Fatwapedia.com – Pernahkah mendengar cerita tentang kudeta berdarah di Makkah 1979? Kisah ini pernah ditulis oleh Yrovlav Trofimov dengan judul The Siege of Mecca.
Buku ini mengisahkan pemberontakan yang dipimpin Juhaiman Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi. Dalam peristiwa tersebut ada ulama Pulau Lombok yang menjadi saksi mata. Bahkan, ikut terlibat dalam penyelamatan tokoh penting di Makkah.
Ulama itu adalah Almagfurlah TGH Musthafa Umar Abdul Aziz pendiri Ponpes Al Aziziyah, Kapek Gunung Sari.
Pimpinan Ponpes Al Aziziyah TGH Fathul Aziz bercerita kisah berdarah yang terjadi 20 November 1979 itu. Saat itu ia pun termasuk salah satu jamaah di Masjidil Haram.
“Mamiq (TGH Musthafa Umar) saat itu menyelamatkan imam masjidil haram,” katanya.
Peristiwa pemberontakan di Makkah terekam kuat diingatannya. Sejak 1976 TGH Musthafa Umar dan beberapa keluarganya bermukim di Makkah. Saat peristiwa itu terjadi usia TGH Fathul Aziz kecil 11 tahun. Kengerian ini sendiri diulas dalam buku Yrovlav Trofimov ada 500 orang bersenjata api lengkap. Ribuan orang jamaah haji disekap di dalam masjidil haram dan disandera. Saat itu polisi atau petugas pengamanan di Masjidil Haram menjadi sasaran utama.
“Begitu diketahui dia polisi langsung ditembak. Darah dimana-mana,” bebernya.
Ditengah kepanikan mencekam, lanjutnya, para pemberontak mencari Imam Masjidil Haram Syech Muhammad bin Subail. Kala itu, kebiasaannya usai salat Subuh, imam masuk ke ruangan khususnya untuk beristirahat. Pintu untuk melarikan diri ada di bawah tanah jalur Shafa-Marwa.
Pintu masjid yang biasa dipakai jamaah sudah dikuasai pria bersenjata. “Mamiq kemudian datang ke ruangan Syech (Syech Muhammad bin Subail) mengetuknya. Kemudian menginformasikan adanya pemberontakan,” ungkapnya.
Sementara itu pemberontak pimpinan Juhaiman terus berteriak-teriak mencari Imam Masjidil Haram. Pengambil alihan Masjidil Haram oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan penyelamat dunia ini semakin membuat jamaah panik.
Apalagi peluru tajam terus dimuntahkan. “Mamiq meminta Syech keluar dari jalur bawah tanah. Mislah (jubah) yang dipakai diminta dilepas,” kata TGH Fathul aziz lagi.
Disebutkan, langkah TGH Musthafa Umar mengambil mislah tersebut bukan tanpa resiko. Membawa mislah tersebut akan dengan mudah ditanda pemberontak. Karena tidak memakai mislah, sang imam tidak dikenali. Sementara TGH Musthafa Umar langsung didatangi oleh pemberontak. “Ada pemberontak yang saat itu bilang tembak saja. Kemudian mamiq ditanya darimana, kerja dimana,” kata putra keempat TGH Musthafa Umar.
Dengan tenang TGH Musthafa Umar menjawab pertanyaan para pemberontak. Akhirnya pimpinan pemberontak melepaskannya. Sementara Syech Muhammad Abdullah bin Subail sudah diluar dan dalam perlindungan polisi. “Alhamdulillah mamiq dan imam Masjidil Haram sama-sama selamat,” imbuhnya.
Peristiwa yang terjadi 1 Muharam 1400 Hijriah ini diakui TGH Fathul Aziz cepat terlupakan. Dari sejumlah literatur menyebutkan Kerajaan Saudi Arabia memang menutup rapat tragedi tersebut. Listrik dan jalur komunikasi sempat diputus beberapa saat. Perebutan itu terjadi sekitar 2 minggu lamanya. Jumlah korban 255 orang, baik jamaah di masjid maupun pemberontak.