Fatwapedia.com – Hanya beberapa hari lagi Ramadhan segera datang. Sudah selayaknya kita bergembira. Tentu karena bulan Ramadhan adalah bulan yang agung. Bulan yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan. Rasulullah saw. bersabda saat Ramadhan menjelang:
ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ
Sungguh telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan. Allah mewajibkan kalian berpuasa di dalamnya. Di dalamnya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan (Lailatul Qadar). Siapa saja yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung) (HR Ahmad dan an-Nasa’i).
Mengomentari hadis di atas, Imam Ibnu Rajab berkata, “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira saat pintu-pintu surga dibuka? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah SWT) tidak gembira saat pintu-pintu neraka ditutup? Bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira saat setan-setan dibelenggu?” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathâif al-Ma’ârif, hlm. 174).
Ragam Keutamaan Ramadhan
Setidaknya ada 9 (sembilan) keutamaan Ramadhan.
Pertama : Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa agar manusia meraih takwa (QS al-Baqarah [2]: 183).
Kedua : Bulan turunnya al-Quran (QS al-Baqarah [2]: 185).
Ketiga : Bulan pengampunan dosa. Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa saja yang berpuasa pada Bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR al-Bukhari dan Muslim).
Keempat : Bulan pembebasan dari neraka . Nabi saw. bersabda:
وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Bagi Allah banyak orang-orang yang dimerdekakan dari Neraka. Hal itu terjadi setiap malam (HR at-Tirmidzi dan Ibn Majah).
Kelima : Bulan kedermawanan . Di dalam suatu hadis dinyatakan:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ…
Rasulullah saw. adalah orang yang paling dermawan. Beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan… (HR al-Bukhari dan Muslim).
Keenam : Di dalamnya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Rasulullah saw. bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Jika Ramadhan telah tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ketujuh : Bulan pengabulan doa . Hal ini dapat dipahami dari firman Allah SWT dalam QS al-Baqarah di sela-sela menjelaskan tentang hukum-hukum puasa (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 186).
Kedelapan : Bulan dilipatgandakan pahala . Rasulullah saw. bersabda:
عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ، تَعْدِلُ حَجَّةً
Umrah pada bulan Ramadhan setara dengan satu kali haji (HR Ibn Majah dan at-Tirmidzi).
Kesembilan : Di dalamnya terdapat Lailatul Qadar. Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ، وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَهَا، فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ، وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ.
Sungguh bulan ini (Ramadhan) telah hadir di tengah-tengah kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi dari malam itu, sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan secara keseluruhan. Tidaklah terhalangi dari kebaikannya kecuali seorang yang rugi (HR Ibn Majah).
Menyiapkan Diri
Dengan ragam keutamaan Ramadhan di atas, tentu tidak selayaknya Ramadhan kita sia-siakan. Agar tak sia-sia, kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menyambut kedatangannya. Dengan begitu kita tidak termasuk orang yang disabdakan Rasulullah saw., “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga.” (HR Ahmad).
Paling tidak, ada empat hal yang perlu disiapkan untuk menyambut kedatangan Ramadhan. Pertama : Bertobat dan mensucikan diri. Ramadhan adalah bulan suci. Sudah selayaknya bulan suci disambut juga dengan kesucian jiwa kita, yakni dengan membersihkan diri dari segala dosa dan kemaksiatan. Apalagi semua yang terjadi di tengah-tengah kehidupan kita saat ini – musibah, bencana, wabah, sempitnya kehidupan kita dan hilangnya keberkahan hidup – tentu tidak dapat dilepaskan dari dosa-dosa kita.
Kedua : Bersyukur kepada Allah SWT karena kita masih diberi kesempatan untuk berjumpa kembali dengan Ramadhan. Betapa banyak saudara-saudara kita, di sepanjang 2020-2021 hingga menjelang bulan Ramadhan ini, yang dipanggil oleh Allah SWT.
Ketiga : Meningkatkan kapasitas ilmu. Setiap Muslim diwajibkan membekali diri dengan ilmu ketika hendak beribadah dan beramal. Harapannya agar amal ibadah yang dilakukan diterima oleh Allah SWT. Demikian halnya ibadah pada bulan Ramadhan, terutama puasa. Kita harus mengetahui rukun dan hal-hal yang dapat merusak ibadah puasa. Apalagi mencari ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim (HR al-Bukhari).
