Fatwapedia.com – Bismillah. Pada artikel kali ini penulis akan menyampaikan secara detail hal-hal yang perlu diketahui dalam masalah zakat fitrah. Mulai dari pengertian zakat fitrah, hukum, sejarah dan seluk beluk zakat fitrah berdasarkan dalil-dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Makna Zakat
Asal katanya,
زَكَا الشَّيْءُ يَزْكُو، أَيْ زَادَ وَ نَمَا
“Zaka As Syai-u Yazku, berarti bertambah dan tumbuh”
Kemudian digunakan dalam mustholah syar’i, sebagai :
قدر مخصوص من بعض أنواع المال، يجب صرفه لأصناف معينة من الناس، عند توفر شروط معينة.
“Ukuran tertentu dari sebagian jenis harta, yang wajib dikeluarkan/dibelanjakan bagi golongan-golongan tertentu dari kelompok masyarakat, [dan ini dilakukan] tatkala telah memenuhi syarat pemenuhannya”. (Al-Fiqh Al-Manhaji, 1/270-271)
Sejarah Pensyari’atannya
Zakat di syari’atkan di Tahun Kedua Hijrah, berdekatan dengan disyari’atkannya shaum Ramadhan. (Tafsir Ibn Katsir, 3/238)
Hukum dan Dalil Pensyari’atan Zakat
Zakat itu Fardhu ‘Ain. Dan termasuk kedalam perkara ma’lum min ad-din bid dharurah [perkara agama yang kewajibannya sudah tak disangsikan kembali].
Dalil wajibnya Zakat ialah firman Allaah Subhanahu wa Ta’ala :
أقيموا الصلاة، وآتوا الزكاة
“Tegakkan Sholat, dan Tunaikanlah Zakat”. (QS. Al Baqarah [2] : 43)
Dan perintah zakat ini terdapat pula pada 32 tempat di dalam ayat-ayat AlQur’an.
Sedangkan dalil dari As-Sunnah, hadits Nabi shallallaahu ‘alayhi wasallam :
بني الإسلام على خمس : شهادة أن لا إله إلا الله و أن محمدا رسول الله، وإقام الصلاة، و إيتاء الزكاة، و الحج، و صوم رمضان.
“Islam dibangun diatas lima asas : (1). Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allaah dan bahwa Muhammad adalah Utusan Allaah; (2). Menegakkan Sholat; (3). Menunaikan Zakat; (4). Haji; (5). dan Shaum Ramadhan”. (HR. Al-Bukhari No. 8; Muslim No. 16)
Penjelasan tentang Zakat, dibagi dalam dua bahasan [Zakat Fithri-Zakat Maal]. Yang dibahas pertama kali adalah seputar Zakat Fithri.
Zakat Fithri /Fitrah
Apa itu zakat fithri? Berikut penjelasan Sayyid Sabiq dalam fiqh sunnah
أي الزكاة التي تجب بالفطر من رمضان. وهي واجبة على كل فرد من المسلمين، صغير أو كبير، ذكر أو أنثى، حر أو عبد
تجب على الحر المسلم، المالك لمقدار صاع، يزيد عن قوته وقوت عياله، يوما وليلة. وتجب عليه، عن نفسه، وعمن تلزمه نفقته، كزوجته، وأبنائه، وخدمه الذين يتولى أمورهم، ويقوم بالانفاق عليهم.
Yaitu zakat yang diwajibkan karena berbuka dari Ramadhan [maksudnya: berakhirnya Ramadhan]. Dia wajib bagi setiap pribadi umat Islam, anak-anak atau dewasa, laki-laki atau perempuan, merdeka atau budak.
Wajib bagi setiap muslim yang merdeka, yang memiliki kelebihan satu sha’ makanan bagi dirinya dan keluarganya satu hari satu malam [di hari ‘Ied khususnya]. Zakat itu wajib, bagi dirinya, bagi orang yang menjadi tanggungannya [dalam nafkah], seperti isteri dan anak-anaknya [yang belum baligh], pembantu yang melayani urusan mereka, dan itu merupakan nafkah bagi mereka. (Sayyid Sabiq, Fiqhus-Sunnah, 1/412-413)
Karena itu, bayi dalam kandungan tidak wajib dibayarkan zakatnya, berdasar hadits : “diwajibkan zakat fithri pada bulan Ramadhan… atas setiap orang merdeka atau budak, laki laki atau perempuan dari kaum muslimin”. (Muttafaq ‘Alayh).
Dan bayi yang belum lahir tidak terkategori “laki-laki/perempuan”.
Berbeda dengan bayi yang wafat. Jika bayi tersebut wafat setelah terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadhan [tanggal 29/30], maka wajib dikeluarkan zakat atasnya karena ia tergolong “orang yang hidup di bulan Ramadhan”. Jika bayi tersebut wafat sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir di bulan Ramadhan, maka tidak wajib dibayarkan zakat atasnya.
Ketentuan ini tentu saja berlaku juga bagi orang dewasa. Jika ia wafat sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadhan, ia tidak wajib zakat. (Al-Fiqh Al-Manhaji, 1/230)
Dengan Apa mengeluarkan Zakat Fithrah?
Satu sha’ [atau setara 4 mud/2,4 kg/3 liter] dari bahan makanan pokok. Hal tersebut berdasar hadits riwayat Abu Sa’id, ia berkata :
كُنَّا نُخْرِجُ فِيْ عَهْدِ رَسُول اللّٰه يَوْمَ الفِطْرِ صَاعًا من طَعَامٍ..
“Kami mengeluarkan Zakat pada masa Rasulullaah di hari fithri [hari ‘ied, sebelum sholat] dengan ukuran satu sha’ dari makanan”. (HR. Al-Bukhari No. 1439)
Karena itulah, mayoritas Ulama tidak mensahkan zakat fithri dengan uang, akan tetapi zakat fithri mesti ditunaikan dengan makanan pokok. Dalam hal ini di Indonesia umumnya dengan beras.
Mengapa Zakat mesti ditunaikan dengan Makanan pokok, tidak dengan Uang?
Dalilnya, adalah hadits Tsa’labah Ibn Sha’ir, bahwa ia berkata :
خطبنا رسول الله فقال : أدوا عن كل حر وعبد نصف صاع من بر، أو صاعا من تمر، أو صاعا من شعير.
“Rasulullaah berkhutbah di hadapan kami dan berkata : ‘Tunaikanlah zakat bagi setiap orang merdeka maupun budak, setengah sha’ dari burr, atau sha’ dari kurma, atau sha’ dari gandum” (HR. Abu Dawud)
Dan riwayat – riwayat lain yang jumlahnya banyak (Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 3/2046)
Sahabat pun memiliki pemahaman demikian, setidaknya seperti yang diucapkan oleh ‘Ibn ‘Umar :
فرض رسول الله صدقة الفطر صاعا من تمر، و صاعا من شعير.
“Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wasallam telah mewajibkan shodaqoh fithri [zakat], berupa satu sha’ kurma, atau berupa satu sha’ sya’ir [jewawut]”. (HR. Jamaah, Naylul Authar : 4/179)
Waktu Pengeluaran Zakat Fithri
Waktu diwajibkannya zakat saat terbenamnya matahari di hari akhir Ramadhan [paling akhir]; hanya saja terdapat kesunnahan yang meringankan, dimana muzakki [orang yang membayar zakat] boleh membayarnya sesaat sebelum sholat ‘ied. Dari Ibn ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,
وَ أمر بها أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصلاة
“Dan Rasulullah memerintahkan agar [zakat] ditunaikan sebelum keluar untuk menunaikan sholat ‘ied”. (HR. Al-Bukhari No. 1432)
Nafi’ berkata : “Ibn ‘Umar biasa menunaikan zakat sehari atau dua hari sebelum ‘ied” (Fiqhus-Sunnah, 1/470)
Adapun mereka yang membayar zakat fithri ini setelah sholat ‘ied, maka tetap ditarik zakat dari mereka dan wajib bagi mereka untuk taubat karena telah menunda-nunda pembayaran zakat. Zakat mereka akhirnya dianggap sebagai shodaqoh semata.
Dari Ibn ‘Abbas r.anhuma ia berkata :
فرض رسول الله زكاة الفطر … من أداها قبل الصلاة، فهي زكاة مقبولة؛ ومن أداها بعدوالصلاة، فهي صدقة من الصدقات
“Rasulullaah telah mewajibkan Zakat … Barangsiapa yang menunaikannya sebelum sholat [‘ied], maka ia terkategori zakat yang maqbul. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat, maka ia termasuk shodaqoh biasa di antara shodaqoh-shodaqoh lainnya”. (HR. Abu Dawud No. 1609, Ibn Majah No. 1827)
Niat Bayar Zakat
Tidak ada lafadz niat secara khusus, namun boleh dikembalikan pada ‘urf/kebiasaan masing-masing wilayah
Siapakah Muzakki?
