1. Sumpah Kosong
Firman Allah Subhanahu wata’ala :
(لَّا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ)
“Allah tidak menghukum engkau disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum engkau disebabkan (sumpahmu) yang disengaja.” [Surat al Baqarah, 225]
Ulama berbeda pendapat di dalam tafsir makna اليمين اللغو menjadi beberapa pendapat, yang paling terkenal terdapat dua pendapat dan keduanya mengandung makna hampa dan kosong. “[Al Badaai’ (3/4), as Shaawi (1/331), al Umm (7/89), al Mughni (11/180)]
Pertama: Yang keluar dari lisan tanpa bermaksud kepada makna sumpah. Seperti kalimat “tidak, demi Allah”, “tentu saja, demi Allah” di dalam seperti ikatan kalimat atau marah baik itu di dalam hal yang telah berlalu, sekarang atau yang akan datang. Ini adalah pendapat Syafi’iyah dan Hanabilah. Dalilnya: ucapan `A’isyah -radhiyallahu `anha- di dalam firman Allah -subhanahu wa ta`ala-
(لَّا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْو)
“Allah tidak menghukum engkau disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud.” [Surat al Baqarah, 225]
`A’isyah -radhiyallahu `anha- berkata:
أُنْزِلَتْ فِي قَوْلِهِ: لاَ وَاللَّهِ، بَلَى وَاللَّهِ
“Diturunkan di dalam ucapan “tidak demi Allah”, dan “tentu saja demi Allah”. [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (6663), dan ‘Abdurrazzaq (15952)]
`A’isyah -radhiyallahu `anha- berkata:
(أيمان اللغو ما كان في الهزل و المراء و الخصومة, و الحديث التي لا يعقد عليه القلب)
“Sumpah-sumpah kosong adalah yang dikatakan di dalam gurauan, perdebatan, perselisihan, dan pembicaraan yang tidak ditetapkan oleh hati.” [Shahih, Hadits riwayat: Thabari (2/245), dan Baihaqi (10/49)]
Karena Allah -subhanahu wa ta`ala- membandingkan sumpah kosong di dalam ayat tersebut dengan sumpah yang ditetapkan oleh hati yaitu yang dimaksudkan, maka yang tidak dimaksudkan termasuk ke dalam sumpah kosong tanpa pembeda antara yang telah lalu, sekarang dan yang akan datang sebagai penetapan dari perbanding tersebut.
Kedua: Laghwu (main-main), bersumpah atas sesuatu yang diyakininya atas jalan keputusan atau perkiraan yang kuat. Maka jelaslah pertentangannya. Ini adalah pendapat Malikiyah dan Hanafiyah. Dalilnya adalah yang ditetapkan dari Zurarah bin Aufa -radhiyallahu `anhu- berkata:
(هو الرجل يحلف على اليمين لا يرى إلا إنها كما حلف)
“Dia adalah seorang lelaki yang bersumpah atas sumpah yang tidak dilihat kecuali seperti yang telah dia sumpah”. [Shahih, Hadits riwayat: Thabari (2/245)]
Penulis berkata: Kedua pendapat ini berdekatan, dan laghwu mengandung keduanya, karena pada yang pertama: tidak bermaksud kepada sumpah sejak awal, yang kedua: tidak sengaja melanggar dan tidak bermasud kecuali kepada kebenaran. Allah Maha Tahu. [Al Muhallaa (8/34), dan al Mughni (11/181), dan Adhwaaul Bayaan (2/108)]
Hukum Sumpah Kosong
Allah -subhanahu wa ta`ala- berfirman:
(لَّا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ)
“Allah tidak akan menghukum engkau disebabkan sumpahmu yang tidak bermaksud (untuk bersumpah).” [Surat al Baqarah, 225]
Maka ayat ini menunjukan kepada tidak adanya penganggapan dengan sumpah kosong, dan ini umum kepada dosa dan kafarat, maka tidak diwajibkan kafarat dan tidak berdosa.
2. Sumpah Ghamus (palsu)
Bersumpah atas sesuatu yang telah berlalu [Pembatasannya dengan sumpah atas sesuatu yang telah berlalu adalah mazhab Syafi`iy dan Hanabilah, berbeda dengan Hanafiyah dan Malikiyah] sengaja pada kebohongan, untuk melanggar hak yang lain, dan disebut: az zuur (kebohongan), dan al faajirah (palsu). Dalam hadits disebut sebagai sumpah shabr (yaitu yang bersabar di dalamnya atas keputusan dengan sumpah yang bohong) dan sumpah mashburah.