Keempat : Membulatkan niat dan memiliki himmah ‘aliyah (cita-cita tinggi) untuk berusaha memperbaiki perkataan dan perbuatan, bersungguh-sungguh dalam ketaatan, menghidupkan bulan Ramadhan dengan amal shalih dan berpuasa dengan sebenar-benarnya.
Bulan al-Quran
Allah SWT berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelas dari petunjuk (tersebut) dan pembeda (antara haq dan batil) (TQS al-Baqarah [2]: 185).
Karena itu Bulan Ramadhan identik dengan Bulan al-Quran. Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan pada bulan ini pun berkaitan dengan al-Quran; membaca, memahami dan merenungkan al-Quran. Tentu di atas semua ini adalah mengamalkan al-Quran. Karena itu pula, hal yang paling tercela di bulan ini adalah meninggalkan al-Quran ( hajr al-Qur’an ), baik dengan tidak membaca dan mempelajari al-Quran, apalagi tidak mengamalkan al-Quran.
Di negeri ini, atas izin dan karunia Allah, banyak penghapal dan pengkaji al-Quran. Sebagian masyarakat pun cukup antusias untuk mengamalkan al-Quran dalam kehidupan pribadi mereka. Namun, sebagai sebuah umat, negeri ini belum mengamalkan al-Quran. Yang ada justru al-Quran dimusuhi. Tentu bukan memusuhi fisiknya, namun hukum-hukumnya. Dituduh intoleran, sumber terorisme, radikal, ekstrem, bar-bar dan pemecah-belah. Saat yang sama, hukum-hukum thaghut ditegakkan dan dihargamatikan. Padahal jelas tindakan tersebut merupakan kejahatan dan dosa besar.
Terkait itu Nabi saw. bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
Shalat lima waktu, shalat Jumat hingga shalat Jumat berikutnya, dan Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya dapat menghapus dosa-dosa yang terjadi di antara keduanya selama dosa-dosa besar ditinggalkan (HR Muslim dan Ahmad).
Artinya, siapa saja yang masih melakukan dosa besar, meski dia berpuasa Ramadhan, hal itu tidak akan berujung pada pengampunan dosa-dosanya.
Faktanya, karena syariah Islam dimusuhi dan digantikan dengan hukum-hukum kufur, dosa-dosa besar menjadi sangat lumrah dilakukan oleh kebanyakan masyarakat. Misalnya, zina, minum khamer dan riba. Yang lebih besar lagi dosanya adalah berhukum dengan selain hukum Islam. Pelakunya bisa terkategori zalim, fasik bahkan kafir (Lihat: QS al-Maidah [5]: 44, 45, 47). Sayangnya, inilah yang terjadi di negeri ini.
Rasulullah saw. juga bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Siapa saja yang tidak meninggalkan perkataan yang melenceng dari kebenaran dan malah mengamalkannya, Allah tidak membutuhkan puasanya (HR al-Bukhari).
Kata “qawl” sering diterjemahkan “perkataan”. Sebenarnya di dalam Bahasa Arab kata ini bermakna “keyakinan”, sebelum menjadi ucapan. Sebab, menurut aslinya, ucapan bersumber dari keyakinan. Adapun kata “az-zur” bermakna segala sesuatu yang melenceng dari haq (kebenaran). Dari sini, hadis di atas dapat kita artikan bahwa Allah SWT tidak sudi menerima puasa kita jika kita masih berkeyakinan dan mengamalkan apa yang melenceng dari kebenaran. Demokrasi yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak menetapkan hukum adalah az-zur tingkat tinggi. Sekularisme yang menyatakan kehidupan tidak harus atau tidak boleh diatur dengan Islam adalah az-zur yang nyata. Jika kita masih mengamalkan sekularisme, demokrasi, kapitalisme dan derivasinya, saat itu pula puasa kita terancam akan sia-sia belaka.
Oleh sebab itu, kita wajib meninggalkan semua itu, lalu bersegera untuk mengamalkan dan menerapkan syariah Allah SWT secara kaffah , agar kita dapat masuk ke pintu rahmat dan ampunan-Nya, khususnya pada bulan yang penuh berkah ini. Semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayah kepada kita semua. Aamiin. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
Buletin Dakwah Kaffah 188 (26 Sya’ban 1442 H – 9 April 2021 M)