Fikroh.com – Kehidupan ini terus berjalan. Maka tidak ada pilihan bagi kita untuk berhenti. Keadaan memang tidak selalu sesuai keinginan, tetapi adakalanya itu justru menjadi jalan kebaikan jika kita memilih untuk tetap bergerak, memberi yang terbaik untuk anak-anak; memberi pendidikan yang tepat sehingga mereka berkembang menjadi pribadi yang kokoh.
Tentu tak ada yang bercita-cita mendidik anaknya seorang diri alias menjadi single parent, tetapi adakalanya seseorang dihadapkan pada pilihan sulit. Dalam keadaan seperti itu ada pilihan untuk menyerah, bersikap tidak peduli, membiarkan dirinya terhanyut oleh arus atau mengambil langkah-langkah penting agar pilihan sulit itu menjadi jalan terbaik bagi tumbuh berkembangnya anak-anak menyambut masa depan.
Ada empat macam single parent alias orangtua yang mengasuh anaknya sendirian. Pertama, single parent yang sepenuhnya menjalankan fungsi sebagai orangtua tunggal secara sempurna tanpa kehadiran suami. Ini terjadi misalnya karena suami meninggal dunia sehingga praktis tugas mengasuh dan mendidik anak dijalankan tanpa kehadiran suami sama sekali.
Kedua, blended single parent, yakni seseorang yang menjalankan tugas sebagai orangtua sendirian, tetapi anak masih dapat berkomunikasi dengan orangtuanya yang lain. Misalnya seorang ibu yang mendidik anaknya sesudah bercerai, sementara mantan suami masih menjalankan tanggung-jawab sebagai ayah dengan memenuhi kewajibannya menafkahi dan hadir dalam kehidupan anak, menjadi sosok yang turut mempengaruhi anak dan komunikasi antara ayah dan anak masih berjalan dengan relatif baik.
Ketiga, distracted single parent, yakni ibu yang mendidik anaknya sendirian sesudah bercerai dari suaminya. Ia berusaha mengasuh dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya, tetapi mantan suami hadir sebagai faktor pengganggu yang dapat merusak pendidikan. Pendidikan yang diberikan oleh ibu bisa berkurang pengaruhnya atau bahkan rusak disebabkan oleh gangguan yang secara sengaja dilakukan oleh pihak ayah. Yang dimaksud pihak ayah adalah gangguan itu dilakukan oleh ayahnya sendiri, atau orang lain yang berada di pihak ayah.
Tidak menyenangkan? Iya, tetapi banyak terjadi. Buruk? Sangat, tetapi kerapkali mereka tidak merasa buruk karena tersibukkan oleh hawa nafsu untuk memburuk-burukkan mantan istri. Akhir dari segalanya? Tidak. Ucapan paling kasar sekalipun justru dapat menguatkan pendidikan yang diberikan oleh ibu jika ucapan kasar dan buruk itu disikapi dengan tepat.
Keempat, acting alias practicing single parent, yakni seorang ibu yang harus mendidik anaknya sendirian meskipun status pernikahannya baik-baik saja disebabkan suami alias ayah dari anak-anaknya tidak memungkinkan hadir secara penuh. Sederhananya begini. Karena alasan pekerjaan misalnya, sebagian ayah tidak bisa setiap hari di rumah. Ada yang sebulan sekali berada di rumah selama beberapa hari, ada pula yang bahkan setahun sekali baru berada di rumah untuk beberapa pekan.
Khusus yang keempat ini, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni urusan berkaitan dengan merawat hubungan antara suami dan istri sekaligus meningkatkannya agar lebih baik lagi; serta urusan pendidikan anak agar ketika ayah hadir di rumah yang rentang waktunya sangat pendek tersebut tidak merusak proses panjang pendidikan anak yang selama ini dijalankan oleh ibu.
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim