Fikroh.com – Syekh Yusuf Al-Qaradhawi sering dijuluki sebagai “Ad-Da’iyah At-Tha’ir” atau “Da’i Terbang” karena seringnya beliau naik pesawat untuk menghadiri seminar, diskusi, anugerah penghargaan, kajian di stasiun televisi, dan undangan-undangan lain dari berbagai negara. Semasa masih segar bugar, Syekh Al-Qaradhawi sering kali menghadiri seminar di beberapa negara dalam sehari.
Syekh Isham Talimah dalam buku tentang biografi Syekh Al-Qaradhawi megantakan: “Jangan pernah tanya kepada Al-Qaradhawi negara mana yang telah Anda kunjungi? Tapi tanyalah negara mana yang belum pernah Anda kunjungi?”
Meski punya kesibukan yang super padat, tapi Syekh Al-Qaradhawi sangat produktif menulis. Karangannya telah melebihi 130 judul buku. Sebagian besar buku tersebut laris sekali di pasaran. Bahkan buku pertamanya “Al-Halal wal Haram fil Islam” telah dicetak 70 kali lebih dan diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa, termasuk Indonesia.
Buku-bukunya pun selalu bermutu, memberi wacana dan pemikiran baru, dan menjadi rujukan utama dalam banyak disiplin ilmu.
Siapa saja yang ingin mengkaji masalah zakat di era modern ini, terasa kurang greget kalau tidak merujuk buku “Fikih Zakat” Al-Qaradhawi. Begitu juga dengan buku-buku lain seperti Fikih Jihad, Fiqhul Aulawiyyat, Min Fiqhid Daulah, Fiqhul Usrah wal Mar’atil Muslimah, dan lain sebagainya.
Karakteristik karya tulis Syekh Al-Qaradhawi adalah perpaduan antara turats dan muasharah, nash dan waqi’, dalil aqli dan dalil naqli.
Ada penulis yang karyanya hanya menukil dan memindah pehamanan para ulama ratusan tahun yang lalu, tanpa menyadari bahwa dia hidup di abad 21. Tapi tidak dengan Al-Qaradhawi.
Seseorang pernah bertanya kepada Syekh Al-Qaradhawi, “Bagaimana hal ini bisa terjadi? Bagaimana Anda bisa membagi waktu untuk menulis, membaca, menghadiri seminar, mengisi ceramah, mengisi kajian di televisi, dan lain sebagainya?”
Terhadap pertanyaan ini Syekh Al-Qaradhawi menjawab.
Pertama, ini adalah karunia dan taufik dari Allah SWT kepadaku. Allah telah memberi keberkahan dalam waktuku.
Kedua, saya terbiasa bekerja sekitar 15 jam sehari. Hampir-hampir saya tidak pernah berlibur. Sering kali saya tidur hanya dua jam sehari. Bahkan tidak jarang saya tidak tidur sama sekali.
Ketiga, saya terbiasa menulis di mana saja. Di rumah, di dalam kendaraan, di tempat kerja, di bandara, di hotel, hingga di pesawat.
Suatu hari saya pernah menulis dalam perjalanan dari Kairo ke London. Seorang kawan satu pesawat yang heran dengan kebiasaan saya inipun bertanya, “Anda menulis di pesawat?!?”
Saya jawab, “Saya punya waktu 4 jam di pesawat, maka kenapa tidak saya manfaatkan untuk menulis?”
Dia kembali bertanya, “Tapi bagaimana bisa Anda menulis tidak pakai referensi?”
Saya jawab, “Tidak semua tulisan membutuhkan referensi. Alhamdulillah saya diberi karunia Allah hafal Al-Qur’an, banyak Hadis dan perkataan para ulama. Saya tulis semua itu dari hafalan saya. Bagian-bagian yang membutuhkan referensi akan saya beri tempat kosong untuk nanti saya rujuk di perpustakaan pribadi saya.”
Semoga Alloh senantiasa menjaga beliau. Memanjangkan umurnya dan meluaskan ilmunya untuk kemanfaatan umat islam di seluruh penjuru bumi.
Sumber: Fb Jauhari Ridhoni Marzuq