Fatwapedia.com – Imam Nawawi (wafat 676 H) sangat terkesan dengan salah seorang ulama kenamaan yaitu Abu Ishak Ibrahim bin Ali al-Syairazie (wafat 476 H.) Ulama besar pada zamannya, di antara karya-karyanya, AlMuhadzdzab, Al-Tanbih, Alluma’ (Ushul Fiqih) dan pengarang banyak kitab lainnya. Kitab al-Muhadzab dan kitab al-Tanbih ini diperluas oleh Imam Nawawi. Penjelasan (syarah) kitab al-Muhadzdzab diberi nama Al-Majmu syarah al-Muhadzdzab dan penjelasan kitab Al-Tanbih diberi nama Tahrir Alfaz Al-Tanbih.
Sebelum munculnya kita al-Majmu’ ini, ada beberapa kitab penjelasan lain bagi kitab al-Muhadzzdab, diantaranya yang dapat disaksikan saat ini adalah kitab al-Bayan fi Mazhab al-Imam alSyafi’i karya Imam Yahya al-Imroni (wafat 558 H) dan kitab alNuzm alMusta’dzab fi Tafsir Gharib al-Muhadzdzab karya Ibn Baththal al-Rukbi (wafat 633H). Namun kitab Al-Majmu’ karya Imam Nawawi lebih keren dan lebih mendapatkan perhatian karena kedudukan Imam An-Nawawi sebagai muhadzdzib, muharrir dan murajjih dalam madzhab Asy-Syafi’i.
Penjelasannya kitab alMajumu sangatlah luas tak cukup dipaparkan dalam selembar keterangan ini. Penjelasan sangat luas meliputi sisi bahasa (lughah), nama benda dan tempat, dan juga penjelasan nama-nama ulama yang masih belum jelas. belum lagi dari sisi ilmu tafsir, ilmu hadits, dan utamanya hukum-hukum yang luas terkait ilmu fiwqih. Imam Nawawi juga menegaskan bahwa kitab yang notabenenya syarah al-Muhadzdzab, sebenarnya adalah syarah bagi mazhab (Syafi’i) bahkan lebih dari yaitu bagi mazhab-mazhab para ulama. Pendek kata alMajmu’ ini sebgai referensi perbandingan madzhab yang menjadi rujukan penting dalam ensiklopedi fikih klasik maupun modern.
Sayangnya, Imam Nawawi memenuhi panggilan Allah SWT sebelum menyelesaikan syarah kitab tersebut yang hanya sampai pada kitab alRiba (pembahasan masalah riba). Sebenarnya beliau sudah merasa bahwa ia tak akan dapat meneruskan penjelasannya dan meminta kepada murid dekatnya, Ibn al-Alttar untuk, tetapi Ibn. Al-Attar tidak dapat mengijabahi permintaan Imam Nawawi.
Lalu syarah kitab tersebut dilanjutkan oleh Imam Taqiyuddin, Ali Bin Abdul Kafi al-Subki (wafat 756H, Ayahanda Imam Tajuddin,Abdul Wahab bin Ali al-Subki wafat 771 H), ulama besar kalangan Mazhab Syafi’i pada abad ke-8 hijriah atas dorongan para ulama dan murid-murid dimasanya, beliau melanjutkan penjelasan tersebut. Tapi Imam Taqiyuddin pun tidak dapat menyelesaikan penjelasan sampai tuntas. Kemudian setelah beberapa ratus tahun penjelasan al-Muhadzdzab dilanjutkan oleh Syeikh Muhammad Najib alMuthi’i (wafat 1935 M).
Banyak ulama mengatakan bahwa sekiranya Imam Nawawi sempat menyelesaikan penjelasan kitab Al-Majmu’ tersebut pastilah kitab tersebut merupakan kitab rujukan ilmu fiqih terbaik yang pernah ada. Saya pernah tanyakan kepada almarhum Gurunda Dr. Wahbah Zuhaili (wafat 8 Agustus 2015) apa perbedaan antara alMajmu’ syarah alMuhadzdzb karya Imam Nawawi dan kitab penjelasan alMuhadzdzab lainnya? Beliau menjawab “bedanya antara bumi dan langit!
Kitab al-Muhazdzzab sendiri ditahkik dan diberi penjelasan sebanyak 6 jilid, oleh gurunda Prof. Dr. Muhammad al-Zuhaili –hafizahuLlohu (saya mendapat kehormatan saat beliau sempat hadir dan memberikan taushiah saat acara walimat al-ursy saya di Damaskus. Beliau mengatakan bahwa ia belum pernah atau jarang sekali hadir dalam acara walimat-ursy karena kesibukannya yang luar biasa. Tapi kali ini ia hadir dan memberikan tausiyah pernikahan karena pertimbangan (kata beliau) bahwa pengantin laki adalah muridnya (saya) di Fakultas Syariah Univ. Damaskus dan pengantin perempuannya (istri saya) adalah muridnya juga pada Fakultas Da’wah, Mujamma Syeikh Ahmad Kuftaro). Ustdzuna Dr. Muhammad Taufik alBouti –hafizahuLlohu-juga turut memberikan tausiyah dalam acara tersebut. Tentunya pengantin laki-laki dan pengantin wanitanya tidak dicampur dalam satu ruangan. Keterangan ini hanya sekedar tambahan saja tak ada hubungannya dengan kitab alMajmu, boleh dong, kan saya yang nulis (DAT 16 03 2021)