Dikatakan pada akhirnya sebagai ghamus (pencelupan), karena orangnya dicelupkan ke dalam neraka.
Hukumnya: Merupakan salah satu dari dosa besar, dan pelakunya berdosa menurut kesepakatan ulama.
a. Dari `Abdullah bin `Amr dari nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
الكَبَائِرُ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَاليَمِينُ الغَمُوسُ
“Dosa-dosa besar adalah: syirik kepada Allah, membangkang kepada kedua orang tua, membunuh seseorang, dan sumpah palsu.” [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (6675), dan Nasaai dalam al Kubra (6/322), dan At-Tirmidziy (3021)]
b. Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ، فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ» فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ
“Bagi siapa yang memutuskan hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah telah mewajibkan kepadanya neraka dan mengharamkan kepadanya surga, lalu seorang lelaki berkata: walaupun sesuatu yang kecil wahai Rasulullah? Beliau menjawab: walaupun sepotong kayu. “[Shahih, Hadits riwayat: Muslim (137), dan Ibnu Majah (2324)]
c. Dari Ibnu Mas’ud -radhiyallahu `anhu- berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينِ صَبْرٍ، يَقْتَطِعُ بِهَا مَالَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ
“Bagi siapa yang bersumpah dengan sumpah palsu, sehingga terputus dengannya harta seorang muslim maka dia akan bertemu dengan Allah dan Allah murka kepadanya. “[Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (6676), dan Muslim (138)]
d. Dari Abi Dzar dari nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ» قَالَ: ثَلَاثَ ، قَالَ أَبُو ذَرٍّ: خَابُوا وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Tiga golongan yang Allah tidak berbicara dengannya pada hari kiamat, tidak melihat kepadanya, tidak pula mensucikannya, dan kepada mereka siksa yang menyakitkan -tiga kali-Abi Dzar bertanya: sia-sia mereka dan rugi mereka, siapakah mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab: orang yang melabuhkan pakaian (isbal), orang yang suka mengungkit kebaikan, dan orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu. [Shahih, Hadits riwayat: Muslim (106), dan Abu Daud (4087), dan Nasaai (2563), dan At-Tirmidziy (1121), dan Ibnu Majah (2208)]
Apakah Ada Keringanan Dalam Sumpah Palsu Karena Darurat?
Tidak ada keraguan bahwa asal dalam sumpah palsu adalah haram, akan tetapi terkadang terdapat sesuatu yang mengeluarkannya dari keharamannya pada sesuatu yang tidak haram, seperti seorang muslim bersembunyi dari seorang zhalim, dan ditanya tentangnya maka wajib berbohong dengan menyembunyikannya, walaupun dia disumpah maka dia harus bersumpah, berisyarat di dalam sumpahnya, jika bersumpah dan tidak berisyarat, maka dikatakan: melanggar atas asalnya, dan yang lain mengatakan tidak melanggar. [Haasyiyatus Shawi (1/450), dan al Adzkar karya Imam Nawawi (336), dan al Mughni (11/166)]
Keringanan karena darurat disandarkan kepada firman Allah Subhanahu wata’ala:
(مَن كَفَرَ بِاللَّهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ)
“Bagi siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. [Surat an Nahl, 106)]
Jika makruh membolehkan kalimat kufur maka lebih utama boleh di dalam sumpah palsu.
Dari Suwaid bin Handzalah berkata:
خَرَجْنَا نُرِيدُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَعَنَا وَائِلُ بْنُ حُجْرٍ، فَأَخَذَهُ عَدُوٌّ لَهُ فَتَحَرَّجَ الْقَوْمُ أَنْ يَحْلِفُوا، وَحَلَفْتُ أَنَّهُ أَخِي ، فذكرت ذلك للنبي فقَالَ: «صَدَقْتَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
“Kami keluar menuju nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan bersama kami Wail bin Hujr, lalu musuh mengambilnya, lalu kelompok itu memaksa untuk bersumpah, maka aku bersumpah bahwa dia adalah saudaraku, lalu aku menceritakan hal itu kepada nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan beliau bersabda: engkau jujur, seorang muslim adalah saudara orang muslim lainnya”. [Dihukum shahih oleh Albani: Hadits riwayat: Abu Daud (3070), dan Ibnu Majah (2119), dan Hakim (4/333), dan selainnya]
Apakah dikenakan kafarat di dalam sumpah palsu?