Mereka yang muslim, merdeka, dan memiliki tambahan harta lebih dari makanan pokok ia dan keluarganya selama sehari itu [di hari ‘ied]. Misalkan ia, memiliki harta hanya tinggal 5 kg beras. Maka dia terkategori wajib membayar zakat karena 2,5 kg bagian berasnya bisa ia gunakan untuk makan sehari itu, dan 2,5 kg sisanya untuk zakat. (Fiqhus-Sunnah, 1/468)
Siapakah Mustahiq Zakat?
Orang yang berhak menerima Zakat ialah 8 ashnaf/golongan yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيْم
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk [memerdekakan] budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9] : 60)
Meski yang diutamakan adalah orang miskin, dengan dalil:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
Dari Ibnu Abbas, berkata : Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam mewajibkan zakat fitri, untuk mensucikan orang yang berpuasa dari hal-hal yang sia-sia, perbuatan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. (HR. Abu Dawud No. 1609, Ibnu Majah No. 1827)
Menurut Syaikh Ahmad Syarif Al-Hanafi [Mufti Madzhab Hanafi Mesir], kadar pembagian zakat disesuaikan dengan kebutuhan. Jika yang mendesak adalah fakir, maka itu yang diutamakan dan boleh diberi porsentase lebih dari harta zakat yang terkumpul.
Bahkan sebagian Ulama Hanafi membolehkan zakat untuk satu bagian saja dalam suatu wilayah, dengan maksud agar pemenuhan kebutuhannya tertunaikan secara tuntas dan ia lebih berdaya. Contoh : Ada si miskin dan ada si punya hutang. Zakat di suatu wilayah boleh diserahkan seluruhnya untuk si punya hutang yang kemudian diberi modal agar ia berdaya, dan zakat untuk si miskin ditangguhkan. Namun yang shahih adalah ke delapan pos tersebut seluruhnya mendapat bagian, dengan prioritas sesuai urutan dalam ayat.
8 Ashnaf itu antara lain :
(1). Fakir. Inilah yang utama dan pertama kali disebutkan dibanding golongan yang lain. Mereka yang dikatakan fakir, ibarat seseorang butuh dengan 10 kg, dan yang ia punya hanya 2 kg bahkan tidak sekilo pun ia punya.
(2). Miskin : Memiliki penghasilan, namun tidak mencukupi kebutuhannya. Ibarat, dia butuh 10 kg, yang ia dapat hanya 7 kg.
(3). Amil Zakat : adalah petugas yang ditugasi oleh kepala negara Islam.
(4). Mu’allaf : Orang yang baru masuk islam, dan keislamannya masih lemah.
(5). Riqab : Budak. Dan hal ini telah hilang di tengah kaum muslimin
(6). Gharimin : Orang yang berhutang sebab hutang yang halal, yang ia tidak dapat memenuhinya hutangnya.
(7). Fi Sabilillaah : Mereka yang berperang di jalan Allaah, dimana saat mereka berperang ini dalam kondisi tidak diberikan santunan oleh Baitul Mal [Kas Negara Islam]
(8). Ibnussabil : Musafir yang ingin kembali ke negaranya, dimana ia kehilangan biaya untuk itu.
Hikmah Disyariatkan Zakat Fitrah
Antara lain, merealisasikan rasa kasih sayang dari orang-orang kaya kepada orang-orang fakir agar mereka tidak meminta-minta lagi sewaktu datang hari raya `idul fitri. Di sisi lain juga berbagi rasa gembira kepada mereka dengan datangnya lebaran, hingga mereka merasa bahagia di hari tersebut. Hikmah yang lain, dengan zakat kaum muslimin mensucikan diri dan jiwanya dari prilaku-prilaku yang tidak pantas saat berpuasa di bulan Ramadhan.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
Dari Ibnu `Abbas berkata:Rasulullah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan keji, serta untuk memberikan makanan kepada orang-orang miskin. Maka bagi siapa yang mengeluarkan zakat fitrah sebelum shalat ‘Ied, maka zakatnya di terima, bagi siapa yang mengeluarkannya setelah shalat ‘Ied, maka itu merupakan sedekahnya dari beberapa sedekah sunnah.”
Oleh: Ust. Muhammad Rivaldy Abdullah