Fatwapedia.com – Shalat adalah tiang agama Islam, ibadah badaniyyah paling pokok, yari’at semua para Rasul, hal yang paling pertama dihisab dihari kiamat, dan wasiat terakhir Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada umatnya tatkala hendak meninggal dunia. Orang yang mengingkari kewajiban shalat yang lima waktu dan dia itu hidup dikalangan kaum muslim, maka dia itu di anggap keluar dari Islam meskipun dia itu melaksanakannya, ini berdasarkan ijma ulama kaum muslimin. [Majmu Fatawa Ibni Baz 4/137, Kifayatul Akhyar 652, dan Al Mulakhkhash Al Fiqhiy 1/67]
Meninggaalkan shalat fardlu dosanya lebih besar dari dosa membunuh jiwa, mengambil harta orang, zina, mencuri, minum khamr [Kitabush Shalat, Ibnu Al Qayyim Al Jauziyyah: 16]. Dan orang yang meninggalkan shalat karena malas sedangkan dia itu meyakini kewajibannya, maka dia juga dianggap kafir murtad dari agama Islam sesuai pendapat yang paling benar, berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
Pertama: Firman Allah سبحانه و تعالى :
فإن تابوا وأقاموا الصلاة وآتوا الزكاة فإخوانكم في الدين ونفصل الآيات لقوم يعلمون
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (9:11)
Allah سبحانه و تعالى mensyaratkan untuk adanya ukhuwwah (persaudaraan Islam) antara kaum musyrikin dan kaum mu’minin dengan tiga syarat: Taubat dari syirik, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Bila salah satu dari yang tiga itu tidak mereka penuhi, maka mereka itu bukan saudara kita seagama, padahal ukhuwwah itu tidak gugur dengan sekedar maksiat, karena Allah سبحانه و تعالى masih menetapkan ukhuwwah antara orang muslim yang membunuh dengan saudara seimannya yang dibunuhnya dalam firman-Nya:
فمن عفى له ، من أحيه شى ء
“Maka barangsiapa mendapatkan suatu pemaafan dari saudaranya.” (2:178)
Namun orang yang meninggalkan tiga syarat di atas dihukumi bukan sebagai saudara kita seiman atau mereka itu adalah orang-orang kafir, tapi dikecualikan zakat dari yang tiga hal itu, karena ada hadits yang mengkhususkan yang menjelaskan bahwa yang meninggalkan zakat itu tidak kafir. [Fiqhul Ibadat 136 dalam hadits Muslim no: 24]
Kedua: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة
“Antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” [Muslim: 134, Kitabul Iman]
Al Imam An Nawawiy Asy Syafi’iy رحمه الله berkata: “Bahwa yang menghalangi dari kekafirannya adalah karena keberadaan dia tidak meninggalkan shalat, namun bila dia meninggalkannya, maka tidak ada penghalang antara dia dengan kemusyrikan itu bahkan dia telah masuk ke dalamnya.” [Syarhun Nawawiy ‘Ala Shahih Muslim 1/62]
Dan sebagai bukti hadits itu menunjukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam adalah kata Al Kufru (والكفر) dan Asy Syirku الشرك dalam bentuk ma’rifat bukan nakirah, sebab kalau maksudnya kufrun duna kufrin tentu berbentuk nakirah Kufru (كفر) dan Syirku (شرك). [Iqtidlaush Shiratl Mustaqim 1/208-209]
Ketiga: Sabda rasulullah صلى الله عليه وسلم :
العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر
“Perjanjian antara kita dengan mereka (kaum munafiqin) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” [Hadits Shahih riwayat Ahmad 5/346, 355, At Tirmidzi 2621 Kitabul Iman]
Ini sangat gamblang sekali, pernyataan dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa yang meninggalkan shalat adalah kafir murtad dari Islam, hadits ini tentang orang yang meninggalkannya bukan tentang orang yang mengingkari kewajibannya, karena orang yang mengingkari kewajibannya adalah kafir secara munthlaq baik dia melaksanakannya ataupun meninggalkannya.
Keempat: Sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم :
من حافظ عليها كانت له نورا وبرهانا القيامة مع قارون وفر عون وهامان وأبي بن خلف
“Barangsiapa menjaganya (shalat), maka dia itu baginya menjadi cahaya, bukti, dan keselamatan di hari kiamat, dan barangsiapa tidak menjaganya, maka dia itu tidak menjadi cahaya bagianya, tidak menjadi bukti, dan tidak menjadi keselamatan. Dan di hari kiamat dia itu (digiring) bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubaiy Ibnu Khalaf.”
[Riwayat Ahmad 2/169, Ibnu Hibban 254, dan Al Haitsami di dalam Al Majma’ 1/292 menisbatkannya kepada Ath Thabrani dalam Al Kabir dan Al Ausath, dan berkata Para perawi Ahmad terpercaya, dan Al Mundziriy berkata dalam At Targhib1/386: Dan Isnadnya jayyid]
Rahasia hanya empat orang saja yang disebutkan adalah karena mereka itu adalah pentolan orang-orang kafir, dan di sini ada hal yang sangat unik, yaitu bahwa yang meninggalkan shalat itu ada yang dilalaikan oleh hartanya, atau kerajaannya, atau jabatannya, atau perniagaannya, barangsiapa yang hartanya menyibukan dia dari shalat maka dia bersama Qarun, dan barangsiapa yang disibukan oleh kerajaannya darinya maka dia bersama Firaun, dan barangsiapa disibukan oleh jabatannya darinya, maka dia bersama Haman, dan barangsiapa disibukan oleh perniagaannya/usahanya darinya, maka dia bersama Ubaiy Ibnu Khalaf. [Kitabush Shalah: 46-47]
Kelima: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاتشركوا بالله شيئا ولاتتركوا الصلاة عمدا فمن تركها عمدا متعمدا فقد خرج من الملة
“Janganlah kalian menyekutukan sesuatu dengan Allah, dan janganlah kalian meninggalkan shalat dengan sengaja, karena barangsiapa meninggalkannya dengan sengaja, maka dia telah keluar dari agama Islam.” [Al Mundziri menisbatkannya di dalam At Targhib Wat Tarhib 1/379 kepada Ath Thabrani dan Muhammad Ibnu Nashr dalam Kitabush Shalah, dan berkata: Dengan dua isnad yang laa ba’sa bihima (lumayan)]
Keenam: Pernyataan para sahabat, bahkan Imam Ishaq Ibnu Rahwiyah رحمه الله telah menghikayatkan ijma para sahabat رضي الله عنه atas kafirnya orang yang meninggalkan shalat. [Al Muhalla 2/242-243] Telah ada penegasan dari enam belas sahabat atas hal itu, [Asy Syarhul Mumti’ 2/28] di antaranya perkataan Umar Ibnu Al Khaththab رضي الله عنه :
لاحق في الإسلام لمن ترك الصلاة
“Tidak ada hak di dalam Islam ini bagi orang yang meninggalkan shalat.” [Al Haitsami menuturkannya dalam Al Majma’ 1/95 dan berkata: Diriwayatkan oleh Ath Thabraniy di dalam Al Ausath sedangkan para perawinya adalah para perawui hadits shahih]
Perkataannya, “Tidak ada hak (لاحق) adalah lafadh nakirah setelah nafyi, dan di dalam ushul fiqh bahwa bila ada isim nakirah setelah nafyi maka berfaidah umum, yang artinya tidak ada hak baik sedikit maupun banyak, [Hukmu Tarikish Shalat: 11] berarti di sini orang yang meninggalkan shalat tidak mendapatkan hak sedikitpun di dalam Islam, dan orang yang tidak memiliki hak sedikitpun di dalam Islam adalah bukan orang Islam, karena orang Islam meskipun melakukan maksiat tetap memiliki hak di dalam Islam meskipun sedikit, nah berarti orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.
Abdullah Ibnu Syaqiq رحمه الله berkata:
كان أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم لا يرون من الأعمال تر كه كفر غير الصلاة
“Adalah para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم tidak memandang sedikitpun dari amalan-amalan yang di mana meninggalkannya adalah kekufuran selain shalat.” [Riwayat At Tirmidzi dalam Kitabul Iman 2622, Al Albaniy berkata: Isnadnya Shahih, dan telah dimaushul-kan oleh Al Hakim 1/8 dari Abdullah Ibnu Syaqiq dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: … dan berkata: Shahih sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim, dan Adz Dzahabiy berkata: Isnadnya Shalih Lihat Al Misykah 1/183]
Di dalam atsar ini dijelaskan bahwa para sahabat semuanya رضي الله عنه menilai orang yang meninggalkan shalat sebagai orang kafir.
Al Hafidh Al Mubarakfuriy رحمه الله berkata: “Dzahir perkataan Abdullah Ibnu Syaqiq ini menunjukan bahwa para sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم meyakini bahwa meninggalkan shalat adalah kekufuran, dan dzahirnya ungkapan itu adalah bahwa pendapat ini adalah yang telah disepakati oleh para sahabat, karena perkataannya, “Adalah para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم” adalah bentuk jamak yang di-idlafat-kan (yang berfaidah umum). [Tuhfatul Ahwadzi 7/309-310]
Dan masih banyak perkataan para sahabat yang berkenaan dengan hal ini, silahkan lihat Majmauz Zawaid karya Al Haitsamiy Asy Syafi’iy 1/292, 295. [Silahkan rujuk Kitabush Shalah karya Ibnu Al Qayyim]
Adapun menurut akal: Sesungguhnya tidak mungkin orang yang memiliki keimanan meskipun sebesar biji sawi terus dia selalu meninggalkan shalat [Hukmu Tarikish Shalah: 11, Asyarhul Mumti’ 2/28], maka ketika dia tidak shalat berarti dia tidak memiliki iman sedikitpun.
Dikutip Dariari: Ar Rasail al Mufidah