Fatwapedia.com – Kapal selam KRI Nanggala 402 hilang kontak dari Rabu subuh 21 April pk. 04.25 waktu setempat. Saat itu kapal selam bagian alutsista RI ini sedang persiapan untuk uji tembak torpedo di perairan utara Bali sekitar 95 km dari garis pantai. Kapal selam ini buatan Jerman 44 tahun yang lalu.
Sampai sekarang kapal belum ditemukan meskipun telah dikerahkan lima kapal pencari bersensor sonar dan satu helikopter. Rabu pagi pk. 07.00 helikopter menemukan tumpahan BBM di lokasi titik selam kapal.
Kapal selam diisi 53 orang (1 komandan, 49 ABK, 3 personel senjata). Kapasitas maksimum oksigen kapal selam bertahan dalam 72 jam sejak penyelaman, artinya oksigen di dalam kapal akan habis pada Sabtu 24 April subuh.
Bila kapal ditemukan misal di dasar laut, katakanlah dalam keadaan rusak, maka diperlukan evakuasi orang-orang di dalamnya. Masalahnya adalah Indonesia tidak punya wahana evakuasi dari kapal selam di dasar laut ke permukaan. Negara terdekat yang memiliki wahana seperti itu adalah Singapore, tetapi wahana baru akan tiba di titik temuan kapal (bila ditemukan) pada hari Minggu 25 April, padahal oksigen di dalam kapal akan habis pada Sabtu subuh 24 April.
Kadispen TNI AL menduga bahwa Nanggala 402 mengalami black out, mati listrik, lalu kapal jatuh ke kedalaman 600-700 meter, pengapung otomatis yang bisa mengangkat kapal ke permukaan tidak berfungsi, lalu tangki BBM kapal pecah sehingga helikopter pada Rabu pagi kemarin menemukan tumpahan BBM di permukaan laut.
Bila kapal mengalami musibah jatuh ke dasar laut di perairan utara Bali, secara geologi dan oseanografi itu adalah posisi yang genting. Posisi itu ada di tepi timur Paparan Sunda dengan lereng yang curam menuju tepi paparan. Lalu lokasi ini pun sangat dekat dengan Arlindo (Arus Lintas Indonesia) bagian tengah yang melintas melalui Selat Makassar dan Selat Lombok. Arus ini arus dasar laut yang kuat dan turbid, pekat, sehingga berenergi besar melintasi Indonesia bagian tengah dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia.
Arus sekuat ini mudah saja membawa kapal di dasar laut bila ada di jalannya dan membawanya ke tempat dalam ke Selat Lombok lalu Samudra Hindia.
Berbagai pertanyaan timbul tentang hilangnya Nanggala 402. Berbagai kekhawatiran pun mengikutinya. Dapatkah kapal selam ini ditemukan sebelum kapasitas oksigennya habis. Tetapi bila ditemukan pun wahana evakuasinya baru akan tiba sehari setelah oksigennya habis, bagaimana nasib 53 orang di dalamnya. Bila kapal jatuh ke kedalaman 600-700 meter mampukah kapal bertahan beberapa hari atas tekanan kolom air laut, apalagi bila terseret Arlindo ke tempat lebih dalam dan arus yang kuat.
Penemuan kapal selam mesti berpacu dengan waktu sebelum oksigen dalam kapal habis. Tetapi wahana evakusi Indonesia tak punya, didatangkan dari negara tetangga terdekat pun akan terlambat tiba di lokasi bila kapal ditemukan. Mungkin wahana evakuasi harus diterbangkan? Bukan prosedur umum selain berisiko.
Sebuah musibah yang rumit. Dan lagi nyata, Indonesia dengan lautnya yang luas belum kuat alutsistanya.
Secara logika, kecil kemungkinan Nanggala dapat ditemukan dan dievakuasi orang-orangnya sebelum oksigennya habis. Tetapi bila Tuhan berkehendak, Nanggala bisa saja diselamatkan. Mari kita doakan.