Fatwapedia.com – Serial mujahid da’wah “Muhasabah dan Tadabbur” Insya Allah akan hadir selama hari-hari Ramadhan 1442 H. Semoga bermanfaat sebagai inspirasi amal, ikhtiar introspeksi diri sebagai hasil penghayatan ataupun renungan terhadap fenomena kehidupan, guna meraih keridhaan Ilahy.
Muhasabah
Dalam terminologi syar’i, muhasabah adalah upaya evaluasi atau introspeksi diri terhadap hubungan hamba dengan Allah (habluminallah), hubungan manusia dengan manusia (habluminannas) serta hubungan manusia dengan dirinya sendiri (habluminannafsi), terkait amal-amal perbuatan yang pernah dilakukan di masa lalu.
Allah SWT ber firman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai orang-orang mukmin, taatlah kepada Allah. Hendaklah setiap orang menyiapkan diri untuk kehidupan akhiratnya. Taatlah kepada Allah. Allah Maha Mengetahui apa saja yang kalian lakukan.” (QS Al-Hasyr [59]:18)
Rasulullah SAW juga bersabda mengenai muhasabah diri,
“Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau berkata, “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT” (HR. Imam Turmudzi).
Tadabbur
Adapun tadabbur, maksudnya adalah perenungan yang menyeluruh untuk mengetahui maksud dan makna dari suatu ungkapan secara mendalam.
Ibnu al-Qayim dalam kitabnya al-Fawaid mengatakan, “Jika engkau ingin mengambil manfaat dari Alquran maka pusatkanlah hatimu ketika membaca dan mendengarkannya, fokuskanlah pendengaranmu dan hadirlah seperti seseorang yang sedang diajak bicara oleh Allah SWT.”
Allah Ta’ala berfirman.
كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ
“Wahai Muhammad, Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu. Al-Qur’an membawa berkah. Agar manusia dapat menghayati bukti-bukti kekuasaan Allah. Begitu juga agar orang-orang yang berakal sehat mau berpikir dengan benar.” (QS Shad [38]:29
Serial 1
Dua Pesan Ramadhan: Kabar Gembira & Celaka
SETAHUN yang lalu kita berjumpa dengan ramadhan. Dan kini, 1 Ramadhan 1442 H bertepatan dengan 13 April 2021 M kita berjumpa lagi, menyampaikan perintah Allah kepada orang- orang beriman.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai kaum mukmin, kalian diwajibkan berpuasa sebagaimana yang diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian sanggup menahan hawa nafsu.” (QS Al-Baqarah (2) : 183)
Puasa Ramadhan mulai di syariatkan pada tanggal 10 Sya’ban tahun kedua Hijriah atau setengah tahun setelah umat Islam berhijrah dari Mekah menuju Madinah.
Atau, setelah umat Islam diperintahkan untuk memindahkan kiblat yang sebelumnya mengarah ke Masjid Al-Aqsa kemudian berubah mengarah ke Masjidil Haram.
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal, bahwa sebelum Nabi mendapatkan perintah untuk puasa Ramadhan, Nabi Muhammad SAW telah melaksanakan puasa ‘Asyura dan puasa tiga hari setiap bulannya.
Kemudian puasa Ramadhan mulai diwajibkan pada tahun ke-2 Hijriah atau 624 Masehi. Hal ini juga bersamaan dengan disyariatkannya shalat ied, zakat fitrah, dan kurban.
Setiap kedatangan Ramadhan selalu membawa dua pesan atau kabar.
Pertama, kabar gembira berupa ampunan dari Allah bagi orang beriman yang menjalankan puasa ramadhan dengan benar dan ikhlas. Rasulullah Saw menyatakan bahwa Puasa Ramadhan menghapuskan dosa sebagaimana sabda beliau,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Terdapat banyak amal shalih yang menjadi asbab diampuni dosa hamba-Nya, antara lain:
1. Shalat malam di bulan Ramadhan menghapuskan dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat.” [HR. Muslim]
2. Sedekah menghapuskan dosa
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ
“Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai. Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api. Dan shalat seseorang di kegelapan malam. [HR. Tirmidzi]
3. Shalat pada malam lailatul qadar menghapuskan dosa
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” [HR. Bukhari & Muslim]
4. Zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa
Ibnu Abbas mengatakan,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, sebagai penyuci orang yang berpuasa dari perbuatan yang menggugurkan pahala puasa serta dari perbuatan atau ucapan jorok, juga sebagai makanan bagi orang miskin.” [HR. Abu Daud]
Begitu banyak ampunan di bulan Ramadhan, sehingga apabila ada yang tidak diampuni di bulan Ramadhan maka benar-benar “keterlaluan” jeleknya orang tersebut.
