Surjan, Busana Muslim Khas Sunan Kalijaga yang Kini Ditinggalkan

Surjan, Busana Muslim Khas Sunan Kalijaga yang Kini Ditinggalkan

Fatwapedia.com – Anda orang jawa? Pasti tidak asing lagi dengan baju khas yang satu ini. Baju Surjan. Bukan sekedar simbol adat istiadat jawa, Surjan baju khas jawa yang memiliki piwulang sinandhi atau kaya akan suatu ajaran yang tersirat.

Apa itu baju Surjan?

Konon surjan diciptakan bersamaan dengan masuknya penyebaran ajaran agama Islam di Pulau Jawa. Sunan Kalijaga yang memadupadankan antara pakaian yang sudah ada pada waktu itu yang lebih banyak dipengaruhi budaya Hindu atau Budha dengan Islam.

Model pakaian saat itu menggunakan model baju laki-laki berkerah tegak, lengan panjang, dan umumnya dibuat dari kain lurik atau cita berkembang. Akulturasi budaya melalui pakaian menjadikan konsep pakaian surjan dapat diterima oleh banyak masyarakat pada masa itu sebelum akhirnya menjadi pakaian yang digunakan sehari-hari di jaman Mataram.

Nama surjan sendiri terdiri dari dua kata yang diringkas menjadi satu, “suraksa-janma” yang artinya menjadi manusia. Ada juga yang menyebut surjan berasal dari “sirojan” yang artinya pelita.

Jenis-jenis Baju Surjan

Dilihat dari corak dan penggunaannya, Surjan dapat digolongkan menjadi beberapa jenis:

Pertama, Surjan Lurik: surjan dari kain lurik atau kain garis-garis. Di dalam keraton, surjan lurik dipakai oleh para aparat kerajaan sampai dengan prajurit. Yang membedakan jabatan adalah: ukuran motif lurik, warna dasar kain lurik, dan warna motif lurik. Semakin besar motif lurik menandakan semakin tinggi jabatan di dalam keraton. Salah satu warna dasar yang hanya boleh untuk raja dan keluarga adalah perpaduan kuning dan cokelat.

Kedua, Surjan Ontrokusuma: surjan bermotif bunga-bunga. Pada jaman dahulu biasanya terbuat dari kain sutera. Surjan jenis ini hanya boleh dipakai oleh para bangsawan. Masyarakat umum banyak yang salah kaprah memakainya untuk acara adat, bahkan beberapa dipakai untuk seragam wiyaga atau mantenan, padahal sebenarnya ada batasannya.

Ketiga, Surjan Peranakan: Khusus bagi abdi dalem di lingkungan Keraton Yogyakarta, menggunakan Surjan Peranakan, yaitu model baju surjan yang pamakaiannya seperti baju kurung (kaos) berwana biru tua dan bermotif lurik 3 & 4.

Peranakan berasal dari cara pemakaian kurung yang bagaikan masuk kedalam rahim ibu atau lubang peranakan, yang dapat juga diartikan masuk lingkungan “njero benteng” dalam kraton, dimana keamanan, kenyamanan dan cinta kasih ditemui bagai dalam rahim seorang ibu.

Filosofi Baju Surjan

Karena surjan merupakan akulturasi budaya untuk penyebaran agama Islam, maka makna filosofisnya juga dikaitkan dengan simbol yang ada pada ajarannya. Oleh karena itu di Yogyakarta baju surjan disebut juga Baju Takwa.

  1. Bagian leher memiliki 3 pasang kancing leher atau berjumlah 6 kancing melambangkan 6 rukun iman. Dalam perkembangannya ada beberapa kalangan juga menyisipkan tafsir Falsafah Mataram untuk 3 pasang kanan-kiri selayaknya falsafah hidup orang Mataram, yaitu: Mangasah Mingising Budi (mengasah ketajaman budi – untuk pribadi), Memasuh Malaning Bumi (membersihkan hawa nafsu/mala di bumi – untuk lingkungan “jagad kecil”), dan Hamemayu Hayuning Bawana (menjaga kelestarian kehidupan – untuk alam “jagad ageng”).
  2. Bagian dada memiliki 2 buah kancing di kanan dan kiri, melambangkan dua kalimat syahadat.
  3. Bagian perut memiliki 3 kancing yang tertutup dan tidak terlihat dari luar melambangkan bahwa manusia harus mampu mengendalikan dan menutupi 3 nafsu: nafsu bahimah (hewani), nafsu lauwamah (makan dan minum), nafsu syaitonah (kesetanan).

Adapun filosofi khusus Surjan Lurik Peranakan sebagai berikut:

1. Jumlah garis lurik ini berseling 3 & 4, sehingga disebut ‘Lurik Telupat’ atau ‘telu lan papat’. Telupat ini memiliki makna ‘kewulu minangka prepat’, yang juga berarti ‘Rinengkuh dados kadhang ing antawisipun Abdi Dalem setunggal sanesipun, kaliyan Hingkang Sinuwun Kanjeng Sultan’ (menyatu dan menjadi saudara kandung baik sesama abdi dalem, maupun wujud persaudaraan terhadap Sultan). Dengan kata lain, lurik ini merupakan satu perwujudan dari makna ‘manunggaling kawula gusti’, penyatuan antara raja dan rakyatnya, atau lebih tinggi lagi penyatuan antara Tuhan dan Makhluknya.

2. Warna biru tua pun mengandung arti ‘kedalaman’, bagai kedalaman laut, ketenangan, hening, tak bisa dikira dan diremehkan, namun senantiasa sederhana, dan rendah hati.

3. Bagian leher memiliki 3 pasang kancing leher atau berjumlah 6 kancing melambangkan 6 rukun iman sama dengan surjam pada umumnya.

4. Bagian lengan bawah memiliki kancing berjumlah 5 melambangkan Rukun Islam. Dalam perkembangannya di era Kemerdekaan ada sebagian kalangan yang menyebutnya dengan simbol Pancasila.

Bagaimana sobat sudah tahukan, ternyata dibalik nama dan asal-usulnya surjan memiliki nilai pelajaran yang berharga. Filosofi surjan erat kaitannya dengan kehidupan seorang muslim yang menerapkan ajaran islam dalam setiap sendi kehidupan. Semoga bermanfaat.

Penulis: Ustadz Muhammad Faizar Hidayatullah

Leave a Comment