Fikroh.com – Beliau adalah putra terbaik dari Persia, tepatnya dari Asfahan di desa yang bernama Jayyu. Salman Al-Farisi merupakan sosok anak yang sangat dicintai Ayahnya, seorang tokoh di desa tersebut. Salman al-Farisi terkenal loyalitasnya memeluk agama Majusi hingga ia menjadi penjaga api yang harus menyala terus dan tidak boleh padam sesaat pun.
Ayah Salman mempunyai ladang yang luas. Tatkala ayahnya disibukkan dengan bangunan, lalu berkata kepada Salman, ‘Anakku, hari ini aku sibuk dengan bangunan ini hingga tidak mempunyai waktu untuk mengurusi ladangku. Oleh karena itu, pergilah engkau ke ladang!’. Setelah memerintahkan apa yang harus ia kerjakan, ayahnya berkata, ‘Jangan terlambat pulang kepadaku, sebab jika engkau terlambat pulang kepadaku, engkau lebih berarti bagiku daripada ladangku dan engkau membuatku lupa segala urusan yang ada’.”
Ditengah-tengah perjalanan menuju ladang ayahnya, ia melewati salah satu gereja milik orang-orang Nasrani. Ia mendengar suara-suara mereka beribadah di dalamnya. Lalu Ia masuk untuk melihat dari dekat apa yang mereka kerjakan di dalamnya. Salman berkata, ‘Agama orang- orang ini lebih baik daripada agama yang aku peluk’. Ia membatalkan pergi ke ladang dan tidak meninggalkan mereka hingga matahari terbenam. Salman berkata kepada orang- orang Nasrani tersebut, ‘Agama ini berasal dari mana?’ Mereka menjawab, ‘Dari Syam.’
Ketika Salman telah kembali ke rumah, ayahnya bertanya, ‘Anakku, dari mana saja engkau? Salman menjawab, ‘Ayah aku tadi berjalan melewati orang-orang yang beribadah di gereja mereka, kemudian aku kagum pada agama mereka yang aku lihat. Ayah Salman berkata, ‘Anakku, tidak ada kebaikan pada agama tersebut. Agamamu, dan agama nenek moyang lebih baik daripada agama tersebut.’ Salman berkata, ‘Tidak. Agama tersebut lebih baik daripada agama kita.’ Setelah kejadian tersebut, ayahnya khawatir. la ikat kaki Salman dan mengurungnya di rumah.
Salman mengutus seseorang kepada orang-orang Nasrani dan ia katakan kepada mereka, ‘Jika ada rombongan dari Syam datang kepada kalian, maka beri kabar aku tentang mereka.’ Tidak lama setelah itu, datanglah pedagang-pedagang Nasrani dari Syam, kemudian mereka menghubungi Salman. Ia katakan kepada mereka, ‘Jika mereka telah selesai memenuhi kebutuhannya, dan hendak pulang ke negeri mereka, maka beri izin aku untuk bisa ikut mereka’.”
Ketika para pedagang Nasrani hendak kembali ke negerinya, ia ikut bersama mereka hingga tiba di Syam. Tiba di Syam, Salman bertanya, ‘Siapakah pemeluk agama ini yang paling banyak ilmunya?’ Mereka menjawab, ‘Uskup di gereja.’ Kemudian Salman datang kepada uskup tersebut dan berkata kepadanya, ‘Aku tertarik kepada agama ini. Jadi aku ingin sekali bisa bersamamu, dan melayanimu di gerejamu agar bisa belajar darimu dan beribadah bersamamu.’
Uskup berkata, ‘Masuklah!’ Salmanpun ikut dengannya, namun uskup tersebut orang jahat. la suruh pengikutnya bersedekah. Tapi ketika mereka telah mengumpulkannya, ia simpan untuk dirinya dan tidak memberikannya kepada orang-orang miskin, hingga ia berhasil mengumpulkan tujuh tempayan penuh berisi emas dan perak. Salman sangat marah atas tindakannya tersebut. Tidak lama kemudian uskup tersebut meninggal dunia. Ketika Orang-orang berkumpul untuk menguburnya, Salman katakan kepada mereka, ‘Sungguh, orang ini jahat. Ia suruh kalian bersedekah, namun jika kalian memberikan sedekah kepadanya, ia menyimpannya untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya sepeser pun kepada orang-orang miskin.’
Mereka berkata, ‘Dari mana engkau mengetahui hal ini?’ Salman menjawab, ‘Mari aku tunjukkan tempat penyimpanannya kepada kalian.’ Ia tunjukkan tempat penyimpanan uskup tersebut kepada mereka, kemudian mereka mengeluarkan tujuh tempayan yang penuh dengan emas dan perak. Ketika mereka melihat ketujuh tempayan tersebut, mereka berkata, ‘Kita tidak akan mengubur mayat uskup ini.’ Mereka menyalib uskup tersebut dan melemparinya dengan batu.
Setelah itu, ditunjuklah uskup pengganti. Salman tidak pernah melihat orang yang shalat yang lebih mulia, lebih zuhud di dunia, lebih cinta kepada akhirat, lebih tekun di siang dan malam hari dari uskup baru tersebut. Ia tinggal bersamanya lama sekali hingga akhirnya ajal menjemputnya. Salman katakan kepadanya, ‘Hai Fulan, sungguh aku telah hidup bersamamu. Sekarang seperti yang engkau lihat telah datang keputusan Allah Ta ‘ala kepadamu, maka engkau titipkan aku kepada siapa?’ Uskup menjawab, ‘Anakku, aku tidak tahu ada orang yang seperti diriku. Manusia sudah banyak yang meninggal dunia, mengubah agamanya, dan meninggalkan apa yang tadinya mereka kerjakan, kecuali satu orang di Al-Maushil, yaitu Si Fulan. la seperti diriku. Pergilah engkau kepadanya!'”
Ketika uskup tersebut meninggal dunia dan dikubur, Salman pergi kepada Uskup Al-Maushil. Ketika tiba di sana, Ia katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya uskup Si Fulan telah berwasiat kepadaku ketika hendak meninggal dunia agar aku pergi kepadamu. la jelaskan kepadaku bahwa engkau seperti dia.’ Uskup tersebut berkata, Tinggallah bersamaku.’ Aku menetap bersamanya. Aku lihat ia orang yang sangat baik seperti cerita sahabatnya. Tidak lama kemudian uskup tersebut meninggal dunia. Menjelang meninggal dunia, Salman berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya uskup Si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu dan sekarang keputusan Allah telah datang kepadamu seperti yang engkau lihat, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Uskup berkata, ‘Anakku, demi Allah, aku tidak tahu ada orang yang seperti kita kecuali satu orang saja di Nashibin, yaitu Si Fulan. Pergilah kepadanya!’
Setelah uskup tersebut telah meninggal dunia dan dimakamkan, Salman pergi kepada uskup Nashibin. Salman jelaskan perihal dirinya kepadanya dan apa yang diperintahkan dua sahabatnya kepadanya. Ia berkata, ‘Tinggallah bersamaku.’ Salman tinggal bersamanya, dan ternyata uskup tersebut seperti dua sahabatnya yang telah meninggal dunia. Ia merasa tinggal bersama orang terbaik. Tidak lama kemudian ajal menjemput uskup tersebut. Menjelang kematiannya, Salman berkata kepadanya, ‘Hai Si Fulan, sungguh Si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Uskup tersebut berkata, ‘Anakku, aku tidak tahu ada orang yang seperti kita dan aku perintahkan engkau pergi kepadanya kecuali satu orang di Ammuriyah wilayah Romawi. la sama seperti kita. Jika engkau mau, pergilah kepadanya, karena ia sama seperti kita!’
Setelah uskup Nashibin telah meninggal dunia dan disemayamkan, Salman pergi kepada uskup di Ammuriyah. Kembali Salman jelaskan perihal dirinya kepadanya. Uskup tersebut berkata, Tinggallah bersamaku.’ Ia tinggal bersama orang terbaik sesuai dengan petunjuk sahabat-sahabatnya dan perintah mereka. Salman bekerja hingga mempunyai beberapa lembu dan kambing.
