Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan pertemuan kita program acara ini, menambahkan iman, mengobarkan semangat untuk beramal dalam diri kita.
Shalawat serta salam tidak luput untuk kita haturkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam, kepada keluarga dan juga para sahabatnya yang telah membuktikan ketulusan niat, kesungguhan perjuangan, pengorbanan demi tegaknya dinul islam.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenan menyatukan kita dengan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam kelak di dalam Jannah-Nya (surga-Nya). Aamiin ya Rabbil’aalamiin.
Masih bersama pembahasan tentang salam yang diutarakan oleh syaikh Al-Imam Abu Syuja’ rahimahullah ta’ala. Kali ini beliau mengatakan,
فيما تكامل فيه خمس شرائط: أن يكون مضبو طا بالصفة ، وأن يكون جنسا لم يختلط به غيره ، ولم تد خله النار لإ حالته
Kata beliau: “Akad salam itu dibolehkan bila memenuhi lima persyaratan”.
Persyaratan pertama أن يكون مضبو طا بالصفة
Obyek akad, barang yang diperdagangkan (diperjualbelikan) dengan akad salam itu adalah barang yang dapat dijelaskan (ditentukan) kriteria barangnya, alias ketika anda memberikan deskripsi barang kepada penjual dengan skema salam, penjual bisa memenuhi kriteria tersebut.
Kriteria barang tersebut ada di pasaran (di masyarakat). Adapun barang yang kriterianya tidak jelas, misalnya harta karun dengan mengatakan, “Saya kasih kepada Anda uang 100 juta rupiah dengan catatan harta karun yang kau dapatkan di dalam perut bumi (lautan) pada hari ini, yang kau ambil hari ini atau sebulan yang akan datang itu, akan saya beli 100 juta”.
Penjual tidak tahu apa harta karun yang biasa ia dapatkan, bahkan bisa jadi ia tidak bisa menemukan harta karun tersebut. Maka mengadakan akad salam pada barang-barang yang tidak bisa ditentukan kriterianya, penjual juga tidak bisa memberikan jaminan akan bisa mendapatkan barang dengan spek (kriteria) yang ditentukan diinginkan oleh pembeli. Ini sama saja jual beli dengan skema gharar karena barangnya tidak jelas.
Sedangkan akad salam, akad salam itu biasanya terjadi pada barang-barang yang banyak terdapat di masyarakat, mudah ditemukan di masyarakat sehingga kriteria barang ketika dijelaskan, disepakati, maka penjual bisa menemukan barang dengan kriteria tersebut di pasaran atau di masyarakat.
Dengan demikian ada kepastian, baik itu kepastian harga karena pembeli telah melakukan pembayaran di muka, ataupun kepastian mendapatkan barang karena barang yang memiliki kriteria tersebut, memiliki kriteria yang diinginkan oleh pembeli dengan mudah didapatkan di pasaran atau banyak beredar di pasaran
Sehingga syarat pertama agar akad salam ini tidak membuka pintu sengketa, pintu gharar (ketidakpastian) yang mengakibatkan memakan harta sebagian dengan cara-cara yang bathil, maka syarat pertamanya barang tersebut dapat dideskripsikan kriterianya dengan jelas.
Sehingga ketika jatuh tempo (saatnya serah terima barang), kedua belah pihak bisa menunjukkan, bisa mendapatkan, bisa membuktikan barang dengan kriteria yang telah disepakati. Sehingga tidak terjadi sengketa, tidak terjadi praktek memakan harta sesama kita dengan cara-cara yang bathil, ini syarat pertama.
Dan syarat ini walaupun dikatakan oleh al-muallif ini adalah syarat yang berlaku pada hukum salam namun sejatinya ini adalah syarat yang berlaku pada semua transaksi. Barang yang menjadi objek transaksi itu harus jelas dapat ditunjukkan dapat disepakati kriterianya, sehingga ketika serah terima barang tidak terjadi sengketa.
Sehingga dalil-dalil yang berkaitan dengan larangan jual beli gharar dapat diterapkan pada permasalahan ini yaitu mengadakan kesepakatan akad salam pada barang-barang yang harus bisa dijelaskan, dideskripsikan kriterianya dengan jelas, sehingga tidak lagi ada ruang sengketa, ini syarat pertama.
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga Allah Subhanahu ta’ala menambahkan ilmu, taufik hidayah kepada kita semuanya dan kurang serta lebihnya saya mohon maaf.
Masih bersama pembahasan tentang salam yang diutarakan oleh syaikh Al-Imam Abu Syuja’ rahimahullah ta’ala. Kali ini beliau mengatakan,
فيما تكامل فيه خمس شرائط أن يكون مضبوطا بالصفة وأن يكون جنسا لم يختلط به غيره ولم تدخله النار لإحالته
Kata beliau, ”Akad salam itu dibolehkan bila memenuhi lima persyaratan”.
Syarat kedua: وأن يكون جنسا لم يختلط به غيره
Barang tersebut merupakan satu barang (satu produk) yang belum bercampur (tidak dicampur) dengan bahan baku lainnya.
Kenapa demikian? Karena kita perlu memahami redaksi kitab Matnul Al-Ghayah Fii Ikhtishar ini merupakan kitab yang ditulis pada abad pertengahan. Yaitu pada tahun 500-an, sedangkan industri zaman dahulu masih sangat sederhana, sehingga kombinasi barang ketika itu percampuran sering kali bersifat spontanitas belum ada takaran yang jelas.
