Fatwapedia.com – Rasulullah saw. berpulang ke rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan amanah, menasehati ummat serta memberi petunjuk pada agama yang lurus. Setelah beliau wafat kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar Siddiq r.a. Pada masa pemerintahannya ia banyak menghadapi malapetaka, berbagai kesulitan dan problem yang rumit di antaranya memerangi orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam) yang ada di kalangan orang Islam, memerangi pengikut Musailamah Al-Kadzdzab.
Peperangan Yamamah adalah suatu peperangan yang amat dahsyat. Banyak kalangan shahabat yang hafal Al-Qur’an dan ahli bacanya mati syahid yang jumlahnya lebih dari 70 orang huffazh ternama. Oleh karenanya kaum muslimin menjadi bingung dan khawatir. Umar bin Khattab sendiri merasa prihatin lalu beliau menemui Abu Bakar yang sedang dalam keadaan sedih dan sakit. Umar mengajukan usul (bermusyawarah dengannya) supaya mengumpulkan Al-Qur’an karena khawatir lenyap dengan banyaknya khufazh yang gugur, Abu Bakar pertama kali merasa ragu. Setelah dijelaskan oleh Umar tentang nilai-nilai positipnya ia memandang baik untuk menerima usulan dari Umar bin Khattab. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia tersebut. Ia mengutus Zaid bin Tsabit dan mengajukan persoalannya, serta menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushhaf. Mulai pertama Zaid pun merasa ragu, kemudian iapun dilapangkan Allah dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.
Imam Al-Bukhary telah meriwayatkan dalam shahihnya tentang kisah pengumpulan ini. Karena pentingnya maka di sini kami menukilnya sebagai berikut:
“Dari Zaid bin Tsabit r.a., bahwa ia berkata: “Abu Bakar mengirimkan berita kepadaku tentang korban pertempuran Yamamah, setelah orang yang hafal Al-Qur’an sejumlah 70 orang gugur. Kala itu Umar berada di samping Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar mengatakan Umar telah datang kepadaku dan ia mengatakan: ”Sesungguhnya pertumpahan darah pada pertempuran Yamamah banyak mengancam terhadap para penghafal Al-Qur’an. Aku khawatir kalau pembunuhan terhadap para penghafal Al-Qur’an terus-menerus terjadi di setiap pertempuran, akan mengakibatkan banyak Al-Qur’an yang hilang. Saya berpendapat agar anda -memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan Al-Qur’an”. Aku (Abu Bakar) menjawab: “Bagaimana aku harus melakukan suatu perbuatan sedang Rasul saw. tidak pernah melakukannya?” Umar r.a. menjawab: “Demi Allah perbuatan tersebut adalah baik”, Dan ia berulangkali mengucapkannya sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana Ia melapangkan dada Umar, Dalam hal itu aku sependapat dengan pendapat Umar. Zaid berkata: Abu Bakar mengatakan: “Anda adalah seorang pemuda yang tangkas, aku tidak meragukan kemampuan anda. Anda adalah penulis wahyu dari Rasulullah saw. Oleh karena itu telitilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah….!” Zaid menjawab: “Demi Allah andaikata aku dibebani tugas untuk memindahkan gunung tidaklah akan berat bagiku jika dibandingkan dengan tugas yang dibebankan kepadaku ini……” saya mengatakan: “Bagaimana anda berdua akan melakukan pekerjaan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasululah saw.?” Abu Bakar menjawab: ”Demi Allah hal ini adalah baik” dan ia mengulanginya berulangkali sampai aku dilapangkan dada oleh Allah swt. sebagaimana Ia telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar. Selanjutnya aku meneliti dan mengumpulkan Al-Qur’an dari kepingan batu, pelapah kurma dan dari shahabat-shahabat yang hafal Al-Qur’an, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surat At-Taubah dari Abu Khuzaimah Al-Anshary yang tidak terdapat pada lainnya (yaitu):
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat baginya apa yang kamu rasakan. Ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan) maka katakanlah: ”Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (At-Taubah ayat 128-129)
Lembaran-lembaran tersebut disimpan pada Abu Bakar sampai ia wafat. Kemudian (diserahkan) kepada Umar sampai wafat dan kemudian disimpan di rumah Hafsah binti Umar.