Kedua, kabar celaka
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa orang yang tidak diampuni di bulan Ramadhan akan mendapatkan celaka dan kerugian yang besar.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ
“Celakalah seseorang, aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku. dan celakalah seseorang, Bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang yang kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga (karena kebaktiannya).” (HR. Tirmidzi)
Seorang Mukmin yang berpuasa tentu saja akan bersungguh-sungguh melakukan amalan-amalan shaleh agar Allah Azza wa Jalla menghapuskan dosa dan perbuatan jeleknya, karena kebaikan dapat menghapus kejelekan.
Namun, bila ia menyia-nyiakan dan tidak mengerjakan shalat, puasa, dan amalan yang disyariatkan Allah hingga Ramadhan berakhir, maka ia menjadi hamba yang celaka.
Oleh karena itu, siapa saja yang mendapatkan kesempatan besar berjumpa dengan bulan Ramadhan, kemudian ia melakukan amalan yang disyariatkan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah maka Allah akan memuliakan dengan menghapuskan dosa-dosanya.
Ibrah atau pelajaran berharga yang dapat diambil dari keterangan hadis di atas, terdapat tiga golongan manusia yang celaka dan merugi. Pertama, orang yang apabila disebut nama Nabi Muhammad SAW, tidak membaca shalawat.
Seyogianya umat Islam selalu mencintai Rasulullah SAW yang menjadi panutan hidup. Sebagai bukti cinta dan ta’zim, maka setiap kali disebut nama beliau, kita bershalawat kepadanya “Allahumma shalli wa sallim alaih”.
Kedua, orang yang tinggal bersama orang tuanya tapi tidak membuatnya masuk surga. Ada kesempatan bagi seorang anak untuk meraih surga, dengan ta’at dan patuh kepada kedua orang tua. Menyayangi, menghargai dan merawatnya ketika sudah tua. Tapi tidak dilakukan.
Berapa banyak orang yang tinggal bersama orang tua, tapi mereka tidak dirawat, tidak diperhatikan, bahkan ada yang dimasukkan ke panti jompo. Sang anak keberatan tinggal dengan orang tuanya yang sudah tua renta, karena dianggap menyusahkan, membuat repot, menyita banyak waktu dan alasan-alasan lainnya.
Orang seperti ini, akan sangat merugi. Seharusnya dengan merawat orang tuanya yang sudah tua dan menyayangi mereka, akan membawa sang anak masuk surga. Malah sebaliknya, dia tidak masuk surga karena menelantarkan kedua orang tuanya. Naudzubillah.
Ketiga, golongan orang yang bertemu bulan ramadhan melaksanakan ibadah shaum di bulan Ramadhan tapi Allah SWT tidak mengampuni dosa-dosanya.
Momentum puasa ramadhan merupakan peluang mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala. Namun hingga Ramadhan berlalu, kita keluar darinya dalam keadaan belum mendapatkan ampunan Allah Ta’ala.
Kita menyaksikan berapa banyak orang Islam yang menyia-nyiakan ramadhan. Mereka tidak berpuasa, tidak shalat tarawih, bahkan mereka tak pernah berkunjung ke masjid untuk shalat jamaah, sekalipun masjid tidak jauh dari rumahnya. Berkumandang azan, memanggil shalat tapi ia mengabaikannya.
Ada juga orang yang merasa berpuasa, padahal hanya sekedar mengubah jadwal makan dan minum semata. Sungguh celaka orang yang berpuasa, tapi ia tak bisa meninggalkan kebiasaan buruknya menenggak miras, berzina, curang dalam takaran, masih mengkonsumsi harta ribawi. Ia menahan diri dari lapar dan dahaga, tapi shalat dan puasanya tak dapat mencegahnya dari ucapan kotor, keji dusta, menebar fitnah, melakukan maksiat dan mungkarat. Sungguh celaka, seorang muslim yang mendapat amanah sebagai presiden, menteri, pejabat negara, tapi shalat dan puasanya tidak mampu mencegahnya berbuat zalim pada rakyat, mengeluarkan aturan hukum yang tidak adil dan tidak beradab, membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat, dan mengancam keadilan sosial rakyat. Hingga bulan ramadhan berlalu, mereka tidak bertobat, enggan melakukan koreksi dan evaluasi atas segala dosa dan kesalahannya. Maka kehadiran bulan ramadhan membawa kabar buruk: Kecelakaan dan kerugian baginya, karena gagal meraih ampunan dari Allah Swt.
Semoga Allah berkenan mengampuni segala dosa dan kesalahan kita, sebagai bukti diterimanya amal shalih kita selama bulan Ramadhan.
Oleh: Irfan S. Awwas