Fatwapedia.com – Takdir Allah, Alhamdulillah, memberi kesempatan pada kami melawat, melakukan ribath dan i’dad di bumi jihad Syam, bertepatan pada hari-hari i’tikaf Ramadhan 1435 H/ 2014 M. Setelah perjalanan panjang yang menggetarkan jiwa, melewati perbatasan Turki-Syria. Di antara pepohonan zaitun, di bawah intaian patroli tentara perbatasan, akhirnya para pimpinan Majelis Mujahidin sampai di barak mujahidin di Provinsi Idlib, Suriah.
“Apakah harta rampasan yang kami peroleh dalam perang melawan tirani Bashar Asad termasuk ghanimah?”
Takdir Allah, Alhamdulillah, memberi kesempatan pada kami melawat, melakukan ribath dan i’dad di bumi jihad Syam, bertepatan pada hari-hari i’tikaf Ramadhan 1435 H/ 2014 M. Setelah perjalanan panjang yang menggetarkan jiwa, melewati perbatasan Turki-Syria. Di antara pepohonan zaitun, di bawah intaian patroli tentara perbatasan, akhirnya para pimpinan Majelis Mujahidin sampai di barak mujahidin di Provinsi Idlib, Suriah.
Amir Majelis Mujahidin, Al-Ustadz Muhammad Thalib dalam desah kelelahan bergumam: “Di usia tua seperti sekarang, saya justru mendapat kesempatan berjihad di bumi yang diberkahi Allah, Asy-Syam. Dan yang membahagiakan, saya dapat menyaksikan gelora jihad rakyat negeri ini melawan kezaliman penguasa tirani, mulkan jabariyyan, pimpinan Bashar Assad,” ungkapnya dengan nada bergetar.
Begitulah, selama lawatan di bumi jihad, pimpinan Majelis Mujahidin yang terdiri dari Amir Majelis Mujahidin Al-Ustadz Muhammad Thalib, Ketua Lajnah Tanfidziyah Irfan S Awwas, Sekjen M. Shabbarin Syakur, dan Komandan Asykariyah M. Syawal Khan. Tidak hanya membawa missi kemanusiaan, tapi juga bertemu dengan para komandan harakah jihad yang sedang bertempur di berbagai front jihad, merupakan pengalaman amat berharga. Dan yang paling mengesankan, menyaksikan antusiasme masyarakat, seperti dialog kami dengan seorang komandan katibah:
Kami bertanya, “Apa yang memotivasi kalian untuk berperang melawan tentara Bashar Assad?”
“Di daerah saya terdapat sejumlah janda yang suaminya syahid, korban kekejaman tentara rezim Nushairiyah. Setiap hari saya bertemu anak-anak mereka, dan saya hanya menangis tanpa bisa berbuat apa-apa,” katanya. Dan sekarang, lanjutnya, kami bertemu dengan Anda yang datang dari negeri yang jauh, membantu kami dengan do’a, bantuan kemanusiaan, dan juga ilmu yang bermanfaat. Kami malu pada Allah, bagaimana mungkin kami tidak akan bersemangat membela warga kami yang setiap hari terancam bom yang dijatuhkan dari pesawat…” jawabnya jelas dan tegas.
Di zona pengungsian, yang dihuni sekitar 15 ribu orang ibu-ibu, anak-anak dan orang tua. Koordinator pengungsi Abu Usamah mengatakan: “Di sini pendidikan anak-anak terlantar. Berpuluh tahun, sebelum perang, anak-anak kami dijauhkan dari Islam, dirusak aqidah dan moralnya. Mereka memerlukan buku-buku tauhid dan pelajaran al-Our’an, tapi sulit kami dapatkan. Jika ingin membantu, kami tidak mau terikat karena bantuan. Bantulah kami lillahi ta’ala,” katanya penuh harap.
Namun yang mencengangkan, adalah pengakuan pemuda-pemuda yang bergelora semangat jihadnya itu. Mereka mengeluhkan kurangnya para ulama mujahid yang berkunjung ke medan jihad ini.
Dalam suatu kesempatan dialog terbatas dengan para mujahid, seorang komandan meminta fatwa tentang status harta rampasan dari hasil perang melawan diktator Bashar Asad:
“Apakah harta rampasan yang kami dapatkan dalam perang melawan rezim Bashar Assad termasuk ghanimah atau bukan?”
Amir Majelis Mujahidin menjawab: “Menurut kalian di sini, apakah negeri Suriah termasuk negara kafir ataukah negeri kaum Muslimin?” tanya Ustadz Muhammad Thalib.
“Negeri kaum Muslimin,” jawab mereka serempak.
“Jika demikian, harta rampasan yang kalian dapat itu bukan ghanimah, melainkan harta negara yang selama ini dikuasai rezim Bashar Assad. Oleh karena itu, harta rakyat Muslim harus dikembalikan pada kaum Muslimin juga.”
“Bagaimana caranya? Jika dikembalikan pada penguasa zalim yang telah menindas kami selama ini, kami tidak mau,” tegas mereka.
Solusinya, demikian Ustadz M. Thalib, kalian buat baitul mal. Kumpulkan semua harta rampasan tersebut, kemudian distribusikan pada rakyat di wilayah yang telah kalian taklukan, bagikan untuk para pengungsi termasuk para mujahid juga berhak memperolehnya”.
Subhanallah, mereka merasa mendapat pencerahan. Kemudian mereka minta dibuatkan buku panduan jihad, yang membahas tentang ghanimah dan berbagai musykilah di medan jihad.
