Fatwapedia.com – Syaikh Ustman Dan Fuduye adalah pembaharu, negarawan, dan pengajar agama, yang bangkit dari gelombang reformasi yang melanda dunia Islam pada paruh akhir abad 18.
Anak Fuduye Muhammad, anggota klan Torobe dari masyarakat Fulani yang secara keturunan berasal dari Sahabat Uqbah bin Nafi, penakluk Afrika Utara dari jalur ayahnya, dan dari garis ibunya, Sayyiddah (keturunan Rasulullah). Ibunya, Sayyidah Hawwa adalah keturunan Hassan, anak Fatimah bin Muhammad SAW.
Syaikh Ustman Dan Fuduye tumbuh dalam era ketidakpastian politik di Afrika Barat pasca runtuhnya Imperium Songhay. Rivalitas keras terjadi antara Emirat Kano, Air, Zamfara, Kebbi dan Katsina. Pada abad 18, Islam telah menjadi agama mayoritas, namun kehidupan agama masyarakat masih diselimuti praktik animisme. Para Mualaf Afrika masih membawa kultur dan praktik animis lama.
Syaikh Ustman mendapatkan pendidikan Al Qur’an, Hadist, tasawwuf dan Ilmu Fiqh di usianya yang dini. Dia sangat terpengaruh dengan dengan pemikiran Al Moghili, intelektual Afrika Utara. Menurutnya, penguasa yang tidak adil wajib diganti dan jihad dibutuhkan untuk menyingkirkan praktik-praktik animis dalam masyarakat.
Syaikh Ustman membagi ilmu tasawwuf dalam dua bagian: Pertama, Takhallaq atau reformasi diri, kedua, Tahaqquq atau pengetahuan tentang kepastian, di antaranya praktik Syariah, berdzikir dengan Nama dan Sifat Allah, dan meninggalkan sifat-sifat yang merusak jiwa manusia.
Syaikh Ustman bercita-cita membentuk tata sosial dan politik yang adil. Motonya ada dalam perintah Al Qur’an:
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS 3: 110)
Dalam kitabnya, “Al Farqu”, Syaikh Ustman menjelaskan perbedaan antara pemerintahan Islam dengan kafir. Dalam sistem kafir, penguasanya represif, menerapkan pajak yang mencekik, pejabatnya korup dan suka mengambil suap. Sebaliknya, dalam pemerintahan Islam, kekuasaan berjalan dengan adil, kehormatan manusia dan perempuan dijaga.
Syaikh Ustman menjadi membaca tekun karya Al Ghazali dan menjadi pengikut Syaikh Abdul Qadir Jeelani, pendiri Tarekat Qadiriyyah. Dia mengaku bahwa Syaikh Abdul Qadir al Jeelani, Syaikhul Mashaiq (gurunya para guru) telah berbicara dengannya melalui mimpi untuk memimpin perjuangan melawan kemusyrikan di tengah-tengah masyarakat.
Syaikh Ustman dan pengikutnya menjadi pengkritik keras para amir lokal yang lokal dan praktik kehidupan masyarakat yang menyimpang. Karena aktivitasnya, amir provinsi Yunfa mencoba membunuh dan mengusirnya dari Degel. Mengikuti jalan Nabi, Syaikh Ustman berhijrah dari Degel ke Gudu yang berjarak 30 mil (1804) diikuti pengikutnya. Dari Gudu, dia mendeklarasikan dirinya sebagai imam, syaikh dan amirul mukminin dan bertekad menguasai seluruh Afrika Barat.
Dia mendeklarasikan jihad melawan Kerajaan Hausa (1804) dan berhasil merebut Birnin, ibukota Kebbi (1805). Tiga tahun berikutnya, pasukan Syaikh Ustman menduduki Alkalwa, ibukota Gobir, Katsina, Daura, Bauchi dan menyerang negara Borno (1808). Syaikh Ustman mendirikan Kekhilafahan dengan ibukota Sokoto, di Nigeria utara. Wilayahnya mencakup Nigeria dan Kameron sekarang hingga berakhir ketika Inggris menduduki kawasan itu pada awal abad 20.
Pengaruh Syaikh Ustman menyebar ke seluruh Afrika Barat. Salah satu pengikutnya, Syaikh Ahmad Lobo melancarkan Jihad dan mendirikan kerajaan di Macina (1827), di Sungai Niger. Al Hajj Omar, terinspirasi oleh Syaikh Ustman, melancarkan jihad di Sene-Gambia (1854-1864) dan berhasil menahan laju pasukan Perancis. Almami Samori mendirikan Emirat di Pantai Gading. Di timur, Khilafah Kanem Bornu didirikan setelah Khilafah Sokoto. Di Kamerun utara, penduduk lokal Fulani mendirikan Emirat Adamawa.
Pelbagai upaya itu diinspirasi oleh cita-cita Syaikh Ustman Dan Fuduye untuk mendirikan pemerintahan berdasarkan Syariah, menjamin penerapan pajak yang adil dan memperbaiki moral dalam masyarakat.
(Disarikan dari Kebangkitan dan Kejatuhan Peradaban Islam)