Fikroh.com – Para ahli sejarah dan archeologi telah sepakat bahwa tokoh-tokoh sastrawan dan gembong-gembong penyair golongan musyrik Quraisy samasekali mereka tidak dibisiki oleh jiwanya untuk menandingi Al-Qur’an, dan tidak pernah didengar bahwa diantara mereka ada yang berusaha menandingi Al-Qur’an, padahal mereka betul-betul menghalang-halangi manusia untuk masuk Islam, serta sungguh-sungguh mendustakan risalah Muhammad saw. Namun ada pendapat yang dikutip dari sebagian orang-orang yang bodoh dan sinting bahwa mereka berusaha menandingi Al-Qur’an.
Akhirnya apapun yang mereka bawa tidak lebih dari berupa usaha-usaha yang menggelikan, membuat malu di hadapan umum, menjadikan mereka bahan tertawaan di tengah-tengah orang-orang berakal. Mereka kembali dengan mendapat murka Allah dan kebencian manusia. Bahkan jejak tindakan mereka ini Merupakan usaha yang baru untuk membantu kebenaran dan dalih yang jelas bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang tidak seorangpun bisa menandinginya.
Musailamah Al-Kadzdzab
Musailamah Al-Kadzdzab mengaku jadi Nabi, menganggap dirinya sebagai sekutu Rasulullah dalam kenabian. Pada tahun sepuluh hijriah ia pernah mengirim Surat kepada Rasul yang bunyinya sebagai berikut: “Amma ba’du, sesungguhnya aku di muka bumi ini telah menjadi sekutumu, oleh karenanya kami memiliki separuh bumi, dan orang Quraisy separuhnya, tetapi golongan Quraisy adalah kaum yang suka melampaui batas…….!”
Musailamah juga mengaku bahwa ia punya Al-Qur’an yang diturunkan dari langit, dibawa oleh malaikat yang bernama Rahman. Di bawah ini kami kutip sebagian ucapan-ucapan dan ocehannya agar menjadi jelas kedustaan si sinting dan pendusta ini serta nampak pula kedudukannya. Cukuplah baginya sifat itu, bahwa dia adalah pendusta besar. Ia (semoga Allah menghinakannya) berkata dengan maksud menandingi surat Al-Adiyat:
“Demi perempuan penumbuk bahan roti dengan tumbukan yang keras, demi pengadon roti dengan adonan yang lembut, demi tukang roti dengan rotinya, demi tukang bubur dengan buburnya, dan demi pemakan-pemakannya dengan mengagetkan dan menggemukkan…. Sungguh kalian telah mengutamakan ahli wabar, gerangan apakah yang menyebabkan kalian mendahului golongan madar. Musim gugurmu cegahlah, kekuburan kembalilah..
Semua ucapannya berdasarkan pola Ini adalah lemah lagi ngaco, tidak tegak dan tidak saling jalin menjalin, Anda Iebih waspada bahwa perkataan semacam itu murahan dan sedikit atau banyak tidak termasuk tantangan.
Imam Rofi’i Rohimahullah mengatakan: bahwa Musailamah tidak bermaksud menandiagi Al-Qur’an dari segi bentuk bayannya, tapi ia bermaksud mengambil cara untuk menundukkan kaumnya dari segi lain yang diduga bahwa segi itu lebih mudah dan lebih cepat mempengaruhi terhadap jiwa mereka. Hal itu karena Musailamah menganggap orang-orang Arab terlalu mengagungkan juru badi’ di masa jahiliah, sedangkan kebanyakan uslub-uslub juru badi’ itu dari sajak yang membingungkan itu berasal dari perkataan jin.
Kemudian ia bersajak agar ia diduga dituruni wahyu, padahal upaya itu merugikan dirinya karena golongannya mengerti bahwa ia berdusta dan gila, dan mereka mengatakan: “Ia dalam mengambil sikap pedukunan tidak cerdik, dan dalam mengaku kenabian tidak benar, tetapi ikutnya mereka kepada dia karena berdasarkan fanatik kesukuan seperti apa yang diucapkan seseorang diantara mereka: “si tukang dusta dari golongan Rubaiah, lebih kami senangi daripada si jujur dari golongan Mudhor” (nenek moyang Nabi saw.).
Al-Aswad Al-‘Unsy
Al-Aswad Al-‘Unsy, ia mengaku jadi Nabi di Yaman. Ia menduga bahwa wahyu diturunkan kepadanya, kemudian ia menundukkan kepala dan mengangkatnya kembali seraya berkata: “Ia berkata padaku begini-begini”. Yang ia maksud adalah syaitannya yang memberi wahyu. Ia seorang diktator tetapi fasih berbicara, dikenal dengan ahli pedukunan, sajak, pidato, syair dan ahli nasab. Ia tidak menyebutkan bahwa dirinya berusaha menandingi Al-Qur’an, tetapi ia hanya mengaku kenabian dan turunnya wahyu kepada dirinya.
“Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya.” (S. Al-An’am ayat 121.
Thulaihah bin Khuwailid Al-Asady.
Ia mengaku kenabian. Ia menduga bahwa Dzunnun datang kepadanya dengan membawa wahyu, tetapi ia tidak mengaku mempunyai Al-Qur’an karena kaumnya termasuk orang-orang yang fasih bicara. Mereka mengikutinya karena fanatik kesukuan dan mencari kedudukan serta ketenaran.
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat menutupi wajahmu dan sedikitpun tidak menjelekkan belakangmu sebutlah Allah pada waktu berdiri, sesungguhnya buih itu tempatnya di atas dan lebih jelas.”
Yang dimaksudnya: Jangan ruku’, jangan sujud, dan cukuplah dengan sholat sambil berdiri serta dengan dzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri.
Untuk memerangi Thulaihah, Abu Bakar mengutus pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Ketika dua pasukan itu bertemu, banyak dari pengikut Thulaihah yang mati terbunuh. Sedangkan dia ketika itu dalam keadaan berselimut dengan pakaian tebal untuk menunggu wahyu. Lalu ‘Uyainah bertanya kepadanya: “Sudah datangkah wahyu kepadamu?” Ia menjawab di bawah selimut: Tidak, demi Allah tidak datang. ‘Uyainah bertanya kepadanya: Ia (Allah) telah meninggalkan kau dalam keadaan seperti orang yang sangat membutuhkan sesuatu yang kau lakukan. Kemudian ‘Uyainah menyeru: “Wahai Bani Fazaroh! Ini (Thulaihah) adalah pendusta, kami dan dia tidak diberkahi dalam hal yang dimintakan. Tak lama kemudian Thulaihah lari dan sampai di daerah Syam. Disebutkan, setelah itu dia masuk Islam dan pada waktu perang Qodisiah ia mendapatkan ujian yang berat.
An-Nadhor bin Harits
An-Nadhor bin Harits Ia tergolong gembong-gembong Quraisy, pemimpin kekufuran dan kesesatan. Ia tidak mengaku kenabian dan wahyu tetapi ia menduga bahwa ia menandingi Al-Qur’an. Ia memutar balikkan berita-berita dari peristiwa di Persi dan Raja-raja ‘Ajam. Ia duduk di hadapan orang-orang Quraisy kemudian ia bercerita di hadapan mereka dengan cerita-cerita ini, lalu berkata kepada mereka: ”Ini lebih baik daripada apa yang diturunkan kepada Muhammad”,
Abul A’la Al-Ma’ari, Mutanabby dan Ibnul Muqoffa
Diceritakan bahwa Abul A’la Al-Ma’ari, Mutanabby dan Ibnul Muqaffa juga berusaha menandingi Al-Qur’an tetapi sebelum mereka memulai usaha ini akhirnya mereka merasa malu kemudian mereka pecahkan pena dan menyobek-nyobek kertas. Di atas telah kami sebutkan usaha Ibnul Muqoffa, bahwa ia setelah berniat menandingi Al-Qur’an ia memulainya dengan aktif. Tiba-tiba ia mendengar seorang anak yang sedang membaca firman Allah: Surat Hud: 44
Spontan ia merobek-robek apa yang ia kumpulkan dan ia merasa malu tampil di depan orang banyak setelah ia mengucapkan kata katanya yang masyhur: “Ini demi Allah manusia tidak akan bisa mendatangkan seperti Al-Qur’an”. Kisah ini diambil dari Ibnul Muqoffa. dituturkan oleh Imam Rofi’i rohimahullah, kemudian Imam Rofi’i menyambung cerita itu dengan kata-katanya sebagai berikut: Sesungguhnya Ibnul Muqoffa adalah orang yang sangat waspada tentang ketidakmungkinannya menandingi Al-Qur’an, bukan karena sesuatu hal, tetapi ia adalah orang yang paling baligh dalam bicara. Apabila dikatakan kepada anda, bahwa si Fulan menduga ada kemungkinan menandingi Al-Qur’an dan ia berhujjah serta berani bertarung dengan kata-katanya, maka ketahuilah bahwa si Fulan dalam perbuatan itu termasuk salah seorang dari dua jenis manusia: adakalanya ia orang bodoh yang membenarkan dirinya, atau ia Orang pandai yang mendustakan orang banyak. Dan tidak ada istilah nomer tiganya”. (Lihat i’jazul Qur’an karya Imam Rofi’i)
Semua ucapannya berdasarkan pola Ini adalah lemah lagi ngaco, tidak tegak dan tidak saling jalin menjalin, Anda Iebih waspada bahwa perkataan semacam itu murahan dan sedikit atau banyak tidak termasuk tantangan.