Fatwapedia.com – Kita memiliki tiga kisah fenomenal (pada abad-abad awal) yang menggambarkan begitu berharganya kehormatan muslimah. Kepingan-kepingan sejarah itu ditulis dan diceritakan oleh para ahli sejarah dengan rasa bangga sekaligus penuh pengharapan agar para pemuda muslim di setiap masa mempunyai ghirah (rasa cemburu) seperti para pelaku sejarah tersebut. Dimana tidak ada tokoh atau kisah semisal itu pada umat-umat yang lain.
Pengusiran Yahudi Bani Qainuqa’
Suatu hari setelah kemenangan kaum muslimin di pertempuran Badar, seorang muslimah datang ke pasar Bani Qainuqa’ untuk sebuah kebutuhan yang ia perlukan. Ketika sedang bertransaksi dengan salah seorang pedagang Yahudi, pedagang itu berniat menyingkap cadarnya dengan maksud melecehkannya. Muslimah tersebut berusaha melawan gangguan si Yahudi namun datang lagi seorang dari mereka dan melakukan sesuatu yang membuat si muslimah berteriak.
Seorang pria muslim yang kebetulan berada di pasar Bani Qainuqa’ segera menghampiri arah suara teriakan dan langsung membunuh si Yahudi yang melakukan pelecehan terhadap muslimah tersebut. Melihat hal itu, orang-orang Yahudi mengerubungi dan mengeroyok pemuda muslim tersebut hingga ia syahid.
Merespon kejadian itu, Rasulullah ﷺ segera mengumpulkan para sahabat dan mempersiapkan pasukan. Benteng Bani Qainuqa’ dikepung selama dua pekan di awal bulan Syawal tahun 2 Hijriah. Ketika orang-orang Yahudi menyerah, Rasulullah ﷺ memutuskan vonis hukuman mati bagi para Yahudi yang terlibat dalam kejadian di pasar Bani Qainuqa’ dan mengusir semua yang masih hidup dari mereka keluar dari Madinah.
Penaklukan Salah Satu Kota Terpenting Bizantium
Suatu waktu, di kota Ammuriyah ada seorang wanita Arab muslimah yang diarak keliling pasar kemudian dijebloskan ke penjara dalam keadaan terzalimi. Ketika sedang diarak muslimah itu berteriak, “Waa Mu’tashima! Waa Mu’tashima!” (Tolonglah aku wahai Mu’tashim!)
Mendengar kabar itu, Khalifah Al Mu’tashim dari Dinasti Abbasiyah menuliskan surat kepada penguasa Amorium, “Dari Amirul Mukminin kepada anjing Romawi, keluarkan wanita itu dari penjara dan janganlah menzaliminya, atau aku akan datang dengan pasukan yang baris depannya ada di hadapanmu dan baris paling belakangnya ada di hadapanku (masih berada di Baghdad)!”.
Al Mu’tashim lalu memimpin pasukan yang sangat besar dan bergerak ke kota Ammuriyah untuk menaklukannya. Pasukan Muslimin yang berjumlah 80.000 personil tiba di depan kota tersebut pada tanggal 6 Ramadhan 223 Hijriah dan melakukan pengepungan. Kota Ammuriyah akhirnya takluk setelah lebih dari 30.000 pasukan Bizantium terbunuh.
Ibnu Abi Amir, Daulah Amiriyah
Walaupun tidak semasyhur kisah Al Mu’tashim dan penaklukannya terhadap kota Ammuriyah. Di Andalusia, terdapat satu pemimpin Islam yang pernah menorehkan sejarah yang hampir mirip dengan kisah sang Khalifah Abbasiyah tersebut.
(Saat itu) Memasuki tahun 366 Hijriah -dan beberapa dekade setelahnya-, khalifah dari kalangan Umayyah di Andalusia hanya sebuah formalitas. Karena nyatanya, seluruh pelaksana kekuasaan negeri berada dibawah titah sang perdana menteri sekaligus komandan jihad dari Bani Amir, Muhammad bin Abi Amir yang bergelar Al Hajib Al Mansur.
Di masa Al Hajib Al Mansur berkuasa, jihad ke kawasan musuh Islam sangat diminati. Hal itu menjadikan kekuatan militer kaum muslimin yang ia pimpin sangat ditakuti. Terhitung 54 pertempuran telah ia pimpin semasa hidupnya, dan tak pernah satu kali pun pasukannya merasakan kekalahan (dengan izin Allah).
Jika Al Hajib Al Mansur melakukan invasi ke kawasan kristen, maka tidak ada pasukan musuh yang bisa membendungnya. Ia berhenti hanya ketika musuhnya bersedia membayar jizyah untuk kompensasi keselamatan jiwa dan negeri mereka. Hal itu membuat raja-raja Kristen menjalin perjanjian damai dengan Al Hajib Al Mansur dan tidak pernah berpikir untuk mengkhianatinya. Sebagai bukti kesetiaan para raja Kristen, terkadang mereka menyuruh putra-putra mahkota mereka untuk membantu Al Hajib Al Mansur dalam peperangan-peperangannya.
Suatu ketika, Al Hajib Al Mansur mengutus seseorang untuk mengantarkan surat kepada raja Navarre yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin. Saat berada di kawasan kerajaan Navarre, sang utusan melewati sebuah gereja yang terdapat tiga wanita muslimah didalamnya. Ia bertanya kepada para muslimah tersebut alasan mereka berada di gereja dan mendapatkan jawaban bahwa mereka ditawan oleh salah seorang prajurit Navarre. Sang utusan langsung kembali ke Cordova untuk melaporkan apa yang baru saja ia lihat.
Mendengar perihal tiga muslimah itu, Al Hajib Al Mansur segera memimpin sebuah pasukan besar ke wilayah Navarre untuk membebaskan mereka dan memberikan hukuman kepada raja Navarre. Begitu pasukan muslimin berada di depan benteng tapal batas Navarre, raja Navarre segera menemui Al Hajib Al Mansur untuk meminta maaf dan memperbarui perjanjian damai dengan mengatakan, “Para muslimah itu ditawan oleh seorang prajurit tanpa sepengetahuan kami dan prajurit tersebut telah diberikan hukuman”. Al Hajib Al Mansur lalu kembali ke Cordova dengan membawa serta tiga muslimah tadi dan gereja yang sebelumnya dijadikan tempat untuk menawan mereka dihancurkan sendiri oleh raja Navarre.
Saksikanlah!!
Bermula dari tiga wanita muslimah yang terzalami, salah satu kerajaan kristen yang kuat di utara Andalusia (saat itu) hampir dilumat.
Saksikanlah!!
Ghirah sang khalifah terhadap kehormatan muslimah, menjadi awal ditaklukkannya kota Ammuriyah yang merupakan tempat kelahiran dinasti Bizantium dan salah satu kota terpenting mereka.
Saksikanlah!!
Bermula dari jeritan seorang muslimah di pasar Bani Qainuqa’ yang membangkitkan ghirah seorang pemuda muslim, hingga menjadi pemicu terusirnya salah satu suku Yahudi dari Madinah dengan hina.
Oleh: Abdurrahman Al-Buthony
Referensi:
- Qisho Al Andalus Min al Fath Ila as Suquth, Dr. Raghib As Sirjani
- Mawaaqi’u Qisho Al Islam, Dr. Raghib As Sirjani
- Ghozwah ar Rasul, Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi