Assalamualaikum, ustadz saya mau tanya. Bagaimana hukumnya bila perempuan mencukur bulu betisnya yg lebat menyerupai laki2? Mohon dijawab.
Jawaban :
Waalaykumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
Tidak ada nash/dalil yang memerintahkan kita untuk mencukur bulu-bulu kaki, juga tidak ada nash/dalil yang melarang. Itu dikembalikan kepada kebutuhan tiap-tiap individu.
Perbuatan ini masuk ke dalam kategori maskut ‘anhu [yang tidak disinggung di dalam nash/dalil]. Artinya, selama tidak ada dalil yang melarang perbuatan tersebut, maka perbuatan mencukur bulu kaki dan tangan tesebut terkategori mubah [boleh dikerjakan].
Dalam hadits disebutkan :
الْحَلاَلُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ
“Perkara halal adalah apa yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, dan haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, dan apa yang Allah diamkan itu termasuk ke dalam perkara yang dimaafkan.” (HR. Ibn Majah No. 3367)
Lafadz : “perkara yang dimaafkan” menunjukkan akan kebolehan mengambil perkara yang di diamkan oleh syari’at tersebut tanpa melampaui batas dan menimbulkan dhoror [bahaya].
Al-Imam As-Sindi tatkala menafsirkan hadits ini beliau berkata,
فالحديث موافق لحديث إن الله أمركم بأشياء فامتثلوها ونهاكم عن أشياء فاجتنبوها وسكت لكم عن أشياء رحمة منه فلا تسألوا عنها ، وبالجملة فالحديث يقتضي أن الأصل في الأشياء الحل
“Hadits tersebut sejalan dengan hadits lain:
إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَشْيَاء فَامْتَثِلُوهَا وَنَهَاكُمْ عَنْ أَشْيَاء فَاجْتَنِبُوهَا وَسَكَتَ لَكُمْ عَنْ أَشْيَاء رَحْمَةً مِنْهُ فَلَا تَسْأَلُوا عَنْهَا
‘Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu semua beberapa perkara, maka lakukanlah ia. Dan Dia melarang kamu semua beberapa perkara, maka jauhilah ia. Dan Dia mendiamkan [tentang hukum] beberapa perkara disebabkan sifat rahmat dari-Nya, maka janganlah kamu mempertanyakan berkenaannya.’
Secara keseluruhannya, hadis tersebut memberi kesimpulan : Sesungguhnya asal [hukum] pada setiap perkara itu adalah halal.” (Hasyiah As-Sindi ‘Ala Sunan Ibn Majah [2/325])
Sebagaimana berjalan, berdiam diri, berbaring, dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak disinggung akan keharamannya, maka hukum asalnya perbuatan tersebut boleh dan tidak dicela pelakunya [bara’ah ashliyyah].
Malah bisa jadi hukumnya berubah menjadi mustahab/dianjurkan, atau bahkan wajib, bagi seorang perempuan untuk mencukur bulu kaki dan tangannya semata-mata demi menjaga penampilannya di depan suaminya.
Di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah [18/100] disebutkan,
وأمّا حلق شعر سائر الجسد كشعر اليدين والرّجلين فقد صرّح المالكيّة بوجوبه في حقّ النّساء وقالوا: يجب عليها إزالة ما في إزالته جمال لها ولو شعر اللّحية إن نبتت لها لحية، ويجب عليهنّ إبقاء ما في إبقائه جمال لها فيحرم عليها حلق شعرها.وأمّا حلق شعر الجسد في حقّ الرّجال فمباح عند المالكيّة، وقيل: سنّة، والمراد ما عدا الرّأس.وذهب الحنفيّة إلى أنّه لا يحلق الرّجل شعر حلقه، وعن أبي يوسف لا بأس بذلك. وفي حلق شعر الصّدر والظّهر ترك الأدب. ولم يستدلّ على نصّ للشّافعيّة والحنابلة في المسألة
“Dan adapun mencukur rambut/bulu yang ada di jasad seperti bulu kedua tangan dan kedua kaki; maka madzhab Maliki menegaskan akan kewajiban hal tersebut bagi perempuan. Mereka berkata : Wajib bagi perempuan untuk menghilangkan bulu-bulu yang mana jika dihilangkan bulu-bulu tersebut akan menambah paras cantik mereka, termasuk rambut janggut jika tumbuh padanya janggut.
Dan wajib juga bagi mereka untuk menjaga/tidak mencukur rambut-rambut yang mana dengan dijaganya rambut tersebut menambah paras cantik mereka; maka mencukurnya menjadi haram [seperti mencukur habis rambut kepala bagi perempuan].
Adapun bagi laki-laki, maka menurut madzhab Maliki mubah/boleh hukumnya mereka mencukur bulu-bulu yang ada di jasad tersebut, dan dikatakan : sunnah, dan maksud di jasad adalah selain kepala [karena janggut dan alis tidak boleh dicukur].
Madzhab Hanafi memiliki pendapat bahwa seorang laki-laki tidak boleh mencukur bulu lehernya
Dan menurut Abu Yusuf tidak mengapa. Adapun mencukur bulu dada dan bulu punggung termasuk kurang adab.
Madzhab Syafi’i dan madzhab hanbali tidak nampak dalam masalah ini.”
Demikian secara ringkas jawaban kami. Wallahu a’lam.