Tidak lama kemudian, uskup tersebut juga meninggal dunia. Menjelang kematiannya, Salman bertanya kepadanya, ‘Hai Si Fulan, sungguh aku pernah tinggal bersama Si Fulan kemudian ia berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?’
Uskup berkata, ‘Anakku, demi Allah, sungguh aku tidak tahu pada hari ini ada orang-orang yang seperti kita yang engkau bisa aku perintahkan pergi kepadanya, namun telah dekat datangnya seorang Nabi. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim Alaihis-Salam dan muncul di negeri Arab. Tempat hijrahnya adalah daerah di antara dua daerah yang berbatu dan di antara dua daerah tersebut terdapat kurma. Nabi tersebut mempunyai tanda-tanda yang tidak bisa disembunyikan; ia memakan hadiah dan tidak memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat cap kenabian. Jika engkau bisa pergi ke negeri tersebut, pergilah engkau ke sana!'”
Kemudian uskup tersebut meninggal dunia dan dimakamkan. Salman tetap tinggal di Ammuriyah hingga beberapa lama. Setelah itu, sekelompok pedagang berjalan melewati daerahnya. Salman berkata kepada mereka, ‘Bawalah aku ke negeri Arab, niscaya aku serahkan lembu dan kambingku ini kepada kalian!’ Mereka berkata, ‘Ya.’ Ia berikan lembu dan kambingnya kepada mereka, dan mereka membawaku. Namun ketika tiba di lembah Al-Qura, mereka berbuat dzalim kepadanya. Mereka menjualku kepada seorang Yahudi sebagai seorang budak. Kemudian Salman tinggal bersama orang Yahudi tersebut, dan ia melihat kurma. Ia berharap kiranya negeri ini yang pernah diisyaratkan sahabatku.”
Ketika Salman tinggal bersama orang Yahudi tersebut, tiba-tiba saudara misan orang Yahudi yang berasal dari Bani Quraidzah tiba dari Madinah. la membeli Salman dari orang Yahudi tersebut, dan membawaku ke Madinah. Ketika ia sampai di Madinah, Salman melihat persis seperti dijelaskan sahabatnya dan ia pun tinggal di sana.
Karena kesibukannya sebagai budak, Salman tidak mendapat informasi tentang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah diutus sebagai Nabi dan berada di Makkah. Tidak lama setelah itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah.
Salman sedang berada di atas pohon kurma mengerjakan beberapa pekerjaan. Tiba-tiba saudara misan tuannya datang menemui majikan Salman yang sedang duduk di bawah kurma. Saudara misan itu berkata, ‘Hai Fulan, semoga Allah membunuh Bani Qailah. Sesungguhnya mereka sekarang berkumpul di Quba’ untuk menyambut kedatangan seorang laki-laki dari Makkah, dan mereka mengklaim bahwa orang tersebut adalah Nabi’.
Ketika Salman mendengar ucapan tersebut, ia menggigil seolah-olah akan jatuh. Kemudian Salman turun dari atas pohon kurma dan bertanya kepada saudara misan tuannya, ‘Apa yang engkau katakan tadi?’ Majikannya marah dan menampar Salman dengan telak mendengar pertanyaanku, sambil berkata, ‘Apa urusanmu dengan persoalan ini? Pergi sana dan bereskan pekerjaanmu?’ Salman menjawab, ‘Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memastikan ucapannya.”
Salman mempunyai sesuatu barang yang telah ia siapkan. Pada sore hari, Salman mengambilnya kemudian pergi kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Quba’. Salman bertemu beliau dan berkata kepadanya, ‘Aku mendapat informasi bahwa engkau orang shalih. Engkau mempunyai sahabat-sahabat, terasing, dan memerlukan bantuan. Inilah sedekah dariku. Aku melihat kalian lebih berhak daripada orang-orang lain.’ Salman serahkan sedekah tersebut kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian beliau berkata kepada sahabat- sahabatnya, ‘Makanlah.’ Beliau menahan mulutnya dan tidak memakan sedikit pun dari sedekahnya. Salman berkata dalam hati, ‘Ini tanda pertama.’
Kemudian Salman mohon pamit dari hadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Setelah itu, Salman mengumpulkan barang yang lain, sementara Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah pindah ke Madinah. Salman datang kepada beliau dan berkata kepadanya, ‘Sungguh aku melihatmu tidak memakan harta sedekah. Inilah hadiah khusus aku berikan kepadamu.’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memakan hadiahnya dan memerintahkan sahabat-sahabatnya ikut makan bersamanya. Salman berkata dalam hati, ‘Ini tanda kedua.’
Setelah itu, Salman mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Baqi’ Al-Gharqad yang ketika itu sedang mengantar jenazah salah seorang sahabatnya. Salman sudah mengetahui dua tanda pada beliau. Beliau sedang duduk di antara sahabat- sahabatnya, kemudian Salman mengucapkan salam kepada beliau. Setelah itu, Salman berada di belakang beliau karena ingin melihat punggung beliau, ‘apakah aku bisa melihat cap seperti yang dijelaskan sahabatku?”
Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat Salman berada di belakangnya, beliau mengetahui bahwa Salman sedang mencari tanda tertentu. Beliau melempar kainnya dari punggungnya, maka pada saat itulah ia melihat cap kenabian pada beliau. Kemudian Salman menangis. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya, ‘Baliklah!’ Salman berbalik arah dan duduk di depan beliau. Ia masuk Islam dan menceritakan kepadanya semua kisah tentang dirinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ingin kisah ini didengar sahabat-sahabatnya.’
Setelah itu Salman sibuk dengan statusnya sebagai seorang budak hingga tidak bisa ikut Perang Badar dan Uhud bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya , ‘Bebaskan dirimu dengan membayar sejumlah uang, hai Salman!’ Kemudian Salman menemui majikannya yang bersedia membebaskannya jika membayar tiga ratus pohon kurma yang ia tanam untuknya dan emas empat puluh ons.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada sahabat-sahabatnya, ‘Bantulah saudara kalian ini!’ Sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memberi bantuan pohon kurma kepada Salman. Ada sahabat yang memberi tiga puluh anak pohon kurma. Ada sahabat yang memberinya dua puluh anak pohon kurma. Ada sahabat yang memberinya lima belas anak pohon kurma. Ada sahabat yang memberinya sepuluh anak pohon kurma. Setiap orang membantu sesuai dengan kemampuannya, hingga akhirnya terkumpul tiga ratus anak pohon kurma. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya, ‘Pergilah hai Salman, dan galilah lubang untuk anak-anak pohon kurma ini. Jika engkau telah selesai menggalinya, datanglah kepadaku, agar tanganku sendiri yang meletakkan anak pohon kurma ini ke dalamnya’.”
Kemudian Salman menggali lubang untuk anak-anak pohon kurma tersebut dengan dibantu sahabat-sahabatnya. Ketika ia telah selesai menggalinya, ia menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan melaporkan kepada beliau bahwa ia telah selesai membuat lubang. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pergi bersama Salman ke lubang-lubang tersebut. Kami berikan anak pohon kurma kepada beliau dan diletakkannya ke dalam lubang dengan tangannya sendiri hingga proses penanaman selesai. Demi Dzat yang jiwa Salman berada di Tangan-Nya, tidak ada satu pun anak kurma yang mati. Salman memelihara pohon-pohon kurma tersebut dan ia mempunyai sedikit harta.
Tidak lama setelah itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam datang dengan membawa emas sebesar telur ayam. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Apa yang telah dikerjakan orang Persia yang memerdekakan dirinya dengan membayar sejumlah uang?’ Salman dipanggil Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau bersabda, ‘Ambil emas ini, dan bayarlah hutangmu dengannya, wahai Salman!’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana emas ini bisa menutup hutangku?’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Ambillah emas ini, karena Allah akan menutup hutangmu dengannya.’ Ia ambil emas tersebut kemudian menimbangnya. Ternyata berat emas tersebut adalah empat puluh ons.
Kemudian Salman bayar tebusannya pada majikannya dengan emas tersebut. Setelah itu ia menjadi orang merdeka. Salman bisa ikut Perang Khandaq bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai orang merdeka dan sesudahnya ia tidak pernah melewatkan satu perang pun.
Sumber : Sirah Nabawiyah, Ibn Hisyam