufti: Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdurrazaq Afifi, Syaikh Abdullah Ghadyan, Syaikh Abdullah bin Qu’ud.
وقال الشيخ محمد بن صالح العثيمين :
رضاع الكبير لا يؤثر ؛ لأن الرضاع المؤثر ما كان خمس رضعات فأكثر في الحولين قبل الفطام ، وأما رضاع الكبير فلا يؤثر ، وعلى هذا فلو قدِّر أن أحداً رضع من زوجته أو شرب من لبنها : فإنه لا يكون ابناً لها . ” فتاوى إسلامية ” ( 3 / 338 ) .
Syaikh Utsaimin berkata: Menyusunya orang dewasa tidak berpengaruh, karena menyusu yang berakibat haram adalah jika dilakukan sebanyak 5 kali atau lebih, serta terjadi saat usia 2 tahun sebelum disapih, adapun susuan orang dewasa tidak berpengaruh apa-apa, dengan ini jika sekranya seseorang menyusu kepada istrinya dan menelan air Susunya, maka tidak merubah statusnya menjadi anak. (Fatawa Islamiyah)
وأما من جهة حل الاستمتاع في غير ما جاء النهي عنه : فإليك أقوال أهل العلم فيه :
Adapun dari segi kehalalan suami bersenang senang dengan istri pada hal-hal yang tidak dilarang, maka siimaklah perkataan para ulama berikut ini:
قال ابن قدامة :
لا بأس بالتلذذ بها بين الأليتين من غير إيلاج ; لأن السنة إنما وردت بتحريم الدبر , فهو مخصوص بذلك , ولأنه حرم لأجل الأذى , وذلك مخصوص بالدبر , فاختص التحريم به . ” المغني ” ( 7 / 226 ) .
Berkata Ibnu Qudamah: Tidak mengapa bersenang-senang dengan istri pada pantat tanpa memasukan dzakarnya, karena yang diharamkan menurut sunnah adalah memasukan ke dubur, dan terbatas pada itu saja, karena alasan penyakit, maka diharamkan. (Almughni)
وقال الكاساني :
من أحكام النكاح الصحيح حل النظر والمس من رأسها إلى قدميها حالة الحياة ; لأن الوطء فوق النظر والمس , فكان إحلاله إحلالا للمس والنظر من طريق الأولى . ” بدائع الصنائع ” ( 2 / 231 ) .
Berkata Al-Kasani: Diantara hukum-hukum pernikahan yang benar diperbolehkan melihat dan menyentuh dari kepala hingga ujung kaki selama masih hidup, karena jimak itu lebih dari melihat dan menyentuh, maka yang dihalalkan itu menyentuh dan melihat dengan cara pertama.
وقال ابن عابدين :
سأل أبو يوسف أبا حنيفة عن الرجل يمس فرج امرأته وهي تمس فرجه ليتحرك عليها هل ترى بذلك بأسا ؟ قال : لا , وأرجو أن يعظم الأجر . ” رد المحتار ” ( 6 / 367 ) .
Berkata: Ibnu Abidin, Abu Yusuf bertanya kepada Abu Hanifah tentang orang yang menyentuh kemaluan istrinya, ia menyentuh kemaluannya agar mengundang gairah, apakah perbuatan itu dosa? Beliau menjawab: Tidak, semoga Allah melimpahkan pahala yang besar. (Kitaab Raddul Muhtar)