Fatwapedia.com – Jika seorang bernadzar taat dari yang diharuskan untuk memenuhinya, kemudian dia meninggal sebelum memenuhinya, maka walinya yang harus memenuhi nadzarnya. Jika nadzarnya berupa harta maka diambil dari harta pokoknya sebelum hutang-hutang yang lain. Berdasarkan firman Allah -subhanahu wa ta`ala-
(مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ)
“(Pembagian-pembagian tersebut) sesudah dipenuhi wasiat yang dia buat atau sesudah dibayar hutangnya. [Surat an Nisa’, 11]
Allah menjadikannya secara umum pada hutang dan tidak mengkhususkannya. Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
(دين الله أحق أن يقضى)
“Hutang kepada Allah lebih berhak untuk dipenuhi. [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (1953), Muslim (1148)]
Walaupun nadzarnya berupa ibadah seperti haji, puasa dan i’tikaf atau yang sejenisnya, maka walinya yang memenuhi untuknya.
Dari Ibnu `Abbas -radhiyallahu `anhu-
أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ اسْتَفْتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِي نَذْرٍ كَانَ عَلَى أُمِّهِ، تُوُفِّيَتْ قَبْلَ أَنْ تَقْضِيَهُ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَاقْضِهِ عَنْهَا, فكانت سنة بعد
“Sa’ad bin `ubadah -radhiyallahu `anhu- meminta fatwa kepada nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- tentang hutang nadzar ibunya, lalu dia meninggal sebelum memenuhinya, lalu nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- memfatwakan kepadanya agar memenuhi nadzarnya untuk ibunya, dan terjadi setahun setelahnya Dalam lafazh lain beliau berkata:“tunaikanlah”. [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (2761), Muslim (1638)]
b. Dari Ibnu `Abbas bahwa seorang perempuan datang kepada nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan berkata:
(إن أمي ماتت و عليها صوم من نذر أفأصوم عنها؟ فقال لها النبي: أرأيت لو كان على أمك دين فقضيته أكان يؤدي ذلك عنها؟ قالت: نعم. قال: فصومي عن أمك)
“Sesunguhnya ibuku telah meninggal dan atasnya nadzar puasa, apakah aku berpuasa untuknya? Lalu nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- berkata: tidakkah engkau melihat jika ibumu berhutang lalu engkau lunasi, apakah itu dapat melunasi untuknya? Dia berkata: ya, beliau bersabda: maka berpuasalah untuk ibumu. [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (1953), Muslim (1148 dan lafazh darinya]
c. Dari `A’isyah -radhiyallahu `anha- : “Bahwa dia beri’tikaf untuk saudara lelakinya setelah kematiannya. [Sanadnya dha`if, Hadits riwayat: Sa`id bin Manshur (424), Ibnu Abi Syaibah (2/339)]
Apakah Dipenuhi Shalat Yang Dinadzarkan Orang Yang Sudah Mati?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa seseorang tidak sah shalat untuk orang yang lain, bahkan Ibnu Batthal menceritakan ijma’ atas hal ini. Tetapi dibatalkan dengan riwayat Ibnu `Umar yang memerintahkan seorang perempuan menggantikan shalat ibunya di Quba lalu dia berkata: “shalatlah untuknya. [Di ta’liq oleh Al-Bukhariy (11/584-fath) dengan bentuk yang menetapkan dan tidak di sambungkan oleh al- Hafizh di dalam at ta’liq (5/203)] Sedangkan Daud dan Ibnu Hazm mewajibkan penunaian shalat yang dinadzarkan untuk orang yang meninggal.