Hampir sebulan, berada di medan jihad Suriah, berpindah dari propinsi ke propinsi lainnya, tersebar di kalangan masyarakat, kehadiran ulama dan pimpinan Majelis Mujahidin. Maka pada malam ke 29 Ramadhan 1435, Imam Masjid Abu Bakar Ash-Shiddig, kota Iblin, Propinsi Idlib, tokoh Ahrarus Syam Syeikh Abu Khalid berkunjung ke markaz tempat kami beristirahat. Kedatangannya, guna mengundang Al-Ustadz Muhammad Thalib untuk memberikan taushiyah Ramadhan di hadapan jamaah masjid.
Respons jamaah masjid yang antusias sungguh mengharukan. Sebelum kembali ke tanah air, Alhamdulillah dipertemukan Allah dengan Panglima Mujahid Jabhah Nushrah, Syeikh Muhammad Al-Jaulani. Sempat berdiskusi setengah jam, tiba-tiba bom meledak dijatuhkan dari pesawat oleh tentara Bashar Assad, tidak jauh dari tempat pertemuan kami di sebuah bukit.
Ke Musium Anitkabir
Sehari setelah Idul Fitri, dengan pertolongan Allah Swt kami pulang ke negeri tercinta Indonesia dengan selamat melalui Turki. Di Turki kami sempat berkunjung ke Masjid Aya Sofia, Istambul, dan menyaksikan indahnya selat Bosphorus.
Selain ke Istambul, kami juga berkunjung ke musium tokoh sekuler Turki Kemal Ataturk, di Anit Kabir, Ankara.
Musthafa Kemal Ataturk dinyatakan mati oleh dokter yang merawatnya, pada pagi hari tanggal 10 November 1938. Ketika dimakamkan, para Ulama Turki menolak untuk menyolatkan jenazah busuk Musthafa Kemal. Baru dihari ke 9, atas desakan dan permintaan dari adik perempuan Mustafa Kemal, barulah para Ulama dan rakyat Turki mengkafani, menyolatkan, dan menguburkannya.
Saat jenazahnya akan dimasukkan ke bumi, jenazahnya terlempar keatas. Para peziarah dibuat repot oleh hal ini. Untuk itu para Ulama sepakat untuk menimbun jenazah Mustafa Kemal dengan bebatuan di bukit Anggora, Ankara. Setelah 15 tahun matinya Mustafa Kemal, jenazahnya kembali untuk dikubur. Namun lagi-lagi, bumi menolak jenazahnya. Hingga akhirnya, jenazah Mustafa Kemal dimasukkan ke dalam museum Etnografi di Ankara, Turki. Jenazahnya
ditimbun dengan bebatuan marmer merah yang bobotnya sampai 44 ton.
Setiap pengunjung yang hendak ke museum Etnografi di Turki untuk melihat makam Mustafa Kemal, para pemandu akan menyemprotkan parfum ke pakaian. Sebab, jika sudah mendekati makam Musthafa Kemal, pasti akan tercium bau yang lebih busuk dari bangkai.
Tadabur jenazah Ataturk
Kami berdiri didepan peti mati Ataturk. Ustadz Muhammad Thalib menyampaikan tadaburnya.
“Jenazah tokoh kafir saja tidak ada yang ditolak bumi. Lalu dosa apa yang dilakukan Ataturk sehingga bumi pun menolaknya, padahal dia mengaku sebagai muslim dan menjadi presiden di negeri mayoritas muslim?
Inilah yang terjadi. Ketika memimpin Turki, Kemal Ataturk langsung membubarkan khilafah Islam, merubahnya jadi negara sekuler. Dia melarang adzan dalam bahasa Arab. Adzan hanya boleh dikumandangkan dalam bahasa Turki. Seluruh yang berbau Islam, diubah dengan pola dan gaya hidup sekuler.
Semua dilakukan atas permintaan pihak pemenang perang dunia pertama yang dipimpin negara-negara Eropa, khususnya Inggeris dan Perancis. Sejak itu, khilafah Islam yang melindungi seluruh umat manusia di dunia dalam keadaan aman, damai, dan sejahtera selama tujuh abad, bubar.
Balasannya, Ataturk diganjar penyakit yang parah. Penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan para dokter.
Ataturk meninggal secara tragis. Namun, ada yang lebih tragis ketika prosesi penguburan.
Jenazahnya ditolak bumi. Setelah dikubur dan ditimbun tanah, besoknya jenazah Ataturk muncul di atas gundukan kuburnya dengan menebar bau yang sangat busuk. Penguburan dilakukan beberapa kali. Jenazah Ataturk tetap keluar dari dalam kubur. Bumi menolak jenazahnya.
Akhirnya, ulama Turki meminta agar jenazah Ataturk diletakkan di puncak gunung, ditimbun dengan berton-ton batu dan disemen.
Itulah nasib seorang pemimpin yang membubarkan khilafah Islam, dan menolak syariat Islam, demi memertahankan kekuasaannya. Itu pun atas tekanan negara-negara kafir.
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ
“Kamilah yang menghidupkan yang mati. Kamilah yang mencatat setiap perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia dan pengaruh baik atau buruk dari perbuatan itu sepeninggalnya. Semuanya itu Kami catat dengan teliti pada buku catatan amal yang mudah dibaca oleh pelakunya kelak di akhirat.” (QS Yasin (36): 12)
Oleh: IRFAN S. AWWAS
(Dari buku : HUMOR DEBAT, Meretas Salah Pikir Radikalisme, Liberalisme, Syiah, Salibisme, Komunisme, hal 185, Pen. Ma’had An Nabawy, Jogjakarta)