Riwayat ini menyatakan tentang sebab pengumpulan Al-Our’an.
Mengapa Abu Bakar Ragu-ragu?
Pada mulanya Abu Bakar merasa Ragu-ragu dengan usaha pengumpulan Al-Qur’an. Abu Bakar khawatir kalau-kalau orang mempermudah dalam usaha menghayati dan menghafal Al-Qur’an, cukup dengan hafalan yang tidak mantap dan khawatir kalau-kalau mereka hanya berpegang dengan apa yang ada pada mushhaf yang akhirnya jiwa mereka lemah untuk menghafal Al-Qur’an. Minat untuk menghafal dan menghayati Al-Qur’an akan berkurang karena telah ada tulisan dan terdapat dalam mushhaf-mushhaf yang dicetak untuk standar membacanya, sedangkan sebelum ada mushhaf-mushhaf mereka begitu mencurahkan kesungguhannya untuk menghafal Al-Qur’an. Dari segi yang lain bahwasanya Abu Bakar Siddiq adalah benar-benar orang yang bertitik-tolak dari batasan-batasan syari’at, selalu berpegang menurut jejak-jejak Rasul saw., dimana ia khawatir kalau-kalau idenya itu termasuk bid’ah yang tidak dikehendaki oleh Rasul. Karena itulah maka Abu Bakar mengatakan kepada Umar: “mengapa saya harus mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.? Barangkali ia takut terseret oleh ide-ide dan gagasan yang membawanya untuk menyalahi sunnah Rasul saw. serta membawa kepada bid’ah. Tetapi tatkala ia menganggap bahwa hal tersebut adalah sangat penting dan pendapat tersebut pada hakikatnya adalah merupakan suatu sarana yang amat penting demi kelestarian kitab Al-Qur’an dan demi terpeliharanya dari kemusnahan dan perubahan, lagi pula ia meyakini bahwa hal tersebut tidaklah termasuk masalah yang menyalahi ketentuan dan bid’ah yang sengaja dibikin-bikin, maka ia beri’tikad baik untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Akhirnya ia bisa memuaskan Zaid mengenai masalah ini sehingga Allah melapangkan dadanya dan Zaid tampil untuk melaksanakan usaha yang amat penting ini wallahu a’lam.
Zaid bin Tsabit Sebagai Juru Tulis
Mengapa Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit dari shahabat lainnya? Jawabnya adalah: Zaid adalah orang yang betul-betul memiliki pembawaan/kemauan yang tidak dimiliki oleh shahabat lainnya dalam hal mengumpulkan Al-Qur’an. Ia adalah orang yang hafal Alqur’an. Ia seorang sekretaris wahyu bagi Rasulullah. Ia menyaksikan sajian yang terakhir dari Al-Qur’an yaitu dikala penutupan masa hayat Rasul saw…… Di samping itu ia dikenal sebagai orang yang wara (bersih dari noda), sangat besar tanggungjawabnya terhadap amanat, baik akhlaknya dan taat dalam agamanya. Lagi pula ia dikenal sebagai orang yang tangkas (IQ-nya tinggi). Demikianlah kesimpulan kata-kata Abu Bakar yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary tatkala ia memanggilnya dengan mengatakan: “Anda adalah seorang pemuda yang tangkas yang tidak kami ragukan. Anda adalah penulis wahyu Rasul”.
Dengan beberapa sifat dan keistimewaan di atas, Abu Bakar Shiddiq memilih dan menunjuknya sebagai pengumpul Al-Qur’an. Adapun alasan yang menyatakan bahwa Zaid bin Tsabit adalah seorang yang sangat teliti, dapat dilihat dari kata-katanya: ”Demi Allah, andaikata saya ditugaskan untuk memindahkan sebuah bukit tidaklah lebih berat jika dibandingkan dengan tugas yang dibebankan kepadaku ini”. Al-Hadits.