Sehingga ketika ada orang memesan barang, namun barang itu merupakan campuran seperti pasta, jamu, dan yang serupa, maka di zaman dahulu sangat sulit untuk membuat suatu adonan (satu campuran) yang betul-betul identik sesuai dengan yang diinginkan oleh pembeli.
Sehingga kalaupun zaman dahulu ditakar, satu panci dengan satu panci, tapi proses percampurannya sangat berat untuk bisa betul-betul percampuran itu rata.
Maka dalam konteks kehidupan zaman dahulu membuat akad salam pada satu produk yang bahan bakunya itu percampuran dari banyak bahan baku, itu bisa dikatakan sangat sulit untuk dipenuhi.
Contoh sederhana misalnya ketika membuat kue, kue zaman sekarang sudah ada campuran tepung, telur, gula, keju, ada macam-macam. Proses percampuran bahan baku itu zaman dahulu manual dengan tangan atau dengan kayu, sehingga untuk terjadi pemerataan pada semua bagian itu sangat sulit.
Tapi di zaman sekarang dengan mixer dengan takaran yang detail hingga gram bahkan mili gram (campurannya) bahkan kalau sudah menjadi produk bisa diurai kembali di lab (dibuktikan) bahwa setiap produk itu mengandung kadar yang sama atau kalaupun tidak sama betul-betul mencapai tingkat identik yang tinggi, kemiripan keserupaan yang tinggi.
Di zaman sekarang teknologi sudah sangat maju, sehingga ketika kita membaca redaksi perkataan para ulama bahwasanya tidak boleh menjalin akad salam pada barang-barang yang bahan bakunya adalah campuran dari banyak bahan.
Tentu banyak orang akan mengatakan, “masihkah itu relevan?” kalau kita kaji secara tekstual, kita akan dapatkan dengan mudah mengatakan, “Apa yang dinyatakan oleh muallif di zaman sekarang sudah tidak relevan atau minimal kurang relevan”.
Tetapi ketika kita membaca redaksi, apalagi dalam ilmu fiqih kita harus menyelami substansi, maksud tujuan dari adanya persyaratan ini, tidak cukup kita berkata ini syarat tidak lagi relevan (kurang relevan). Tidak, karena adanya syarat itu dilatar belakangi oleh adanya satu tujuan (satu maksud).
Mungkin realisasi atau aplikasi dari maksud tersebut diwujudkan dalam bentuk syarat semacam ini betul kurang relevan, tetapi tujuannya (substansinya) masih tetap relevan yaitu adanya kepastian barang, kriteria barang, adanya kepastian produk. Bahwa produk tersebut betul-betul mengandung komposisi bahan-bahan yang sesuai yang diinginkan oleh pembeli.
Sehingga (kalaupun) kita telah memiliki teknologi (zaman sekarang sudah ada teknologi) akan tetapi ketika proses produksi masih menggunakan cara-cara yang sederhana, dengan cara-cara yang mungkin klasik masih diaduk (manual) cetakannyapun masih menggunakan tangan (belum menggunakan cetakan yang baku) maka apa yang dinyatakan muallif ini masih relevan, karena cara kerja anda masih sama dengan cara kerja orang zaman dahulu,
Tetapi ketika anda membuat satu produk yang bahan bakunya itu campuran dari sekian banyak bahan dan prosesnya menggunakan bantuan mesin yang canggih (percampurannya betul-betul maksimal) melebur semua bahan bakunya tidak ada lagi yang tersisa dalam bentuk gumpalan, maka sangat mudah di zaman sekarang kita mengatakan bahwa apa yang dijelaskan oleh muallif di sini tidak lagi bisa tekstual tetapi kita harus kontekstual.
Bahwa substansinya masih bisa dipenuhi yaitu bahan baku suatu produk betul-betul sesuai menghasilkan percampuran yang identik, sehingga ketika dicetak kue atau obat-obatan atau produk lainnya. Ketika dicetak betul-betul setiap mili-nya mengandung komposisi yang sama tidak berbeda sama sekali.
Ini substansi dari pernyataan muallif bahwa tidak boleh menjalin akad, membuat satu akad salam dalam produk yang bahan bakunya itu melibatkan banyak unsur (banyak bahan baku) percampuran bahan baku, misalnya jamu tradisional. Anda bisa buktikan bahwa itu masih sangat sulit untuk menemukan kadar yang identik pada setiap tetesnya.
Kenapa? Percampurannya dengan sendok ataupun dengan kayu.
Tapi ketika sudah menggunakan mixer, menggunakan timbangan yang betul-betul detail. Prosesnya menggunakan mesin sehingga tidak ditemukan lagi gumpalan-gumpalan (betul-betul percampurannya itu identik) bahkan sudah menggunakan campuran bahan kimia yang menyebabkan semua bahan baku itu melebur dan luluh menjadi satu. Maka tentu, apa yang dikhawatirkan para ulama dulu bahwa produk-produk tersebut tidak identik ini tidak lagi relevan.
Sehingga substansi dari adanya persyaratan ini bisa diwujudkan yaitu barang tersebut betul-betul sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh pemilik atau yang disepakati antara penjual dan pembeli. Ini syarat kedua.
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menambahkan ilmu, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semuanya. Dan kurang, serta lebihnya saya mohon maaf.
Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A.