Fatwapedia.com – Presiden Joko Widodo menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Artinya, peluang investasi untuk usaha miras skala besar hingga eceran telah dibuka dan berlaku mulai 2 Februari 2021.
Kebijakan tersebut tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat,” tulis Pasal 2 ayat 1 Perpres 10/2021.
Industri minuman keras mengandung alkohol dan industri minuman keras mengandung alkohol (anggur) masuk ke dalam bidang usaha dengan persyaratan tertentu.
Pegangan Pemerintah Tidak Jelas dalam Mengelola Negara
Dalam Pasal 6 disebutkan bidang usaha tersebut mencakup semua penanam modal termasuk koperasi dan UMKM dengan persyaratan tertentu.
Berdasarkan lampiran III Perpres ini, persyaratan untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat, sedangkan bila penanaman modal dilakukan di luar itu, maka harus mendapat ketetapan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
Kebijakan ini menimbulkan reaksi keras Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas. Menurutnya ini jelas mengedepankan kepentingan pertimbangan dan kepentingan pengusaha dibandingkan kepentingan rakyat.
“Bangsa Indonesia diposisikan pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi untuk profit yang sebesar-besarnya,” kritiknya.
Ia menyatakan bangsa ini telah kehilangan arah, sudah tidak jelas apa yang menjadi pegangan pemerintah dalam mengelola negara ini, apalagi dengan mengizinkan usaha-usaha yang bisa merusak. Pemerintah malah membuat kebijakan yang menentang dan bertentangan dengan tugas dan fungsinya.
Mulut Pancasila, Praktik Liberalisme
“Di mulutnya mereka masih bicara dan berteriak-teriak tentang Pancasila dan UUD 1945, namun praktiknya yang mereka terapkan adalah sistem ekonomi liberalisme kapitalisme yang bukan merupakan karakter dan jati diri kita sebagai bangsa,” tegas Anwar Abbas. (tribunnews.com, 25/2/2021).
Contoh kerusakan akibat miras sendiri telah tampak dari pemberitaan media baru-baru ini. Yaitu tertangkapnya oknum polisi mabuk miras yang melakukan penembakan hingga timbul korban jiwa. (kumparan.com, 25/2/2021).
Industri Miras, Industri Haram
Dibukanya investasi miras ini juga dikecam pakar ekonomi Islam, Ustaz Dwi Condro Triono, Ph.D. Pada kanal Ngaji Shubuh (27/2/2021). Ia tegas menyatakan, miras akan menghancurkan rakyat dan bangsa sendiri.
“Oknum aparat polisi mabuk miras saja bisa menembak TNI. Bagaimana kalau aparat mabuk semua?” tanyanya retorik.
Ia menjelaskan, miras dilarang dalam Islam karena merusak akal dan bisa membuat kecanduan.
“Kalau generasi muda kecanduan miras semua, tinggal tunggu waktunya. Secara tidak sadar melakukan penembakan, pemerkosaan, dan sebagainya,” cetusnya.
Ia juga menjelaskan jika khamr merupakan amalan setan. Membangun pabriknya sama saja membangun pabrik setan sebagaimana firman Allah Swt.,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS al-Maidah: 90)
Kembali ia menegaskan, lebih baik tidak berpunya tapi menjadi orang-orang beruntung dan masuk surga, daripada berdalih untuk investasi dan membuka lapangan kerja tetapi haram hukumnya.
“Kaidah hukum industri dalam Islam itu tergantung barang yang dihasilkan. Jika yang dihasilkan haram, industrinya pun menjadi haram,” pungkasnya.