Fatwapedia.com – Apabila disebutkan ahli-ahli tafsir dari golongan tabi’in, mereka dianggap lebih banyak bilangannya daripada ahli tafsir golongan sahabat, karena golongan sahabat yang terkenal dengan ahli tafsir tidak lebih dari sepuluh orang, seperti telah disebutkan oleh Imam Suyuthy dalam kitabnya Al-Itqon. Di atas telah kami sebutkan nama-nama mereka dan telah kami cuplikkan pula otobiografi beberapa ahli tafsir di kalangan mereka.
Adapun golongan tabi’in di dalamnya banyak ahli tafsir dan mereka terkenal luas. Di kalangan mereka terdapat pula tokoh-tokoh yang tiada bandingnya yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap tafsir Kitab Allah Ta’ala. Dari mereka pula para ahli tafsir yang berikutnya mengutip sebagian banyak pendapatnya.
Berdasarkan asalnya, Ahli tafsir golongan tabi’in ini terbagi tiga kelompok:
- Kelompok ahli Makkah
- Kelompok ahli Madinah
- Kelompok ahli Irak
Biografi Singkat Ahli Tafsir dari Kelompok Makkah
Adalah kelompok ahli Makkah, mereka mengambil ilmu pengetahuan dari seorang guru ahli-ahli tafsir dan seorang penterjemah Al-Qur’an yaitu Sayyid Abdullah bin Abbas r a.
Imam Suyuthy mengutip pendapat Ibnu Taimiyah, bahwa ia berkata: “Orang yang paling pandai tentang tafsir adalah orang-orang Makkah, karena mereka sahabat Abdullah bin Abbas”. Di kalangan mereka banyak orang-orang yang terkenal dan muncul tokoh-tokoh yang tiada bandingnya. Tokoh-tokoh itu antara lain Mujahid, ‘Atho’, ‘Ikrimah, Thawus dan Sa’id bin Juber. Di bawah ini kami tuliskan otobiografi ringkas tentang kehidupan ulama-ulama tadi.
1. Mujahid bin Jabar.
Mujahid dilahirkan pada tahun 21 hijrah dan meninggal pada tahun 103 hijrah. Nama lengkapnya Mujahid bin Jabar yang bergelar Abul Hajjaj Al-Makky. Ia seorang ulama yang terkenal dalam tafsir. Adz-Dzahaby mengatakan: ”Ia adalah guru ahli baca Al-Qur’an dan ahli tafsir yang tidak diragukan. Ia mengambil tafsir dari Ibnu Abbas) Ia salah seorang murid Ibnu Abbas yang paling hebat dan yang paling dipercaya untuk meriwayatkan tafsir. Oleh karenanya, Imam Bukhary banyak berpegang pada tafsirnya, sebagaimana halnya ahli-ahli tafsir yang lain, mereka juga banyak berpegang atas riwayatnya. Ia sering mengadakan perjalanan kemudian menetap di Kufah. Bila ada hal yang mengagumkan dia, maka ia pergi dan menyelidikinya.
Mujahid belajar Tafsir Kitabullah Al-Qur’an dari gurunya, Ibnu Abbas dengan cara membacakannya pada Ibnu Abbas dengan penuh pemahaman, penghayatan dan penelitian pada setiap ayat Al-Qur’an, kemudian Mujahid menanyakan artinya dan penjelasan rahasia-rahasianya.
Imam Al-Fudhail bin Maimun meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia berkata: “Aku pernah menyodorkan Al-Qur’an kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga kali, di mana pada setiap ayat aku berhenti sambil menanyakan: “Dalam hal apa ayat itu diturunkan dan bagaimana ayat tersebut diturunkan?”
Pertanyaan yang diajukan Mujahid kepada gurunya itu semata-mata hanya untuk minta penjelasan Al-Qur’an, mengetahui rahasia-rahasia nya dan memahami hikmah-hikmah serta hukum-hukumnya.
Sehubungan dengan ini Imam Nawawi berkata: “Apabila datang kepadamu tafsir dari Mujahid maka cukuplah untukmu”. Artinya tafsir itu sudah cukup, tidak perlu lagi tafsir yang lain apabila perowinya Imam Mujahid.
2. Atho bin Aby Robbah
la dilahirkan pada tahun 27 hijrah dan wafat pada tahun 114 hijrah. Ia hidup di Makkah sebagai ahli fatwa dan ahli hadits bagi penduduknya. Ia seorang Tabi’in yang tergolong tokoh-tokoh ahli fiqih. Ia sangat percaya dan mantap kepada riwayat Ibnu Abbas.
Imam besar Abu Hanifah An-Nu’man berkata: “Aku belum pernah jumpa dengan seorang yang lebih utama daripada Imam “Atho’ bin Aby Robbah”,
Qatadah mengatakan: “Tabi’in yang paling pandai itu ada empat yaitu: ‘Atho’ bin Aby Robbah seorang yang paling pandai tentang manasik, Sa’id bin Juber orang yang paling pandai tentang tafsir dan seterusnya”.
la meninggal dunia di kota Makkah dan dikebumikan juga di kota itu dalam usia 87 tahun.
3. Ikrimah Maula Ibnu Abbas
la lahir pada tahun 25 hijrah dan wafat pada tahun 105 hijrah. Imam Svafi’i pernah mengatakan tentang dia: “Tidak ada seorangpun yang lebih pintar perihal Kitabullah daripada ‘Ikrimah”. Ia adalah maula (hamba) Ibnu Abbas r.a. ia menerima ilmunya langsung dari Ibnu Abbas, begitu juga Al-Qur’an dan sunnah”. Ia mengatakan: “Aku telah menafsirkan isi lembaran-lembaran mushhaf dan segala sesuatu yang aku bicarakan tentang Al-Qur’an, semuanya dari Ibnu Abbas”.
Tentang otobiografinya dalam kitab Al-I’lam disebutkan sebagai berikut: ”Ikrimah bin Abdullah Al-Barbary Al-Madany, Abu Abdilah seorang hamba Abdullah bin Abbas, adalah Tabi’in yang paling pandai tentang tafsir dan kisah-kisah peperangan. Ia sering merantau ke negara-negara luar. Diantara tiga ratus orang yang meriwayatkan tafsir daripadanya tujuh puluh lebih adalah golongan tabi’in. Ia pernah juga ke Maghrib untuk mengambil ilmu dari penduduknya kemudian ia kembali ke Madinah Al-Munawwaroh. Setelah ia kembali di Madinah ia dicari Amirnya, tetapi ia menghilang sampai mati.
Kewafatannya di kota Madinah bersamaan dengan kewafatan seorang penyair tenar Kutsayyir Azzah dalam hari yang sama, sehingga dikatakan orang: “Seorang ilmiawan dan seorang penyair meninggal dunia”.
4. Thawus bin Kaisan Al-Yamany
Ia dilahirkan pada tahun 33 hijrah dan wafat pada tahun 106 hijrah. ia terkenal sebagai penafsir Al-Qur’an. Kemahirannya menunjukkan tentang hafalan, kecerdasan, dan ketakwaannya serta jauh dari keduniawian, dan ahli islah. Ia menjumpai sekitar lima puluh orang sahabat. Banyak orang-orang yang menerima ilmu pengetahuan daripadanya. Ia seorang ahli ibadah serta tidak terpengaruh pada dunia. Dituturkan orang ia menunaikan ibadah haji di tanah haram sebanyak empat puluh kali. Kalau ia berdo’a selalu dikabul, sehingga Ibnu Abbas pernah berkata: “Aku menduga Thawus adalah ahli surga”.
Dalam kitab Al-I’lam disebutkan tentang otobiografinya sebagai berikut: ”Thawus bin Kaisan Al-Khulany Al-Hamdany Abu Abdirrahman adalah tergolong Tabi’in yang sangat besar tentang pengetahuan agamanya, riwayat haditsnya, kesederhanaan hidupnya dan keberaniannya memberi nasihat kepada khalifah-khalifah dan Raia-raia. Beliau berasal dari Persia sedang tempat kelahiran dan kedewasaannya adalah Yaman. Ia wafat pada waktu menjalankan ibadah haji di Muzdalifah, yang ketika itu seorang khalifah Hisyam bin Abdul Malik sedang menunaikan haji juga, lalu beliau menyembahyangkannya.
