Fatwapedia.com – Indonesia negara muslim terbesar. Sudah semestinya memiliki Undang-Undang yang jelas terkait minuman keras (khamr). Hal ini mengingat bahaya dan ancaman minuman keras bagi tatanan kehidupan sosial sangat nyata. Ini contohnya: Mabuk, Oknum Polisi tembak 3 orang hingga tewas
Islam telah melarang miras dalam segala bentuknya. Bukan hanya mengkonsumsinya namun mengedarkan dan memperjualbelikannya dan membiarkan berkembangnya bisnis miras di tengah-tengah kaum muslimin juga dilarang.
Sebelum menjelaskan tentang hukum khamr atau minuman keras dalam pandangan islam, ada baiknya kita mulai tulisan ini dengan mengenal definisi minuman secara umum menurut syari’at.
Definisi Minuman
الأشربة adalah bentuk kata plural dari شراب, dan شراب adalah sebutan bagi sesuatu yang diminum dari jenis apapun, baik air atau yang lainnya, dalam keadaan apapun. Segala sesuatu yang tidak dikunyah maka disebut: diminum[4].
Hukum Asal Minuman Adalah Halal, Kecuali Ada Dalil Yang Menyebutkan Pengharamannya
Karena makna umum dalil yang telah disebutkan -dalam makanan- yang menetapkan dalil kehalalannya. Sebagaimana hadits Anas bin Malik -radhiyallahu `anhu- berkata:
لَقَدْ سَقَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحِي هَذَا الشَّرَابَ كُلَّهُ: الْعَسَلَ وَالنَّبِيذَ، وَالْمَاءَ وَاللَّبَنَ
“Aku memberi minum Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- dengan bejana ini segala minuman: madu, jus anggur, air dan susu[5].
Semua Jenis Minuman Keras (Khamr) Adalah Haram.
Ditetapkan dengan Al-Qur’an, As-sunnah dan ijma’:
Allah -subhanahu wa ta`ala- berfirman:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [٥:٩٠] إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ [٥:٩١]
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya yang memabukkan (khamr),perjudian, berhala, taruhan dengan anak panah, semua itu adalah kotoran dariperbuatan syaitan. Oleh karena itu jauhilah perbuatan tersebut agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). [1]
Pengharaman khamr ditekankan –di dalam kedua ayat tersebut- dengan berbagai segi yaitu:
a. Pendahuluan kalimat denga إنما.
b. Bahwa Allah -subhanahu wa ta`ala- menyambungnya dengan beribadah pada berhala.
c. Allah -subhanahu wa ta`ala- menjadikannya sebagai kotoran.
d. Allah -subhanahu wa ta`ala- menjadikannya bagian dari perbuatan syaitan, dan syaitan tidak mendatangkan kecuali pada keburukan yang murni.
e. Allah -subhanahu wa ta`ala- memerintahkan untuk menghindarinya.
f. Allah -subhanahu wa ta`ala- menjadikan penghindaran bagian dari kebahagiaan, maka melakukannya merupakan kegagalam dan kerugian.
g. Bahwa Allah -subhanahu wa ta`ala- menyebutkan hasil melakukannya dari bencana, yaitu terjadinya permusuhan dan kemarahan dari orang-orang yang meminum khamr, dan yang menuju kepadanya dari menghalangi mengingat Allah dan menjaga waktu shalat.
h. Firman Allah (فهل أنتم منتهون) merupakan puncak larangan, seolah dikatakan: telah dibacakan atas kalian yang terdapat di dalamnya dari jenis-jenis pelarangan, lalu apakah kalian dengan adanya larangan itu kalian berhenti, atau kalian tetap atas apa yang kalian kerjakan, seperti tidak dijanjikan dan tidak dicegah?![2].
i. Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ، وَشَارِبَهَا، وَسَاقِيَهَا، وَبَائِعَهَا، وَمُبْتَاعَهَا، وَعَاصِرَهَا، وَمُعْتَصِرَهَا، وَحَامِلَهَا، وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ
“Allah melaknat khamr, yang meminumnya, pelayannya, penjualnya, pembelinya, yang memerasnya, yang meminta untuk diperas, yang membawanya, dan yang dibawakan kepadanya[1].
Semua Yang Memabukkan Adalah Khamr
Mayoritas ulama yaitu: penduduk Madinah, seluruh orang-orang Hijaz, ahli hadits, Hanabilah dan sebagian Syafi’iiyah berpendapat bahwa semua yang memabukkan adalah khamr yang hakiki, apakah itu diambil dari anggur atau kurma atau biji gandum atau gandum atau selainnya[2].
Sabda nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ، إِنَّ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَهْدًا لِمَنْ يَشْرَبُ الْمُسْكِرَ أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ طِينَةِ الْخَبَالِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا طِينَةُ الْخَبَالِ؟ قَالَ: عُصَارَةُ أَهْلِ النَّارِ
“Semua yang memabukkan adalah haram, sesungguhnya atas Allah terdapat satu janji bagi orang yang meminum minuman memabukkan dituangkan dari thinah al-khabal, mereka bertanya: apakah thinah al-khabal itu? Beliau menjawab: “minuman inti penduduk neraka[3].
Dalam lafazh lain pada Muslim.
(كل مسكر خمر, و كل خمر حرام)
“Semua yang memabukkan adalah khamr, dan semua khamr adalah haram.
3. Dari `Umar berkata:
أيها الناس, انه نَزَلَ تَحْرِيمُ الخَمْرِ وَهِيَ مِنْ خَمْسَةٍ: العِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالعَسَلِ وَالحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ، وَالخَمْرُ مَا خَامَرَ العَقْلَ
“Wahai manusia, sesungguhnya telah diturunkan pengharaman khamr, yaitu dari lima macam: anggur, kurma, madu, biji gandum, gandum. Khamr adalah yang menutupi akal[4].
4. Karena Al-Qur’an ketika diturunkan dengan pengharaman khamr maka para sahabat memahami -dan mereka adalah pemilik bahasa- bahwa segala sesuatu yang disebut khamr masuk ke dalam larangan. Lalu mereka menuangkan yang terbuat dari tamr dan ruthab dan tidak mengkhususkan hal tersebut pada yang terbuat dari anggur, bahkan khamr diharamkan di Madinah, padahal disana tidak terdapat anggur, dan minuman mereka hanya air segar dan kurma. Bahwa khamr disebut demikian karena dia menguasai pikiran, menghilangkannya dan menutupinya maka seluruh orang yang mabuk buta.
Kebanyakan Syafi’iyah, kedua sahabat Abu Hanifah dan sebagian Malikiyah berpendapat bahwa khamr adalah yang memabukkan dari perasan anggur jika menjadi keras (fermentasi), baik itu mengeluarkan buih atau tidak.
Dua Faedah
1. Jika banyaknya memabukkan, maka sedikitnya juga haram. Pendapat mayoritas ulama. Berdasarkan sabda nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ، وَمَا أَسْكَرَ مِنْهُ الْفَرْقُ فَمِلْءُ الْكَفِّ مِنْهُ حَرَامٌ
“Semua yang memabukkan adalah haram, dan yang memabukkan sekumpulannya, maka segenggam tangan darinya adalah haram”[1].
Catatan: Mayoritas Syafi`iy berpendapat bahwa khamr adalah yang terbuat dari perasan anggur tidak berbeda dengan mayoritas ulama dalam masalah bahwa yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya juga haram, dan perbedaan dalam penyebutan antara mayoritas dan kebanyakan Syafi’iyah, tidak merubah hukum pada kelonggaran batasan ketika meminumnya sedikit, barang najis, dan selain itu dari segala yang berhubungan dengan khamr, kecuali masalah pengkufuran orang yang menghalalkan khamr, maka tidak kafir dengan mengingkari hukumnya karena perbedaan yang terletak di dalamnya.
Adapun Hanafiyah, maka anggur selain yang terbuat dari buah anggur menurut mereka tidak dihukum peminumnya kecuali jika memabukan. Hadits merupakan dalil bagi mereka.
2. Segala sesuatu yang menghilangkan akal maka itu adalah khamr
Berdasarkan perkataan `Umar bin Khatthab -radhiyallahu `anhu-:
و الخمر مل خامر العقل
“Khamr adalah semua yang menguasai akal[2].
Termasuk ke dalam hal ini adalah ganja, opium, heroin, sabu-sabu dan yang sejenisnya dari jenis narkotik. Itu semua haram dengan ijma’ ahli fiqih berdasarkan hadits Ummu Salamah -radhiyallahu `anhu-:
(أن النبي نهى عن كل مسكر و مفتر)
“Bahwa nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang hal-hal yang memabukkan dan seluruh kebohongan[1].
Syaikhul Islam berkata: Ganja kering ini haram, memabukkan yang digunakan oleh orang-orang yang menyimpang untuk dihirup, menimbulkan gairah dan gejolak, ini termasuk di dalam minuman memabukkan dalam hal tersebut. Khamr dapat menimbulkan perkelahian dan permusuhan, dan ganja dapat menyebabkan kelemahan dan kehinaan.
Kemudian syaikh islam -rahimahullah- berkata: Bagi siapa yang menghalalkannya dan menganggap bahwa itu halal maka dia diminta untuk bertaubat, jika bertaubat maka ia tidak dihukum, jika tidak maka dia dibunuh dalam keadaan murtad. Sesungguhnya semua yang merusak akal maka hukumnya haram berdasarkan ijma’ kaum muslimin[2].
Meminum Khamr Bagi Yang Terpaksa[3]
Telah disebutkan di dalam pengharaman khamr bahwa hal tersebut dalam keadaan biasa, adapun ketika terpaksa, maka secara syar’i diberi keringanan untuk meminum khamr, tetapi dengan takaran syariat yang dibolehkan pada hal-hal yang diharamkan, seperti darurat kehausan yang dikhawatirkan akan menyebabkan kematiannya atau terjepit atau dipaksa, maka penggunaan oleh orang yang terpaksa dengan kadar untuk bisa menghindari bahaya. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:
(وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ) [4]
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.
Allah -subhanahu wa ta`ala- menggugurkan pengharamannya ketika darurat. Maka hal iniumum, tidak dikhususkan dan tidak boleh mengkhususkan hal tersebut.
Malikiyah -dan ini yang lebih shahih menurut Syafi’iyah- melarang meminumnya untuk mencegah kehausan, mereka berkata: karena itu tidak menghilangkan rasa haus, bahkan menambah rasa panas karena panasnya dan penciumannya. Dijawab: memang benar bahwa kebanyakan yang selalu melakukannya adalah orang-orang kafir dan pengikut hawa nafsu tidak meminum air sama sekali dengan meminum khamr, dan bagaimanapun juga ayat tersebut umum seperti yang telah disebutkan dan tidak boleh mengkhususkan khamr dengan pelarangan ketika khawatir akan suatu bahaya, tetapi hal ini sebatas menghindari kehausan, dan jika tidak maka tidak boleh seperti yang telah ditetapkan oleh Syaikhul Islam[5].
Tidak Boleh Mengontrol Khamr Dan Tidak Juga Memilikinya
Diharamkan bagi orang muslim penguasaan atau pemilikan khamr dengan sebab apapun dari sekian penyebab kepemilikan atas pilihan atau kemauannya sendiri.
Berdasarkan sabda nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
إِنَّ الَّذِي حَرَّمَ شُرْبَهَا حَرَّمَ بَيْعَهَا
“Sesungguhnya yang diharamkan meminumnya diharamkan juga menjualnya[1].
Dari Jabir -radhiyallahu `anhu- berkata, aku mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الخَمْرِ، وَالمَيْتَةِ وَالخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan penjualan khamr, bangkai, babi dan patung berhala[2].
Jaminan Penghancuran Khamr[3]
Ahli fiqih sepakat bahwa khamr jika dimiliki oleh orang muslim maka tidak diganti penghancurannya, berbeda pendapat dalam jaminan orang yang merusak khamr bagi kafir dzimmi, Hanabilah dan Malikiyah berpendapat menggantinya. Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat tidak menggantinya karena keuntungan perbuatannya seperti seluruh barang yang najis.
Footnote:
[4] Lisaanul Arab, dan Mukhtarus Shihah tema (syurb).
[5] Shahih, Hadits riwayat: Muslim (2008), dan At-Tirmidziy dalam as Syamaail (1/294).
[1] Surat al Maidah, 90-91.
[2]Tafsir al Qurthubi (6/285- al kutub), dan Thabari (7/31), dan Alusi (7/15).
[1]Shahih, Hadits riwayat: Abu Daud (3674), dan At-Tirmidziy (1295), dan Ibnu Majah (3380).
[2]Ibnu ‘Abidin (5/288), al Mudawwanah (6/261), ad Dasuuqi (4/353), ar Raudhah (10/168), dan al Mughni (9/159).
[3] Shahih, Hadits riwayat: Muslim (2002), dan Nasaai (8/327), dan Ahmad (3/361).
[4]Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (5581), dan Muslim (3032).
[1] Shahih, Hadits riwayat: Abu Daud (3687), dan At-Tirmidziy (1928).
[2] Shahih dan telah dijelaskan.
[1]Sanadnya dha`if, Hadits riwayat: Abu Daud (3686), dan Ahmad (6/253).
[2] Majmu’ al-Fatawa , dan lihat Ibnul ‘Abidin (6/457), Subulus Salam (4/1322), az Zawaajir karya al Haitsami (1/172).
[3] Al Muhallaa (7/426), Fathul Qadir (9/28), ad Dasuuqi (4/353), Mughnil Muhtaj (4/188), Kassyaaful Qina’ (9/117).
[4] Surat al An’am, 119/
[5]Lihat Majmu’ al-Fatawa (14/471).
[1] Shahih, Hadits riwayat: Muslim (1579), dan Nasaai (4664), dan Darimi (2103).
[2] Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (2236), dan Muslim (1581).
[3] Ibnu ‘Abidin (5/292), dan Mawahibul Jalil (5/280), as Syarhul Kabir (5/376-dengan al Mughni), dan Nihayatul Muhtaj (5/165).