Fatwapedia.com – Sesungguhnya manusia berdasarkan fitrahnya, diciptakan senang memberikan manfaat kepada orang yang telah meninggal dunia, dengan anggapan bahwa amalan yang mereka kerjakan itu bisa memberikan manfaat kepada si mayat ketika berada di dalam kuburan dan setelah ia dibangkitkan darinya.
Di antara amalan yang paling banyak dilakukan oleh umat Islam dewasa ini adalah tahlilan dan yasinan, yaitu dengan memperingati hari-hari tertentu dari kematian seseorang dengan anggapan bahwa itu dapat membantu perjalanan roh orang yang meninggal menuju akhirat. Padahal hal ini sama sekali tidak pernah dicontohkan dan diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka perbuatan tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadits-hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, maka ada beberapa amalan yang pahalanya bisa terus mengalir bagi seseorang meskipun ia telah meninggal dunia. Diantaranya adalah:
A. Amalan Dari Perbuatannya Sendiri Sebelum Meninggal
1. Shadaqah jariyah:
Shadaqah jariyah adalah suatu ketaatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengharapkan ridha Allah Ta’ala, agar orang-orang umum bisa memanfaatkan harta yang disedakahkannya tersebut sehingga pahalanya mengalir baginya sepanjang barang tersebut masih ada.
Para ulama telah menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf untuk kebaikan. Seperti mewakafkan tanah, masjid, madrasah, rumah hunian, kebun kurma, mushaf Al-Qur’an, kitab yang berguna, dan lain sebagainya. Disini merupakan dalil disyariatkannya mewakafkan barang yang bermanfaat dan perintah untuk melakukannya, bahkan itu termasuk amalan yang paling mulia yang bisa dilakukan seseorang untuk kemuliaan dirinya di akhirat. Yang pertama ini bisa dilakukan oleh para ulama maupun orang awam.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akannya.” [HR. Muslim, HR. Muslim (5/73), Imam Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad hal.8, Abu Daud (2/15), an-Nasa’i (2/129), ath-Thahawi di dalam Al-Musykil (1/85), al-Baihaqi (6/278), dan Ahmad (2/372). Lihat Ahkamul Jana-iz Wa Bida’uha oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal.224].
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda:
مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang membangun masjid untuk mencari wajah Allah, niscaya Allah membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Ilmu yang Bermanfaat:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِلِ
“Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun.” (HR. Ibnu Majah).
Sama saja apakah dia mengajarkan ilmu tersebut kepada seseorang atau berupa buku yang orang-orang mempelajarinya setelah kematiannya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
وَإِنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَاءِ وَالأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانِ فِى الْمَاءِ (رواه ابن ماجه
“Sesungguhnya Orang yang menuntut ilmu (syar’i) akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, sampai ikan-ikan yang ada di dalam lautan.” (HR. Ibnu Majah)
Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan selainnya).
Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Hal ini (yakni ilmu yang bermanfaat) bisa dilakukan dengan cara seseorang mengajarkan ilmu kepada manusia perkara-perkara agama mereka. Ini khusus bagi para ulama yang menyebarkan ilmu dengan cara mengajar, mengarang dan menuliskannya. Orang yang awam juga bisa melakukannya dengan cara ikut serta di dalamnya berupa mencetak kitab-kitab yang bermanfaat atau membelinya lalu menyebarkannya atau mewakafkannya. Juga membeli mushaf lalu membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan atau meletakkannya di masjid-masjid. Hal ini menganjurkan kita untuk mempelajari ilmu dan mengajarkannya, menyiarkannya dan menyebarluaskan kitab-kitabnya agar bisa mengambil manfaat sebelum dan sesudah kematian dia. Manfaat ilmu akan tetap ada selama di permukaan bumi ini masih ada seorang muslim yang sampai kepadanya ilmu tersebut. Berapa banyak ulama yang meninggal semenjak ratusan tahun yang lalu tetapi ilmunya masih ada dan dimanfaatkan melalui kitab-kitab yang telah dikarangnya lalu dipakai dari generasi ke generasi sesudahnya dengan perantara para muridnya kemudian para pencari ilmu setelah mereka. Dan setiap kali kaum muslimin menyebutkan nama dia, mereka selalu mendoakan kebaikan dan mendoakan agar Allah merahmati dia. Ini adalah fadhilah (keutamaan dan karunia) dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya. Berapa banyak generasi yang diselamatkan Allah dari kesesatan dengan jasa seorang ulama, maka ulama itu mendapatkan seperti pahala orang yang mengikutinya sampai hari kiamat”.