Terdapat dua pendapat ulama dalam masalah ini[1]:
Pertama: tidak ada kafarat di dalamnya, diwajibkan bertaubat dan mengembalikan hak kepada yang berhak. Ini adalah mazhab mayoritas: Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah. Berdalil dengan:
a. Hadits-hadits di atas tentang ancaman dari sumpah palsu.
b. Ucapan Asy’ats bin Qais-di dalam hadits Ibnu Mas’ud yang telah disebutkan-:“Pada peristiwaku ayat-ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Subhanahu wata’ala:
(إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَٰئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ)
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janjinya dengan Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat dan Allah tidak akan berbicara dengan mereka. [Surat Ali Imran, 77]
Mereka berkata: ayat itu menetapkan bahwa hukum sumpah palsu adalah siksa di akhirat, bagi siapa yang mewajibkan kafarat maka telah menambahdalil.
c. Hadits Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu- dari nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
(خمس ليس فيهن كفارة: الشرك بالله عز و جل, و قتل النفس بغير حق, و بهت المؤمن, و الفرار من الزحف, و يمين صابرة يقتطع بها مالا بغير حق)
“Lima perkara yang tidak ada kafarat di dalamnya: syirik kepada Allah -`azza wa jalla-, membunuh jiwa tanpa hak, membohongi seorang mukmin, melarikan diri dari peperangan, dan sumpah palsu yang merampas harta dengan tanpa hak”. [2] Hadits ini dha`if.
d. Dari Ibnu Mas’ud berkata:
(كنا نعد من الذنب الذي لا كفارة له: اليمين الغموس, فقيل: ما اليمين الغموس؟ قال: اقتطاع الرجل مال أخيه باليمين الكاذبة)
“Kami menghitung dosa yang tidak dikenakan kafarat: sumpah palsu, lalu ditanya: apakah itu sumpah palsu? Dia menjawab: perampasan seorang kepada harta saudaranya dengan sumpah palsu”. [Sanadnya hasan, Hadits riwayat: Baihaqi (10/38)]
Mereka berkata: tidak diketahui bagi Ibnu Mas’ud adanya pertentangan dari para sahabat bahkan diceritakan oleh lebih dari satu orang dari para ulama tentang kesepakatan sahabat atas hal tersebut.
e. Sumpah ini lebih besar untuk ditebus. Dosa besar tidak ada kafarat di dalamnya, seperti juga tidak ada kafarat dalam pencurian, zina dan meminum khamr.
Kedua: Terdapat kafarat di dalamnya: Ini adalah mazhab Syafi’iyah, dan suatu riwayat dari Ahmad dan Ibnu Hazm. Dalil mereka:
a. Sumpah palsu adalah sumpah yang dimaksudkan di dalam akad. Maksud adalah pekerjaan hati, dan akad adalah ‘azzam, bagi siapa yang melakukan sumpah palsu dan disengaja maka dia melakukan dengan hatinya dan ditetapkan oleh hati, dan itu diambil. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
(وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ)
“Tetapi Allah menghukum engkau disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. [Surat al Baqarah, 225]
b. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
(وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ . . . ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ)
“Tetapi Dia menghukum engkau disebabkan sumpah-sumpah yang engkau sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin . . . yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila engkau bersumpah (dan engkau langgar). [Surat al Maidah, 89]
Ayat ini umum termasuk di dalamnya seluruh sumpah yang dilanggar oleh pelakunya, dan kafarat tidak digugurkan kecuali dengan dalil.
c. Sabda nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
فليأتي الذي هو خير, وليكفر عن يمينه
Maka akan datang yang baik, dan hendaknya melanggar dari sumpahnya mereka berkata: nabi memerintakannya dengan kesengajaan melanggar dan mewajibkan atasnya kafarat.
d. Sumpah palsu lebih berhak kafaratnya dari seluruh sumpah yang dianggap, karena secara makna luar kedua ayat di atas dapat dipakai atas hal ini tanpa penaksiran, karena sumpah itu dilanggar dari kehendak dan pengucapannya, maka pengambilannya merupakan perbandingan baginya, berbeda dengan seluruh sumpah yang terakad dan sesungguhnya tidak ada pengambilan atasnya kecuali ketika melanggar di dalamnya, dan ini dibutuhkan di dalam praktik kedua ayat itu atasnya kepada perkiraan dengan berkata: akan tetapi diambil tindakan dengan pelanggaran di dalam sesuatu yang dikerjakan oleh hati kalian. Dalam firman Allah Subhanahu wata’ala:
)إِذَا حَلَفْتُم)
“Jika engkau bersumpah”, yaitu engkau bersumpah dan melanggar.
