Fatwapedia.com – Akad murabahah merupakan akad yang paling banyak dipakai pada produk pembiayaan di lembaga keuangan syariah, baik di bank syariah, lembaga pembiayaan syariah, dan koperasi syariah. Berikut ini akan dibahas prinsip-prinsip syariah dalam akad murabahah agar pelaksanaanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Landasan
Standar Syariah AAOIFI No. 8 tentang Murabahah
Fatwa DSN – MUI No. 110 tahun 2017 tentang Akad Jual – Beli Murabahah
Definisi
Akad bai’ al-murabahah adalah akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayamya dengan hargayang lebih sebagai laba.
Dalil
Menurut santar syariah AAOIFI No. 8 tentang Murabahah: Dalil kebolehan akad murabahah adalah sama dengan dalil yang digunakan untuk kebolehan akad jual beli; di antaranya adalah firman Allah SWT: “..Allah telah menghalalkan iual beli…” Sebagian ulama mendasarkan juga pada firman Allah SWT: “Tidak dosa bagi kalian untuk mencari karunia Alloh SWT..” ini karena keuntungan (ribh) memiliki makna yang sama dengan “karunia”.
Sebagian ulama mendasarkan kebolehan murabahah juga pada qiyas terhadap jual beli tauliyah. Dalam suatu riwayat disebutkan “bahwa Rasulullah SAW membeli unta untuk hijrah dari Abu Bakar dengan harga at par (tauliyah); ketika Abu Bakar ingin menghibahkan unta tersebut, Rasulullah mengatakan “tidak…saya akan bayar sesuai dengan harga pokok pembelian (tsaman).” Jumhur ulama telah sepakat akan kebolehan akad murabahah.
Bentuk
Akad murabahah dapat berupa:
- Bai’ al-murabahah al-‘adiyyah adalah akad jual beli murabahah yang dilakukan atas barang yang sudah dimiliki penjual pada saat barang tersebut ditawarkan kepada calon pembeli
- Bai’ al-murabahah li al-amir bi al-syira’ adalah akadiual beli murabahah yang dilakukan atas dasar pesanan dari pihak calon pembeli
Ketentuan – Ketentuan (Fatwa DSN-MUI No. 110)
1. Ketentuan terkait Hukum dan Bentuk Murabahah
Akad jual beli murabahah boleh dilakukan dalam bentuk bai’ al’ murabahah al-‘adi1,yah maupun dalam bentuk bai’ al-murabahah li al-amir bi al-syira’.
2. Ketentuan terkait Shigat al-‘Aqd
Akad jual beli murabahah harus dinyatakan secara tegas dan jelas serta dipahami dan dimengerti oleh penjual dan pembeli.
Akad jual beli murabahah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat, dan perbuatan/tindakan, serta dapat dilakukan secara elektronik sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal perjanjian jual beli murabahah dilakukan secara tertulis, dalam akta perjanjian harus terdapat informasi mengenai harga perolehan (ra’s mal al-murabahafr), keuntungarr (al-ribh), dan harga jual (tsaman al-murabahah)
3. Ketentuan terkait Para Pihak
Jual beli boleh dilakukan oleh orang maupun yang dipersamakan dengan orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjual (al-Ba’i’) dan pembeli (al-Musytarl) harus cakap hukum (ahliyah) sesuai dengan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Penjual (al-Ba’i) harus memiliki kewenangan (wilayah) untuk melakukan akad jual beli, baik kewenangan yang bersifat ashliyyah maupun kewenangan yang bersifat niyabiyyah.
4. Ketentuan terkait Mutsman/Mabi’
Mutsman/mabi’ boleh dalam bentuk barang dan/atau berbentuk hak yang dimiliki penjual secara penuh (milk al-tam).
Mutsman/mab’i’ harus berupa barang dan/atau hak yang boleh dimanfaatkan menurut syariah (mutaqawwam) dan boleh diperjualbelikan menurut syariah dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Mutsman/mabi’ harus wujud, jelas/pasti/tertentu, dan dapat diserahterimakan (qudrat al taslim) pada saat akad jual beli murabahah dilakukan.
Dalam hal mabi’ berupa hak, berlaku ketentuan dan batasan sebagaimana ditentukan dalam Fatwa MUI nomor I/MUNAS VII/512A05 bntang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Ketentuan terkait Ra’s Mal al-Murabahah
Ra’s mal al-murabahahharus diketahui (ma’lum) oleh penjual dan pembeli.
Penjual (al-ba’i’) dalam akad jual beli murabahah tidak boleh melakukan tindakan khiyanah/tadlis terkait ra’s mal al-murabahah.
6. Ketentuan terkait Tsaman
Harga dalam akad jual beli murabahah (tsaman al-murabahah) harus dinyatakan secara pasti pada saat akad, baik ditentukan melalui tawar menawar, lelang, maupun tender.
Pembayaran harga dalam jual beli murabahah boleh dilakukan secara tuna (bai’ al-hal), tangguh (bai’ al-mu’aiiaD, bertahap/cicil (bai’ bi al-taqsith), dan dalam kondisi tertentu boleh dengan cara perjumpaan utang (bai’ al-muqashshah) sesuai dengan kesepakatan.
7. Ketentuan terkait Produk dan Kegiatan
Murabahah yang direalisasikan dalam bentuk pembiayaan (al-tamwil bi al-murabahah), ba;,k al-murabahah li al-amir bi al-syira’ maupun almurabahah al-‘adiyah, berlaku ketentuan (dhawabith) dan batasan (hudud) murabahah sebagaimana terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah