Fikroh.com – Islam adalah agama inspirasi sekaligus aspirasi. Makna inspirasi adalah suatu proses yang mendorong atau memotivasi pikiran untuk melakukan sesuatu tindakan-tindakan kreatif. Inspirasi merupakan suatu proses mental yang termotivasi bertindak setelah melakukan pembelajaran atas apa yang tersirat maupun tersurat. Al Qur’an adalah sumber inspirasi bagi umat Islam sedunia bahkan dari kalangan manusia pada umumnya.
Islam adalah agama paling sempurna dibandingkan agama lain, karena tidak hanya meliputi dimensi ritualistik semata. Islam merupakan agama yang meliputi sains dan peradaban. Ayat-ayat Al Qur’an telah menjadi sumber inspirasi bagi lahirnya peradaban emas yang bertahan paling lama dibanding beradaban manapun di dunia.
Islam adalah agama inspirasi bagi tegaknya kemajuan peradaban dengan lahirnya paradigm sains Islam. dengan Sementara sains Islam berangkat dari tradisi berfikir islami untuk membangun peradaban Islam baik terkait dengan manusia, kehidupan maupun alam semesta yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Dari berfikir islami terkait dengan tiga obyek inilah kemudian lahir tradisi literasi Islam dan sekaligus melahirkan berbagai ilmu berbasis aqidah Islam. Banyak sekali ayat yang berhubungan dengan sains Islam.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka [QS Ali Imran : 190-191]
Bahkan secara spesifik, budaya literasi telah disebutkan dalam al Qur’an, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. [QS Al ‘Alaq : 1-5].
Sains Islam tentu sangat berbeda dengan sains sekuler. Umat Islam harus mampu membedakan keduanya agar mampu mengembalikan peradaban Islam dan tidak terjerumus kepada sekulerisme. Apakah berbandingan antara sains Islam dengan sains sekuler dari banyaknya ayat Al Qur’an yang dikutip? Tentu saja tidak.
Membandingkan sains Islam dengan sains sekuler harus dengan parameter aspek filsafat ilmu, yakni ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas tentang sebuah pertanyaan : mengapa penelitian atas suatu obyek harus dilakukan. Epistemologi merujuk kepada bagaimana tata cara penelitian harus dilakukan. Sementara aksiologi membahas tentang sejauh mana hasil penelitian dapat digunakan dan bermanfaat.
Saintis muslim akan berontologi dengan tiga hal. Pertama, berkaitan dengan kebutuhan pokok (hajatul ‘udwiyah) atau kewajiban syariah. Suatu yang merupakan kebutuhan hidup dan merupakan kewajiban syariah adalah pantas diteliti. Untuk itulah Islam mendorong intelektual muslim untuk melakukan penelitian ilmu hingga ujung dunia, jika perlu.
Kedua, adalah segala sesuatu yang terinspirasi dari ayat Al Qur’an berupa pertanyaan yang bisa jadi tidak berhubungan dengan hajat hidup dan tidak terkait kewajiban syariah. Ketiga, termotivasi ayat Al Qur’an yang memberikan tantangan yang mau tidak mau menghajatkan pengembangan sains dan teknologi.
Sebagai contoh seorang saintis muslim akan meneliti yang berkaitan dengan kebutuhan pokok semisal sandang, pangan, papan, kesehatan agar semua kebutuhan itu terpenuhi dan seluruh kewajiban syar’iyah bisa terlaksana. Ada kaidah usul fikih yang menyatakan bahwa apa yang mutlak diperlukan untuk terpenuhinya sebuah kewajiban, maka hukumnya wajib pula.
Itulah mengapa Al Khawarizmi, sejarahnya mengembangkan ilmu aljabar karena suatu kebutuhan untuk menghitung pembagian waris secara akurat. Sebab hukum waris dalam Islam cukup rumit, tidak seperti hukum waris sekuler. Ada perhitungan yang telah ditetapkan oleh Al Qur’an dalam hukum waris Islam, sementara hukum waris sekuler tergantung kepada pikiran manusia semata.
Ontologi kedua bagi saintis muslim adalah adanya ratusan ayat Al Qur’an yang menginspirasi riset di berbagai bidang. Semisal satu ayat saja yakni ayat di surat al Insan ayat 17 : Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe (zanjabila). Maka timbul pertanyaan : ada apa dengan jahe ?. Lantas terdoronglah untuk melakukan riset khasiat jahe, apakah mengandung zat anti oksidan yang berkhasiat bikin awet muda ?
Ketiga, ontologi saintis muslim tertantang dengan ayat-ayat Al Qur’an. Misalnya QS Ali Imran ayat 110 : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Ayat ini menantang saintis muslim untuk menjadi umat terbaik yang punya kapabilitas untuk menggiring manusia kepada kebaikan dan mencegah serta menghalangi dari kemungkaran. Ayat ini sangat luas yang memberikan tantangan bagaimana mewujudkan umat terbaik.
Ada juga ayat tantangan dari Allah di QS Ar Rahman ayat 33 : Hai jama´ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (sulthon). Tentu saja ayat ini menantang saintis muslim untuk melakukan penelitian ruang angkasa dengan peralatan canggih.
Allah menegaskan dalam firmanNya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS Ali Imran : 190 – 191).
Sementara istilah aspirasi memiliki makna harapan dan tujuan untuk keberhasilan pada masa yang akan datang (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia). Beraspirasi maknanya adalah bercita-cita, berkeinginan dan berhasrat. Bahkan Islam menganjurkan umatnya untuk memiliki cita-cita yang tinggi dan tidak bersikap pesimistik tentang masa depan.
Sebagaimana sebuah keluarga muslim yang memiliki aspirasi atau cita-cita ingin hidup lebih islami bukan saja merupakan sebuah kewajaran, namun juga merupakan sebuah kewajiban. Mendakwahkan Islam agar umat memahami Islam secara kaffah adalah kewajiban setiap muslim, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah.
Perjalanan dakwah Rasulullah adalah gambaran aspirasi yang dibawa beliau atas perintah Allah untuk senantiasa menyebarkan Islam di tengah-tengah kaum jahiliyah saat itu agar mereka mau meninggalkan kejahiliyahan dan memeluk Islam secara menyeluruh.
Aspirasi Islam bukan hanya sebatas pemahaman dan kesadaran, melainkan mesti mewujud dalam sistem dan perundang-undangan. Sebab Islam adalah hukum bagi pengaturan kehidupan manusia yang jika diterapkan akan membawa rahmat bagi alam semesta.
Benar apa yang disampikan oleh Sayyid Qutb bahwa sejarah Islam, sebagaimana yang pernah ada, merupakan sejarah dakwah dan seruan, sistem dan pemerintahan. Tidak asumsi lain yang dapat diklaim sebagai Islam, atau diklaim sebagai agama ini, kecuali jika ketaatan kepada Rasul direalisasikan dalam satu keadaan dan sistem.
Dakwah dan perjuangan Islam memerlukan keimanan dan pemahaman tentang realitas sebagai hakekat keimanan dan wilayahnya dalam sistem kehidupan. Keimanan dan tataran inilah yang akan menjadikan kebergantungan secara total kepada Allah, serta keyakinan bulat akan pertolonganNya kepada kebaikan serta perhitungan akan pahala di sisiNya, sekalipun jalannya sangat jauh. Orang yang bangkit untuk memikul tanggungjawab ini tidak akan menunggu imbalan di dunia, atau penilaian dari masyarakat yang tersesat dan pertolongan dari orang-orang jahiliyah dimana saja.