3. Segala amalan sholih yang dilakukan oleh anak yang sholih akan bermanfaat bagi orang tuanya yang sudah meninggal dunia:
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39).
Di antara yang diusahakan oleh manusia adalah anak yang sholih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” [HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa-i no. 4451. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]
Ini berarti amalan dari anaknya yang sholih masih tetap bermanfaat bagi orang tuanya walaupun sudah berada di liang lahat karena anak adalah hasil jerih payah orang tua yang pantas mereka nikmati.
Namun sayang, orang tua saat ini melupakan modal yang satu ini. Mereka lebih ingin anaknya menjadi seorang penyanyi atau musisi –sehingga dari kecil sudah dididik les macam-macam-, dibanding anaknya menjadi seorang da’i atau orang yang dapat memberikan manfaat pada umat dalam masalah agama. Sehingga orang tua pun lupa dan lalai mendidik anaknya untuk mempelajari Iqro’ dan Al Qur’an. Sungguh amat merugi jika orang tua menyia-nyiakan anaknya padahal anak sholih adalah modal utama untuk mendapatkan aliran pahala walaupun sudah di liang lahat.
4. Apabila manusia, hewan atau burung memakan tanaman milik orang yang telah meninggal dunia:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةً وَلاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
“Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya (orang yang menanam). Dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Dan apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Dan apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Dan tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari tanaman tersebut kecuali merupakan sedekahnya.” (HR. Muslim).
Imam Nawawi berkata mengomentari hadits di atas, “Hadits ini menunjukkan keutamaan menanam dan mengelola tanah, dan bahwa pahala orang yang menanam tanaman itu mengalir terus selagi yang ditanam atau yang berasal darinya itu masih ada sampai hari kiamat.”
Hal ini berbeda dengan shodaqoh jariyah, karena tanaman itu tidak dimaksudkan (diniatkan) sebagai shodaqoh jariyah, akan tetapi hasil yang dimakan dari tanaman ter-sebut menjadi shodaqoh jariyah tanpa keinginan dari pemiliknya atau ahli warisnya.
5. Bersiaga di jalan Allah (ribath)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِى كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِىَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
“Bersiaga di jalan Allah (menjaga jika musuh menyerang) sehari semalam lebih baik dari pada puasa dan mendirikan shalat satu bulan, dan apabila (orang yang bersiaga tersebut) meninggal dunia maka amalan yang sedang dia kerjakan tersebut (pahalanya terus) mengalir kepadanya, rezekinya terus disampaikan kepadanya dan dia terjaga dari ujian (kubur).” (HR. Muslim).
6. Menggali kubur untuk mengubur seorang Muslim:
Dari Abu Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang memandikan jenazah dan ia menyembunyikan cacat jenazah tersebut, niscaya dosanya diampuni sebanyak 40 dosa. Dan barangsiapa yang mengafani jenazah, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya kain sutera yang halus dan tebal dari surga. Dan barang siapa yang menggali kuburan untuk jenazah dan dia memasukkannya ke dalam kuburan tersebut, maka dia akan diberi pahala seperti pahala membuatkan rumah, yang jenazah itu dia tempatkan (di dalamnya) sampai hari kiamat.” (HR. Al Baihaqi dan Al Hakim. Al Hakim berkata, “Hadits ini sesuai syarat Imam Muslim”, dan Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya).
B. Amalan Yang Berasal Dari Usaha-usaha Orang Lain
1. Do’a untuk mayit:
Orang yang telah meninggal akan mendapatkan manfaat dari do’a orang lain pada beberapa tempat/waktu yaitu:
a. Do’a ketika akan meninggal atau setelah meninggal
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
إِذَا حَضَرْتُمُ الْمَرِيضَ أَوِ الْمَيِّتَ فَقُولُوا خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ
“Jika kalian mengunjungi orang yang sakit atau orang yang telah meninggal maka ucapkanlah kebaikan, sesungguhnya para malaikat mengaminkan apa-apa yang kalian ucapkan.” (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
b. Do’a untuk mayit dalam shalat jenazah
Dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Jika kalian menyalatkan jenazah, maka murnikanlah do’a untuknya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari Auf bin Malik Radhiyallahu ‘Anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyalatkan satu jenazah, lalu saya hafalkan do’anya. Beliau berdo’a:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ
“Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia, jauhkanlah dia (dari musibah), maafkanlah dia, muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air, dengan es dan embun, bersihkanlah ia dari kesalahan-kesalahan sebagaimana pakaian yang putih dibersihkan dari kotoran. Berilah ia ganti kampung yang lebih baik dari kampungnya (di dunia), keluarga yang lebih baik dari keluarganya (di dunia), istri yang lebih baik dari istrinya (di dunia). Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah ia dari adzab kubur dan adzab neraka.” Lalu Auf bin Malik berkata, “Sampai-sampai aku membayangkan sekiranya akulah mayat itu.” (HR. Muslim).
