Fikroh.com – Jika anda seorang muslim maka wajib hukumnya mengetahui tata cara wudhu yang benar. Salah satu rukun wudhu yang harus terpenuhi adalah tertib atau urut dalam membasuh bagian anggota wudhu.
Secara umum sifat wudu yang benar berdasarkan dalil-dalil shahih adalah sebagaimana keterangan dalam hadits berikut ini :
عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِإِنَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثَ مِرَارٍ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dari Humran radhiallahu ‘anhu Pembantu ‘Ustman radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa ia melihat ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu menyuruh agar mengambilkan wadah berisi air. Kemudian ia mencibuk air untuk membasuh kedua pergelangan tangannya tiga kali, tangan kanannya dimasukan ke dalam wadah. Kemudian berkumur dan menghirup air dengan hidungnya. Setelah itu membasuh wajahnya tiga kali dan kedua tangannya tiga kali hingga sampai ke siku. Lalu mengusap sebagian kepalanya dan membasuh kedua kakinya tiga kali hingga sampai kedua mata kaki. Lalu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian ia shalat dua rakaat dan tidak berkata-kata dengan dirinya di antara keduanya maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [Hadits Riwayat: Muslim (1142) dan Muslim (776)]
Dari hadits di atas dan hadits lainnya yang akan kami jelaskan lebih lanjut, dapat disimpulkan bahwa sifat wudhu adalah sebagai berikut:
- Berniat whudu untuk menghilangkan hadas.
- Menyebut nama Allah atau mengucap basmallah.
- Mencuci kedua pergelangan tangan tiga kali.
- Mengambil air dengan tangan kanannya dan memasukannya ke dalam mulut dan hidungnya satu kali. Lalu berkumur dan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq).
- Kemudian mengeluarkan air dari hidung (istintsar) dengan tangan kirinya sebanyak tiga kali.
- Mencuci seluruh wajah tiga kali dengan menyela-nyelakan air ke jenggotnya.
- Mencuci kedua tangannya. Tangan kanan kemudian tangan kiri hingga kedua siku dengan menyela-nyela jari.
- Mengusap seluruh kepalanya ke arah belakang kemudian ke arah depan.
- Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam.
- Mencuci kedua kaki hingga mata kaki. Dari bagian kanan kemudian sebelah kiri dengan menyela-nyela jari kaki.
Niat Adalah Syarat Sahnya Wudhu
Wudhu disyaratkan dengan niat. Niat adalah keinginan kuat dari hati melakukan wudhu untuk melaksanakan perintah Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana hal itu dilakukan dalam ibadah-ibadah lainnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus”. (Al-Qur`an Surat: Al-Bayyinah: 5)
Note: Syarat adalah sesuatu yang bila tidak ada maka perbuatan tersebut juga dikatakan tidak ada. Dan bila ada niat maka tidak harus perbuatan itu ada. Dan ketidak adaannya bukan dalam zatnya. Syarat lebih dahulu ada daripada suatu pekerjaan dan terdapat diluar pekerjaan tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu bergantung kepada niat dan setiap orang akan mendapat sesuai dengan niatnya”. [Hadits Riwayat: Al-Bukhari (1) dan Muslim (1907)]
Malik, Asy-Asyafii, Ahmad, Abu Tsur dan Abu Daud mengambil pendapat ini. (Bidayatul Mujtahid (1/6), Al-Majmu’ (1/374) dan At-Tamhid (22/100-101) sedangkan Abu Hanifah lebih berpendapat bahwa wudhu tidak disyaratkan niat. [Badaai’ Ash-Shanaai’ (1/19-20) dan sumber di atas.] Karena menganggap bahwa wudhu adalah ibadah ma’qulah (ibadah yang dapat diketahui secara akal sebab dan hikmahnya) dan bukan ibadah maqshudah (ibadah yang semata-mata diperintahkan tanpa diketahui alasan dan sebabnya). Karena hal itu menyerupai membersihkan diri dari kotoran. Tapi pendapat jumhur itulah pendapat yang benar, “Karena adanya nash yang menyebutkan pahala di setiap wudhu. Dan tidak terdapat pahala jika dilakukan tanpa niat menurut ijma’. Karena wudhu adalah ibadah yang tidak diketahui kecuali dengan syariat. Maka niat menjadi syarat baginya.” [Al-Furu’, Ibnu Muflih (1/243)]
Niat Di Dalam Hati
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata[8]: “Tempat niat adalah hati bukan lisan menurutijma’ para ulama. Dan ini berlaku untuk semua ibadah: bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, membebaskan budak, jihad dalan lain sebagainya”.
Tidak disyariatkan agar mengucapkannya dengan suara atau mengulang-ulangnya. Niat dengan suara dapat mengganggu. Jika seseorang meyakininya sebagai agama dan beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala harus dengan ucapan maka dia telah berbuat bid’ah. Hal itu karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Shahabat tidak menyuarakan niat secara mutlak. Dan tidak terdapat satu riwayatpun dari mereka tentang hal tersebut. Jika saja hal itu disyariatkan maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pasti sudah menjelaskannya. Juga tidak perlu melafazkan niat karena Allah Subhanahu wata’ala sudah mengetahuinya. [Majmu’ Ar-Rasaail Al-Kubra (1/234)]
Catatan Tambahan:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Jika seseorang berbicara dengan lisannya hal itu berbeda dengan apa yang diniatkan dalam hatinya maka yang dianggap adalah apa yang diniatkan dalam hati bukan yang diucapkan. Jika ia mengucapkan dengan lisannya dan tidak berniat dalam hatinya maka hal tersebut tidak boleh menurut ijma’ulama. Karena niat adalah jenis dari maksud dan keinginan”.
Jika seseorang memiliki hadas lebih dari satu seperti kencing, buang air besar dan tidur, kemudian dia berniat untuk menghilangkan salah satu hadas saja maka semua hadas tersebut secara otomatis ikut hilang. Karena hadas adalah suatu sifat saja walaupun sebabnya bermacam-macam. [Zadul Ma’ad (1/196), Ighatsah al-Lahfan (1/134), Badaai’ al-Fawaaid (3/186), Al-Furu’ (1/111) danAsy-Syarhu Al-Mumti’ (1/159)
Yang lebih utama agar seseorang melakukan wudhu dengan niat yang mutlak. Tanpa melihat perbedaan ulama dalam menggunakan sebagian niat untuk semuanya. Diantara bentuk niat tersebut adalah: berniat menghilangkan hadas, niat bersuci karena diwajibkan, niat berwudhu karena disunnahkan atau niat berwudhu untuk memperbarui wudhu karena hal itu disunnahkan. [Al-Majmu’ (1/385) dan Asy-Syarhu Al-Mumti’ (1/165)]
Sekian penjelasan singkat urutan wudhu yang benat menurut As-sunnah. Semoga bermanfaat untuk kita semua.