Fatwapedia.com – Di antara perkara yang disyariatkan bagi kaum muslimin adalah hendaknya mereka tidak menceburkan diri mereka ke dalam api fitnah yang sedang berkobar, justru mereka harus menjauhkan diri mereka dari fitnah tersebut.
Asy Syaikh Prof. DR. Sulaiman Ar Ruhaili, guru besar program pasca sarjana fakultas syariah Universitas Islam Madinah KSA di dalam sebuah muhadharahnya pernah menyampaikan sebuah kaidah yang sangat penting untuk dipegangi oleh kaum muslimin di masa fitnah.
Kata beliau,
“Termasuk fiqih fitan (metode yang tepat dalam menghadapi fitnah –pent) adalah seseorang hendaknya menjauhi fitnah tersebut, bukan malah menceburkan diri ke dalamnya. Fitnah (keonaran) itu dijauhi baik sebelum ia terjadi, apalagi ketika sedang terjadi. Demikian juga hendaknya seseorang menjauhi para pembuat fitnah, tidak berada di dekat mereka serta tidak mendengarkan provokasi mereka.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سَتَكُونُ فِتَنٌ القَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ القَائِمِ، وَالقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ المَاشِي، وَالمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي، وَمَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ، وَمَنْ وَجَدَ مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِهِ
“Kelak akan ada banyak fitnah (keonaran, kekacauan) di mana di dalamnya orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil. siapa yang masuk ke dalamnya maka dia akan dicelakakan oleh fitnah tersebut. Dan siapa yang mendapati tempat kembali atau tempat berlindung darinya maka hendaknya dia berlindung dengannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dan di dalam riwayat Muslim, masih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
تَكُونُ فِتْنَةٌ النَّائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْيَقْظَانِ، وَالْيَقْظَانُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ، وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي، فَمَنْ وَجَدَ مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَسْتَعِذْ
“Kelak akan ada fitnah (keonaran, kekacauan) di mana di dalamnya orang yang tidur lebih baik daripada orang yang terbangun dari tidurnya, orang yang baru terbangun dari tidur lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan cepat. Barang siapa yang mendapati tempat kembali atau tempat berlindung darinya maka hendaknya dia berlindung dengannya.”
Dan dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إِنَّهَا سَتَكُونُ فِتَنٌ: أَلَا ثُمَّ تَكُونُ فِتْنَةٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي فِيهَا، وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي إِلَيْهَا. أَلَا، فَإِذَا نَزَلَتْ أَوْ وَقَعَتْ، فَمَنْ كَانَ لَهُ إِبِلٌ فَلْيَلْحَقْ بِإِبِلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ لَهُ غَنَمٌ فَلْيَلْحَقْ بِغَنَمِهِ، وَمَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَلْحَقْ بِأَرْضِهِ ” قَالَ فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ إِبِلٌ وَلَا غَنَمٌ وَلَا أَرْضٌ؟ قَالَ: «يَعْمِدُ إِلَى سَيْفِهِ فَيَدُقُّ عَلَى حَدِّهِ بِحَجَرٍ، ثُمَّ لِيَنْجُ إِنِ اسْتَطَاعَ النَّجَاءَ، اللهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اللهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اللهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟
“Sesungguhnya akan terjadi beberapa fitnah. Ketahuilah! Bahwa sesudah itu terjadi pula fitnah. Orang yang duduk di masa fitnah tersebut lebih baik dari pada orang yang berjalan. Orang yang berjalan di masa fitnah lebih baik baik daripada orang yang berlari.
Ketahuilah, apabila fitnah itu telah terjadi, maka barang siapa yang mempunyai unta hendaklah dia ambil untanya (untuk menjauh dari fitnah –pent), dan siapa yang mempunyai kambing hendaklah dia mengurus kambingnya, dan barang siapa mempunyai tanah hendaklah mengurus tanahnya!
Seorang laki-laki bertanya, ”Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang orang yang tidak mempunyai unta, kambing atau tanah?”
Beliau menjawab,
“Hendaknya dia mengambil pedangnya, lalu dia benturkan bagian tajam pedang tersebut dengan batu (agar patah–pent), kemudian dia menyelamatkan dirinya kalau bisa menyelamatkan diri. Ya Allah, bukankah telah kusampaikan, ya Allah bukankah telah kusampaikan? ya Allah bukankah telah kusampaikan?” (HR. Muslim, lihat Fiqhul Fitan, hal 34-33)
Al Hafizh Ibnu Hajar setelah menyampaikan hadits Abu Bakrah ini beliau mengatakan,
فِيهِ التَّحْذِيرُ مِنَ الْفِتْنَةِ وَالْحَثُّ عَلَى اجْتِنَابِ الدُّخُولِ فِيهَا وَأَنَّ شَرَّهَا يَكُونُ بِحَسَبِ التَّعَلُّقِ بِهَا
Di dalam hadits ini terdapat peringatan dari bahaya fitnah dan dorongan untuk menjauhi fitnah, dan bahwasanya kadar kejelekan fitnah itu sesuai dengan kadar keterlibatan seseorang dengannya. (Lihat Fathul Bari, 13/31)
Syaikh Ar Ruhaily menambahkan,
“Seorang hamba akan senantiasa berada di atas kebaikan selama dia menjauh dari fitnah. Sebaliknya dengan mendekati fitnah seseorang bisa kehilangan akan sehatnya sampai dia pun benar-benar terjerumus ke dalamnya.
Sahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
مَا الْخَمْرُ صَرْفًا بِأَذْهَبَ لِعُقُولِ الرِّجَالِ مِنَ الْفِتَنِ
“Fitnah itu lebih hebat dalam memalingkan akal manusia daripada khamr.”(HR. Ibnu Abi Syaibah)
Menjauhi fitnah akan mencegah tercemarnya hati dengan fitnah tersebut. Tentunya mencegah lebih baik daripada mengobati.
Demikian juga menjauhkan negara dari fitnah-fitnah (keonaran) lebih menjaga dari terjadinya fitnah tersebut daripada mengobati ekses yang lahir dari keonaran-keonaran tersebut. Dan sekali lagi, mencegah lebih mudah daripada mengobati. fitnah-fitnah ini, apabila sudah terjadi maka akan sulit untuk dipadamkan, sekalipun oleh orang-orang yang memiliki hikmah.” (lihat Fiqhul Fitan, halaman 34-35)
Wallahu a’lam bisshawab, semoga Allah menjauhkan diri kita dari fitnah-fitnah.
Oleh: Akhukum, Wira Mandiri Bachrun.