c. Memohonkan ampunan untuk mayit
Dari ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam apabila selesai menguburkan mayat, beliau berdiri lalu bersabda, “Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu dan mintalah keteguhan, sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud dan Hakim).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhnya Allah sungguh akan mengangkat derajat seorang hamba yang shaleh di surga. Hamba tadi berkata, “Ya Rabb, bagaimana bisa saya mendapatkan derajat ini?” Allah menjawab, “Karena istighfar anakmu untukmu.” (HR, Imam Ahmad dengan sanad yang shahih).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyebut anak, karena anak yang biasanya beristighfar untuk orang tuanya. Penyebutan anak di sini sebagai keumuman, bukan sebagai pembatasan manfaat hanya dari anak. Maka seorang Muslim mana saja meminta ampun untuk saudaranya Muslim yang lain, niscaya hal itu bermanfaat baginya.
d. Do’a untuk yang telah meninggal ketika kuburannya diziarahi
Dari Buraidah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengajari para sahabat jika ziarah kubur, agar hendaklah mereka mengatakan:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ أَنْتُمْ لَنَا فَرَطٌ وَنَحْنُ لَكُمْ تَبَعٌ أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَافِيَةَ لَنَا وَلَكُمْ
“Semoga keselamatan bagi kalian wahai penghuni kubur dari golongan mu’min dan muslim. Kami insya Allah pasti akan menyusul kalian. Kalian bagi kami adalah pendahulu dan kami bagi kalian adalah pengikut. Aku memohonkan bagi diri kami dan kalian keselamatan.” (HR. Muslim, An-Nasa’i dan Ahmad).
e. Do’a untuk orang-orang yang telah meninggal secara keseluruhan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَااغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ
“Dan orang-orang yang datang setelah mereka (para sahabat), mereka mengatakan, “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam keimanan.” (QS. Al-Hasyr:10).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, yang artinya: “Do’a seorang Muslim untuk saudaranya (sesama Muslim) yang tidak ada di hadapannya merupakan (do’a) mustajabah (dikabulkan). Di dekat kepala orang yang berdo’a tersebut ada malaikat yang ditugaskan, setiap dia berdo’a kebaikan untuk saudaranya, malaikat tersebut berkata, “Amin dan semoga kamu mendapatkan hal yang sama.” (HR. Muslim).
Do’a tersebut berlaku bagi orang yang masih hidup dan juga bagi yang telah meninggal dunia.
2. Banyaknya Orang yang Menyalatkan Jenazah:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidak ada satu jenazah pun yang dishalatkan oleh sekelompok Muslim yang mencapai seratus – semuanya meminta buat si mayat – kecuali permintaan mereka buat si mayat itu diterima.” (HR. Muslim).
Boleh jadi sang mayit juga diampuni dosanya jika dishalatkan oleh kurang dari seratus orang asalkan orang-orang yang menyalatkan itu termasuk orang-orang yang bertauhid. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidak ada seorang Muslim pun yang wafat, lalu jenazahnya dishalatkan oleh 40 orang yang tidak menyekutukan Allah dengan apa pun, kecuali Allah menerima permintaan mereka buat si mayit itu.”
3. Melunasi Hutang si mayit:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan seorang mayit yang masih memiliki utang, kemudian beliau bertanya, “Apakah orang ini memiliki uang untuk melunasi hutangnya?” Jika diberitahu bahwa dia bisa melunasinya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mensholatkannya. Namun jika tidak, maka beliau pun memerintahkan, “Kalian shalatkan aja orang ini.”
Tatkala Allah memenangkan bagi beliau beberapa peperangan, beliau bersabda,
أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّىَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَىَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالاً فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ
“Aku lebih pantas bagi orang-orang beriman dari diri mereka sendiri. Barangsiapa yang mati, namun masih meninggalkan utang, maka aku lah yang akan melunasinya. Sedangkan barangsiapa yang mati dan meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya.” [HR. Bukhari no. 2298 dan Muslim no. 1619]
Hadits ini menunjukkan bahwa pelunasan hutang si mayit dapat bermanfaat bagi dirinya.
Bersambung pada edisi berikutnya, insya Allah….
[Sumber: Buletin Dakwah Al-Ittiba’, Yayasan Mutiara Hikmah Klaten, Edisi 27 Tahun III 1430 H / 2009 M]