Fikroh.com – Kepergian sang legenda sepak bola asal Argentina, Diego Maradona, menyisakan kesedihan dan kenangan tersendiri bagi penduduk Palestina.
Sebab, semasa hidup Maradona sempat menyatakan dia mendukung perjuangan bangsa Palestina.
Pernyataan solidaritas terhadap Palestina itu disampaikan dalam pertemuan dengan Presiden Mahmoud Abbas yang sedang menyaksikan pertandingan final Piala Dunia 2018 di Moskow, Rusia.
Dalam pertemuan itu, dilaporkan Maradona berkata kepada Abbas, “Dalam hati saya, saya seorang Palestina.”
Menurut situs berita Israel, Yediot Aharonot, dalam sebuah pertemuan singkat Maradona menyatakan dirinya simpati pada perjuangan rakyat Palestina sambil memeluk Abbas.
“Saya seorang Palestina. Pria ini menginginkan perdamaian di Palestina. Presiden Abbas punya negara dan punya hak,” tulis Maradona di akun Instagramnya.
Abbas saat itu balik memuji Maradona dan memberikan hadiah berupa lukisan burung merpati membawa ranting pohon zaitun, sebagai lambang perdamaian.
Maradona telah lama menyatakan dukungan bagi Palestina. Saat menjadi pelatih tim nasional Uni Emirat Arab pada 2012, dia menyatakan diri sebagai “pendukung nomor satu rakyat Palestina”. Setahun kemudian dia mengenakan sorban kafiyeh, dan mengatakan, “Hidup Palestina!”.
Maradona juga menanggapi saat Israel menggempur Jalur Gaza pada 2014. Saat itu dia mengkritik Israel dengan menyatakan “Apa yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina adalah memalukan.”
Pada tahun yang sama, dia dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk melatih tim sepak bola nasional Palestina selama Piala AFC Asian Cup 2015.
Jurnalis The Palestine Chronicle, Ramzy Baroud, menyatakan kisah hidup Maradona menginspirasi penduduk Palestina yang hidup di kawasan yang dijajah Israel.
“Di Palestina, Anda tidak bisa membenci Maradona. Pilihannya hanya mencintainya dan tidak bisa berpendapat buruk tentang dia,” kata Baroud.
“Maradona memberi kami inspirasi. Seorang lelaki yang perawakan tubuhnya tidak besar, berasal dari lingkungan kumuh, berkulit coklat seperti kami, tetapi bersemangat dan berhasrat tinggi seperti kami, lalu mencari jalannya hingga dikenal di seluruh dunia. Bagi kami, itu bukan hanya soal sepak bola atau olahraga. Itu adalah tentang harapan. Sebab rasanya semua menjadi mungkin,” ujar Baroud.
Baroud melanjutkan, “Anda bisa bayangkan betapa gembiranya kami saat Maradona peduli terhadap Palestina, dan mendukung perjuangan kami. Rasanya kegembiraan kami sudah lengkap. Apalagi ketika dia menyampaikan dukungan moral bagi Palestina pada Juli 2018 dengan mengatakan, ‘Di dalam hati, saya seorang Palestina’.”
Sebagai warga Palestina yang tumbuh besar di Jalur Gaza, Baroud mengatakan Maradona adalah sosok yang amat dicintai. Dia mengaku gemar bermain sepak bola karena melihat Maradona berlaga untuk kesebelasan Argentina atau tim di liga Italia, Napoli.
“Kami akan meninggalkan kegiatan apapun dan rela menyaksikan dia bermain dari televisi hitam putih,” lanjut Baroud.
Maradona meninggal dunia pada usia 60 tahun di rumahnya di Tigres, Argentina, karena mengalami henti jantung. Dia juga sempat dirawat di rumah sakit usai menjalani operasi otak.
Maradona pertama kali dirawat di rumah sakit pada 3 November lalu karena dugaan dehidrasi, anemia, dan depresi. Ia kemudian didiagnosis mengalami pembekuan otak dan harus menjalani operasi mendadak.
Operasi sebenarnya berjalan lancar. Namun pada Rabu, kuasa hukum Maradona, Matias Morla, mengonfirmasi bahwa kliennya itu sudah mengembuskan napas terakhir.