Pendapat Yang kuat
Yang jelas pendapat yang kuat adalah bahwa tidak wajib kafarat, sebagai bantahan atas dalil-dalil orang yang menyelisihinya bahwa sumpah palsu bukanlah sumpah yang hakiki, karena sumpah adalah akad yang disyariatkan, dan disebut dengan sumpah sebagai majaz karena jatuh dalam gambaran sumpah, kemudian menjadi sumpah palsu karena terdapat di dalamnya kesengajaan kepada kebohongan, bukan kesengajaan kepada pelanggaran, maka tidak bisa penggunaan dalil dengan hadits tersebut.
Dikuatkan bahwa sumpah palsu tidak dapat dihapuskan kecuali dengan taubat, seperti yang telah disebutkan di dalam bab laknat dari ucapan nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- kepada orang-orang yang dilaknat:
(الله يعلم أن أحدكم كاذب فهل منكما تائب)
“Allah tahu bahwa salah satu dari keduanya adalah orang yang berdusta lalu adakah dari keduanya orang yang bertaubat[3].
Jika kafarat wajib atas salah satu dari keduanya dengan sengaja berdusta maka kebutuhan pada penjelasannya lebih kuat dari kebutuhan pada penjelasan taubat seperti yang tidak tersembunyi. Allah maha tahu atas kebenaran.
3. Sumpah Yang Disengaja
Yaitu sumpah atas sesuatu di masa yang akan datang yang tidak mustahil akan terjadi secara akal, baik itu peniadaan atau penetapan, seperti: demi Allah aku tidak akan melakukan ini, atau: demi Allah aku akan melakukan ini.
Orang bersumpah telah menetapkan hatinya untuk melakukan atau tidak melakukan kemudian lisannya mengabarkan tentang hal itu dengan sumpah. Disebutkan: yang bukan merupakan sumpah palsu.
Syarat-Syarat Sumpah Yang Disengaja
Disyaratkan untuk menjadi sumpah yang disengaja, sebagiannya kembali kepada orang yang bersumpah, sebagiannya lagi kepada hal yang disumpah, sebagiannya lagi kepada lafazh, dan ketiga itu adalah rukun-rukun sumpah. [Al Badaai’ (3/10), ad Dasuuqi (4/307), Nihaayatul Muhtaaj (8/164), al Mughni (11/161)]
Syarat-Syarat Orang Yang Bersumpah
Disyaratkan orang yang bersumpah agar sumpahnya diakui adalah:
1. Dewasa
2. Berakal
3. Islam (menurut Hanafiyah dan Malikiyah).
Maka tidak diakui sumpah dengan nama Allah dari orang kafir walaupun dzimmi -menurut mereka-. Syafi’iyah dan Hanabilah berkata: tidak disyaratkan islam untuk diakuinya sumpah atau penetapannya, dan jika seorang kafir dzimmi bersumpah demi Allah kemudian melanggar dikenakan kepadanya kafarat, tetapi jika tidak sanggup dari kafarat dengan memberi makan maka tidak di kafaratkan dengan berpuasa hingga dia masuk islam.
Mengucapkan lafazh sumpah: maka tidak cukup kalimat seseorang menurut mayoritas berbeda dengan sebagian Malikiyah.
Bermaksud: karena tidak ada hukuman kecuali dengan maksud dan niat, karena itu Allah menggugurkan kafarat di dalam sumpah yang main-main.
Dilakukan dengan pilihan sendiri: Jika melakukannya karena keliru atau dipaksa maka tidak dianggap dan tidak dihukum menurut pendapat yang kuat. Ini adalah pendapat mayoritas ulama berbeda dengan Hanafiyah-. Berdasarkan sabda nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
(إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ و النسيان و ما استكرهوا عليه)
“Sesungguhnya Allah mengampuniku dari umatku kekeliruan, terlupa dan yang dipaksa mereka melakukannya.” [Hasan, telah dijelaskan detailnya]