Masyarakat jahiliyah dengan karakter susunan fisiologisnya tidak akan dapat menerima elemen muslim yang melakukan aktivitas dari dalam, kecuali jika aktivitas, energi dan kemampuan muslim tersebut sesuai dengan kepentingan masyarakat jahiliyah, serta mengokohkan kejahiyahannya. Mereka yang mengimajinasikan dirinya mampu melakukan aktivitas untuk kepentingan agamanya dengan cara terlibat dalam masyarakat jahiliyah dan beradabtasi dengan struktur dan perangkatnya (sistem pemerintahan) adalah orang-orang yang tidak mengenal karakter fisiologis masyarakat.
Islam adalah agama yang satu, maka umat Islam adalah umat yang satu pula. Allah menegaskan bahwa umat Islam adalah bersaudara karena aqidahnya sama. Umat Islam sebagaimana Islam adalah sebuah kesatuan utuh yang tidak dibatasi oleh batasan-batasan primordialistik. Islam meliputi seluruh alam semesta, tidak dibatasi oleh batasan negara.
Ukhuwah Islamiyah tanpa memandang batas wilayah dan negara karena kesamaan aqidah semestinya menumbuhkan kesadaran untuk menyatukan visi demi kemajuan Islam dan kaum muslimin. Sebab sesungguhnya seluruh kaum muslimin di dunia adalah saudara. Jika ada saudara muslim di belahan dunia lain mendapatkan kezoliman, maka muslim di belahan dunia lainnya ikut merasakan. Perasaan itu telah menjadi inspirasi dan aspirasi lahirnya kebangkitan dan perjuangan Islam di seluruh dunia.
Apa yang sesungguhnya bisa merekatkan ukhuwah Islamiyah umat Islam seluruh dunia. Abdullah Azam pernah menulis bahwa ada empat faktor fundamental yang bisa menyatukan umat Islam seluruh dunia. Keempat faktor itu adalah : masjidil haram, masjid Nabawi, jihad dan khilafah.
Masjidil haram dengan kabahnya tentu karena menjadi kiblat kaum muslimin seluruh dunia. Momentum ibadah haji atau umroh menjadi salah satu contoh bentuk ukhuwah islamiyah umat Islam sedunia. Muslim dari seluruh penjuru dunia memiliki niat yang sama untuk bersujud kepada Allah, bergerak bersama sesuai aturan ibadah haji yang telah ditentukan.
Masjid Nabawi menjadi faktor yang memperkuat ukhuwah Islamiyah karena masjid ini menjadi inspirasi dan aspirasi kebangkitan dan perjuangan Rasulullah SAW. Perjalanan hijrah Rasulullah ke Madinah dan kesuksesannya menegakkan peradaban Islam telah menjadikan peristiwa ini sebagai penanggalan kaum muslimin seluruh dunia. Peristiwa hijrah telah memperkuat ukhuwah Islamiyah.
Begitupun dengan jihad fi sabilillah dalam sejarah telah terbukti mampu menyatukan umat Islam sejak zaman Rasulullah. Di Indonesia sendiri semangat jihad inilah yang kelak menyatukan seluruh organisasi umat Islam untuk bersatu mengusir penjajah. Gema takbir yang membahana telah menjadi spirit perjuangan mengusir penjajah. Spirit bela Islam 212 misalnya telah terbukti juga menyatukan umat Islam dari berbagai ormas yang ada. Spirit jihad telah mengokohkan ukhuwah Islamiyah.
Apalagi khilafah Islamiyah jelas telah menjadi faktor paling penting dalam mewujudkan ukhuwah Islamiyah. Daulah Madinah yang dibangun Rasulullah telah menyatukan kaum muhajirin dan anshor. Bukan hanya itu, bahkan daulah Madinah telah melindungi segenap warga negara daulah yang sangat pluralistik saat itu. Daulah Madinah yang dipimpin Rasulullah bukan saja mewujudkan ukhuwah Islamiyah namun juga ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariyah sekaligus. Sebab esensi daulah Islam adalah ukhuwah, dakwah dan syairah. Inilah indahnya Islam jika diterapkan secara kaffah : menebar rahmat bagi alam semesta.
Oleh: Ust. Ahmad Sastra