Ia enggan mendekati Raja-raja dan Amir-amir. Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Orang yang selalu menjauhi Sultan itu ada tiga yaitu Abu Dzar, Thawus dan Ats-Tsaury”).
5. Sa’id bin Jubeir
Sa’id bin Jubeir dilahirkan pada tahun 45 hijrah dan wafat pada tahun 94 hijrah. Ia tergolong Tabi’in yang besar ilmu dan wara’nya. Ia seorang yang tangguh bagaikan gunung yang tinggi dan bendera yang berkibar di angkasa luas. Banyak tokoh-tokoh yang mengambil ilmunya. Dan sebutannya meluas dibawa orang-orang perantau. Imam Sufyan Ats-Tsaury mengatakan: “Ambillah tafsir dari orang empat (Sa’id bin Jubeir, Mujahid, ‘Ikrimah dan Adh-Dhahak). Qatadah mengatakan pula: “Sa’id bin Jubeir adalah seorang Tabi’in yang paling pandai tentang tafsir”. Kepandaiannya adalah sebagai tanda daya hafalnya. Ia bisa menghafal semua yang ia dengar. Hafalannya ini disaksikan oleh Ibnu Abbas, sehingga beliau berkata kepadanya: “Saya lihat Bagaimana engkau membicarakan tentang aku, dan engkau telah banyak hafal hadits daripadaku”.
Ibnu Abbas setelah ia tidak lagi bisa melihat, ketika didatangi penduduk Kufah untuk menanyakan sesuatu, ia berkata: “Kalian bertanya padaku, padahal di kalangan kalian ada Ibnu Ummi Dahma? Ia maksudkan Sa’id bin Jubeir r.a.
Ia seorang ahli ibadah dan zahid yang selalu mengkhatamkan Al-Qur’an setiap dua malam satu kali. Pada suatu saat di Ka’bah ia pernah membaca Al-Qur’an keseluruhannya dalam satu raka’at.
Tentang otobiografinya dalam kitab AI-A’lam disebutkan sebagai berikut: ”Sa’id bin Jubeir Al-Asady Al-Kufy ayah Abdillah scorang Tabi’in adalah orang yang pandai dengan menyeluruh, Ia keturunan Habasyi, mengambil ilmu dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, Ketika Abdurrahman bin Al-Asy’ats menentang Abdul Maik bin Marwan, Sa’id bin Jubeir menyertainya. Ketika Abdurrahman dibunuh, Sa’id pergi ke Makkah kemudian ditangkap oleh Gubernurnya yaitu Khalid Al-Qusry dan dikirim ke Al-Hajjaj kemudian dihukum mati. Al-Hajjaj memanggilnya dengan nama Syaqiy bin Kusair sebagai ganti nama Sa’id bin Jubeir”.
Ahmad bin Hanbal mengatakan: ”Hajjaj membunuh Sa’id padahal tidak ada seorangpun di atas bumi kecuali ia memerlukannya”. Diceriterakan, bahwasanya Hajjaj ketika hendak membunuhnya, ia memerintah seorang algojo untuk pergi membawanya dan memukul lehernya. Kemudian Sa’id berkata kepadanya: “Lepaskanlah aku sebentar untuk shalat dua rakaat”. Hajjaj berkata: “Apa yang dia ucapkan?” Algojo menjawab: “Ia hendak shalat”. Dia melakukan shalat dengan menghadap ke timur (kiblat orang Nashrani), kemudian Hajjaj memerintahkan algojonya untuk memenggal lehernya sedangkan ketika itu mukanya menghadap bukan ke arah kiblat. Merekapun memutarkan mukanya dan ketika itu Sa’id mengucapkan :
فانما تولوا فثم وجه الله
“Kemudian lehernya dipukul sedangkan dia selalu mengulang-ulang kalimat “La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah”.
Jiwanya yang suci itu melayang pergi menghadap Tuhannya untuk mengadu tentang kezhaliman Hajjaj. Ia rela menghembuskan nafasnya demi membela ‘akidah dan agamanya. Semoga Allah mengasihaninya dan menempatkannya di surga yang luas. (lihat Ath thabaqatul Qubra, karya Ibnu Sa’ad juz 6 hal. 257)